Masa Depan Parpol
Janedjri M Gaffar ;
Alumnus Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Diponegoro
|
KORAN SINDO, 01 Juni
2016
Keberadaan
partai politik (parpol) tidak dapat dilepaskan dari sistem demokrasi. Parpol
tumbuh dan berkembang seiring dengan perkembangan demokrasi. Sebaliknya,
kualitas demokrasi ditentukan oleh perkembangan fungsi dan peran parpol.
Banyak
fungsi yang dijalankan oleh parpol dalam berdemokrasi. Di antara sekian
banyak fungsi parpol, tiga fungsi utama parpol adalah sebagai sarana seleksi
kepemimpinan politik, agregasi, dan komunikasi politik dalam proses
pendidikan politik. Parpol di Indonesia telah berkembang dan berperan sejak
sebelum kemerdekaan.
Parpol
tidak hanya telah membangun sistem politik, melainkan juga ikut
memperjuangkan kemerdekaan melalui jalur politik. Dalam perkembangan politik
nasional, ada pasang surut peran parpol di setiap periode yang ditentukan
oleh karakter pemerintahan dan tentu kondisi dari parpol itu sendiri.
Awal
Era Reformasi peran parpol meningkat tajam seiring dengan proses
demokratisasi. Namun, seiring dengan berjalan waktu mulai muncul keraguan
terhadap relevansi parpol dalam kehidupan bernegara yang demokratis.
Tantangan ini menentukan masa depan parpol di Indonesia dan tentu harus
dijawab oleh parpol jika ingin keberadaannya tetap penting dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.
Tantangan
Terdapat
dua kondisi yang menjadi sumber pertanyaan relevansi parpol saat ini.
Pertama, peningkatan kesadaran politik warga negara sebagai dampak langsung
dari peningkatan tingkat pendidikan dan kesejahteraan warga negara.
Masyarakat saat ini telah mampu bersikap kritis dalam menerima berbagai
informasi dan kebijakan politik, terlebih dari parpol yang sering dicurigai
memiliki agenda kekuasaan.
Kesadaran
tersebut juga telah diwujudkan dalam bentuk kreativitas menciptakan berbagai
strategi dan instrumen politik untuk menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi
serta memengaruhi pengambilan keputusan politik, tanpa melalui jalur
organisasi parpol. Faktor pertama itu sangat dipengaruhi oleh faktor kedua,
yaitu perkembangan teknologi informasi dan komunikasiyangmenyediakanberbagai
kemudahan dan fasilitas sehingga memunculkan banyak kreativitas dalam
berpolitik.
Kreativitas
politik ini lebih partisipatif dan bebas kepentingan kekuasaan, namun sama
efektifnya dengan pengaruh parpol. Akibat itu, fungsi yang selama ini hanya
dijalankan oleh parpol telah dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat yang
didukung oleh perubahan instrumen hukum. Fungsi seleksi kepemimpinan politik
tidak lagi menjadi monopoli parpol dengan ada mekanisme yang memungkinkan
calon perseorangan.
Walaupun
masih terbatas pada pemilihan kepala daerah, mekanisme ini tentu telah
mengurangi peran parpol dalam seleksi kepemimpinan politik kalaupun tidak
dapat disebut sebagai deparpolisasi. Apalagi, terbukti di beberapa daerah
ternyata mesin politik warga mampu mengalahkan mesin parpol.
Secara
tidak langsung parpol juga mengakui kekuatan masyarakat dalam seleksi
kepemimpinan dengan merujuk kepada survei elektabilitas dalam penentuan
calon, baik untuk pemilu anggota lembaga perwakilan, pemilu presiden dan
wakil presiden, maupun pilkada. Fungsi agregasi aspirasi politik telah banyak
digantikan dengan media informasi dan komunikasi yang memungkinkan pengambil
keputusan mengetahui aspirasi masyarakat.
Sebaliknya,
memungkinkan masyarakat menyatukan dan memperjuangkan aspirasi untuk persoalan
tertentu. Media informasi dan komunikasi tidak lagi di monopoli oleh media
mainstream yang pendiriannya butuh modal besar dan dapat berpihak kepada
kepentingan tertentu, tetapi juga dibanjiri oleh media alternatif dan media
sosial.
Wujud
pergeseran fungsi parpol dalam agregasi telah nyata dan efektif. Misalnya,
saat penolakan masyarakat atas UU Nomor 23/2014 yang menentukan kepala daerah
dipilih oleh DPRD. Karena tuntutan masyarakat, baik melalui media sosial
maupun melalui berbagai petisi daring, akhirnya dikeluarkan Perppu Nomor
1/2014 yang mengembalikan pemilihan kepala daerah oleh rakyat.
Fungsi
komunikasi dan pendidikan politik hampir secara total telah diambil alih oleh
masyarakat sendiri. Hal ini tidak terelakkan karena perkembangan teknologi
telah menyajikan sumber informasi yang melimpah. Meskipun tidak semua
informasi adalah suatu kebenaran, justru dengan demikian masyarakat telah
belajar sumber mana dan informasi mana yang patut dipercayai.
Kepercayaan
terhadap sumber informasi tidak lagi bergantung kepada institusinya apakah
negara atau lembaga formal atau tidak, tetapi pada logika masyarakat itu
sendiri. Dengan sendirinya komunikasi dan pendidikan yang dilakukan oleh
parpol tidak selalu dilihat sebagai kebenaran. Sebaliknya, akan dikritisi dan
dinilai serta dilihat rekam jejaknya oleh masyarakat.
Kondisi
di atas menumbuhkan suatu demokrasi yang cair, yang tidak tersekat-sekat, dan
dapat bergerak ke arah yang berbeda-beda bergantung pada pokok soal. Apalagi,
kondisi politik dan parpol di Indonesia tidak lagi dapat dibedakan secara
tegas berdasarkan ideologi tertentu, namun lebih pada program dan ketokohan.
Demokrasi yang cair ini juga sangat kuat dalam memengaruhi pengambilan
keputusan tanpa banyak melibatkan peran parpol, bahkan memaksa parpol untuk
menyikapi positif arah aliran aspirasi masyarakat.
Masa Depan
Jika
tidak dapat menjawab tantangan di atas, peran parpol akan semakin berkurang.
Konsekuensinya, organisasi parpol akan ditinggalkan. Kalaupun parpol
keberadaannya masih dibutuhkan, adalah sekadar organisasi formal yang mungkin
hanya dibutuhkan saat pemilu saja. Masa depan parpol ditentukan oleh
bagaimana parpol itu sendiri merespons dan mengubah diri dalam kondisi
demokrasi yang semakin cair.
Parpol
harus responsif terhadap perkembangan dan arah aspirasi masyarakat yang
dengan cepat dapat diagregasi dan diketahui melalui saluran media komunikasi
dan informasi. Untuk lebih berpihak kepada aspirasi masyarakat, tentu parpol
tidak lagi saatnya lebih mengutamakan kepentingan kekuasaan jangka pendek.
Hal
ini dengan sendirinya mengharuskan parpol lebih demokratis, baik terkait
dengan kebijakan yang hendak diperjuangkan maupun terkait dengan orang yang
menduduki jabatan tertentu. Parpol juga sudah saatnya memelihara rekam jejak
kebijakan dan ketokohan karena platform dan kebijakan apapun tidak akan
dipercaya jika rekam jejak menunjukkan hal sebaliknya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar