Tantangan BI 7-Days Repo Rate
Agus Herta Sumarto ;
Peneliti INDEF
|
MEDIA INDONESIA,
19 April 2016
BARU-BARU ini Bank
Indonesia (BI) telah membuat suatu kebijakan yang bisa dikatakan cukup
revolusioner, yaitu mengganti instrumen kebijakan moneter terhadap suku bunga
lembaga perbankan. Sejak pertengahan 2005, BI menggunakan BI rate sebagai
instrumen utama kebijakan moneter terhadap suku bunga lembaga perbankan. Namun,
sejak awal pemberlakuannya, BI rate seolah-olah tumpul dan tidak mampu memengaruhi
dan mengendalikan besaran suku bunga lembaga perbankan.
Selama ini BI rate
menjadi suku bunga acuan bagi lembaga perbankan untuk menentukan tingkat suku
bunganya baik suku bunga tabungan maupun suku bunga pinjaman. Namun, posisi
BI rate selama ini hanya sebagai suku bunga kebijakan yang lebih mencerminkan
sikap atau stance kebijakan moneter BI yang ditetapkan BI dan kemudian
diumumkan kepada publik. Oleh karena itu, sangat wajar jika efektivitas BI
rate selama ini masih jauh dari yang diharapkan. Bahkan beberapa hasil
penelitian semakin menguatkan hipotesis bahwa tidak ada hubungan antara BI
rate dan suku bunga lembaga perbankan.
Munculnya transmisi
kebijakan moneter yang baru ini setidaknya memunculkan secercah harapan bahwa
instrumen kebijakan moneter ke depannya akan labih bertaji dan mampu
mendorong penurunan tingkat suku bunga kredit perbankan ke level satu digit. Harapan
akan lebih efektifnya transmisi baru ini cukup masuk akal mengingat BI 7-days
repo rate ini memiliki beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan BI rate.
Pertama, jika
dibandingkan dengan BI rate, BI 7-days repo rate seharusnya memiliki nilai
koefisien keterikatan yang lebih besar. Jika BI rate selama ini hanya
merupakan cerminan sikap BI, BI 7-days repo rate merupakan bagian dari
transaksi keuangan BI dengan lembaga perbankan sehingga keterkaitannya akan
sangat kuat.
Kelebihan kedua yang
dimiliki BI 7-days repo rate ialah tingkat suku bunganya yang lebih rendah
daripada BI rate. Saat ini tingkat suku bunga BI 7-days repo rate ada di
tingkat 5,5%, sedangkan BI rate ada pada level 6,75%. Dengan demikian,
penggunaan BI 7-days repo rate seharusnya bisa lebih mendorong lembaga
perbankan untuk menurunkan tingkat suku bunganya.
Selain dua kelebihan
tersebut, penggunaan BI 7-days repo rate seharusnya juga bisa mendorong
membanjirnya likuiditas di lembaga perbankan. Melalui mekanisme deposito,
lembaga perbankan bisa menambah cadangan likuidnya sehingga dana yang
tersedia untuk disalurkan kepada pasar bisa lebih besar dan tentunya lebih
murah.
Dengan demikian,
lembaga perbankan akan memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Namun, selain beberapa
kelebihan yang telah disebutkan sebelumnya, penggunaan BI 7-days repo rate
juga memiliki beberapa tantangan terutama jika dikaitkan dengan target
penurunan suku bunga kredit perbankan ke level satu digit. Jika BI menjadikan
BI 7-days repo rate sebagai instrumen utama untuk menurunkan tingkat suku
bunga kredit perbankan ke level satu digit, BI harus kembali bersiap dengan
terulangnya kejadian ketika BI menggunakan BI rate.
Selama ini tingkat
suku bunga kredit lembaga perbankan dibentuk beberapa variabel utama, yaitu cost of fund, tingkat risiko pasar,
tingkat risiko nasabah, operational
cost, kondisi persaingan pasar, dan tingkat net interest margin (NIM)
yang diharapkan. Dengan kata lain, jika BI ingin menurunkan tingkat suku
bunga kredit lembaga perbankan, BI harus bisa mengubah tingkat harga dari
variabel-variabel tersebut. Suku bunga acuan yang dalam hal ini adalah BI
7-days repo rate hanya merupakan salah satu faktor pembentuk dari variabel
cost of fund.
Cost of fund selama ini, selain dipengaruhi suku bunga acuan (BI rate), juga
dipengaruhi faktor struktur dana perbankan. Dengan kata lain, selain menurunkan
suku bunga acuan sebagaimana yang telah dilakukan sekarang, BI harus bisa
mendorong supaya dana murah bagi lembaga perbankan tersedia dalam jumlah yang
besar. Dana yang paling murah untuk lembaga perbankan ialah jumlah tabungan
dari masyarakat. Oleh karena itu, program-program yang diarahkan untuk
mendorong masyarakat gemar menabung harus terus ditingkatkan.
Variabel berikutnya
yang memengaruhi tingkat suku bunga kredit bank ialah tingkat risiko pasar. Variabel
itu berkaitan erat dengan kondisi makroekonomi. Dengan kata lain, BI bersama
pemerintah harus bisa menciptakan iklm ekonomi yang kondusif dan prospektif
sehingga penilaian bank terhadap risiko pasar bisa jauh berkurang, sedangkan
penilaian bank terhadap risiko individu kreditor berkaitan dengan
subjektivitas penilai risiko internal.
Faktor itu sangat
sulit dihindari karena berkaitan dengan penilaian pribadi kreditor. Untuk
mengurangi penilaian risiko terhadap variabel itu, tidak ada jalan lain bagi
BI dan pemerintah selain mengambil sebagian atau sepenuhnya dari risiko
tersebut. Cara yang bisa dilakukan BI ialah meminta pemerintah untuk
mengambil risiko tersebut melalui mekanisme subsidi suku bunga.
Tingkat NIM berkaitan
dengan target keuntungan yang ingin diperoleh bank. Selama ini tingkat NIM
lembaga perbankan Indonesia masih sangat tinggi bila dibandingkan dengan lima
negara besar ASEAN. Rata-rata NIM Indonesia masih berada di atas angka 5%,
padahal rata-rata NIM lima negara besar ASEAN (Singapura, Malaysia, Thailand,
Vietnam, dan Filipina) hanya berada di kisaran angka 3,5%.
Untuk mengubah tingkat
NIM suatu bank, rasanya sulit bagi BI untuk melakukan intervensi langsung. Selama
ini NIM lembaga perbankan sangat persisten dan tidak ada variabel yang
memengaruhi selain keputusan para stockholder.
Bank Indonesia hanya bisa memberikan imbauan kepada para pemilik saham supaya
tidak memberikan target keuntungan yang lebih besar melalui NIM. Bank
Indonesia bisa mendorong pemerintah untuk menjadi pionir dengan menetapkan
target keuntungan yang lebih rendah kepada bank-bank milik pemerintah
sehingga bank-bank tersebut bisa menetapkan tingkat NIM yang jauh lebih
rendah.
Dengan berkaca pada
kondisi di atas, jika tujuan utama BI mengubah BI rate menjadi BI 7-days repo
rate ialah untuk menurunkan tingkat suku bunga kredit ke level satu digit,
kebijakan tersebut harus diikuti dengan kebijakan-kebijakan susulan yang
dapat memengaruhi variabel utama pembentuk suku bunga kredit tadi. Jika
penggunaan BI 7-days repo rate tidak dibarengi dengan instrumen kebijakan
yang lain, nasib BI 7-days repo rate akan sama dengan BI rate, yaitu menjadi
macan ompong yang efektivitasnya jauh dari yang diharapkan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar