SDG dan Makna Pembangunan
Sonny Harry B Harmadi ;
Kepala Lembaga Demografi FEB
UI;
Ketua Umum Koalisi Kependudukan
|
KOMPAS, 14 April
2016
Di tengah berbagai isu
nasional saat ini, Indonesia tentu tak boleh melupakan komitmennya terhadap pelaksanaan
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable
Development Goal/SDG). Indonesia turut mendeklarasikan agenda pembangunan
pasca 2015 itu pada 25 September 2015 di New York, Amerika Serikat.
SDG berisi tujuan
pembangunan berkelanjutan, memiliki batas waktu tertentu dan target terukur
yang harus dicapai hingga akhir 2030. Implementasi SDG menjadi komitmen
negara terhadap rakyat Indonesia dan komitmen Indonesia kepada masyarakat
global. SDG merupakan agenda pembangunan global pasca berakhirnya Tujuan
Pembangunan Milenium (MDG), dan pelaksanaannya menjadi sejarah penting di
mana komitmen pembangunan disepakati dan dimobilisasi secara global,
melibatkan hampir seluruh negara di dunia.
Memaknai pembangunan
World Commission on Environment and Development (Brundtland Commission) di tahun 1987 telah melahirkan konsep
pembangunan berkelanjutan, didefinisikan sebagai pembangunan yang memenuhi
kebutuhan saat ini tanpa mengabaikan kemampuan generasi masa depan untuk
memenuhi kebutuhannya.
Kita harus membedakan
pembangunan (development) dengan
pertumbuhan (growth). Pertumbuhan
ekonomi tak sama artinya dengan pembangunan. Pertumbuhan bisa diraih tanpa
membangun, dengan merusak lingkungan, melupakan kebutuhan masa depan,
meninggalkan mereka yang miskin, dan menghabiskan sumber daya alam.
Pertumbuhan seperti itu bukanlah pembangunan. Pembangunan merupakan suatu
proses perubahan menuju kondisi yang lebih baik atau lebih maju.
Bagaimanapun, yang dibangun adalah manusianya sehingga pembangunan harus
mampu menciptakan kondisi yang lebih baik bagi penduduknya.
SDG menggantikan MDG
yang tak lagi berlaku mulai 2016. Disepakati terdapat 17 tujuan dengan 107
target dan 62 sarana pelaksanaan yang terukur dan menjadi komitmen 193 negara
untuk melaksanakannya. Meskipun jumlah tujuan dalam SDG lebih banyak (17
tujuan) dibandingkan dengan MDG (hanya 8 tujuan), tetapi kita dapat membagi
ke 17 tujuan tersebut ke dalam tiga pilar utama.
Pilar pertama yaitu
pembangunan manusia, mencakup kesehatan, pendidikan, dan kesetaraan jender.
Pilar kedua yaitu pembangunan ekonomi sosial, seperti ketimpangan,
kemiskinan, ketersediaan sarana dan prasarana lingkungan, serta pertumbuhan
ekonomi. Adapun pilar ketiga terkait pembangunan lingkungan, yang berupaya
menjaga ketersediaan sumber daya alam dan kualitas lingkungan yang baik. SDG
merupakan komitmen masyarakat dunia untuk membangun dalam arti sesungguhnya,
membedakan pertumbuhan dan pembangunan.
Pelaksanaan SDG dapat
diselaraskan dengan tema pembangunan nasional. Pemerintah dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019 telah menekankan pentingnya
pembangunan berkualitas. Maknanya bahwa pembangunan tidak boleh menciptakan
kerusakan, berbasis luas, inklusif, tidak menciptakan ketimpangan baik
antargenerasi, antarmasyarakat, maupun antarwilayah. Visi yang ingin dicapai
Indonesia dalam 15 tahun ke depan tentunya harus selaras dengan implementasi
SDG.
SDG lebih ambisius dan
lebih sulit pencapaiannya dibandingkan dengan MDG. Jika dalam MDG banyak
indikator yang hanya menargetkan pengurangan hingga ”setengahnya”, SDG justru
ingin menuntaskan sebagian indikatornya menjadi ”zero goals”. Dengan batas
waktu yang sama antara MDG dan SDG, tetapi dengan tujuan serta target SDG
yang jauh lebih banyak kita tidak boleh terlambat mengimplementasikannya.
Banyak target berhasil
dicapai Indonesia dalam pelaksanaan MDG. Sebutlah seperti penurunan kematian
anak balita, persentase penduduk dengan pengeluaran di bawah satu dollar AS
per hari, ataupun yang terkait pendidikan dan kesetaraan jender. Akan tetapi,
faktanya masih ada beberapa target MDG yang tidak tercapai, seperti angka
kematian ibu melahirkan, akses air minum dan sanitasi layak di pedesaan,
prevalensi malnutrisi pada anak balita, dan penyebaran kasus HIV/AIDS yang
belum terkendali.
Tentu saja kita harus
belajar dari kegagalan menuntaskan beberapa target tersebut. Selain itu,
salah satu pelajaran berharga dari implementasi MDG ialah adanya ketimpangan
pencapaian target antardaerah. Pencapaian target SDG ke depan seharusnya
bukan hanya di tingkat nasional, melainkan juga di tingkat provinsi dan
kabupaten/kota.
Butuh langkah nyata
Beberapa target dalam
SDG sungguh tak mudah dicapai. Contohnya, secara global disepakati bahwa
angka kematian ibu melahirkan pada 2030 ditargetkan 70 per 100.000 kelahiran
hidup. Padahal, target ini gagal dicapai Indonesia pada periode MDG lalu.
Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia masih mencapai 359 (beberapa pihak
menggunakan data 346) per 100.000 kelahiran hidup pada 2012. Kinerjanya
justru memburuk selama 2007-2012. Bukan hanya infrastruktur kesehatan dan
akses ke fasilitas kesehatan saja yang dibutuhkan, melainkan juga
infrastruktur manusia (human
infrastructure), terutama terkait tenaga kesehatan. Infrastruktur fisik
memang sangat dibutuhkan dan menjadi syarat perlu, tetapi hal itu tidak cukup
selama infrastruktur manusia belum memadai.
Pemerintah harus
segera menyusun peraturan kebijakan pendukung, peta jalan (roadmap) pencapaian SDG, serta pedoman
teknis yang dibutuhkan. Ketiganya berfungsi sebagai referensi bagi para
pemangku kepentingan, baik di pusat maupun di daerah. Pemerintah daerah juga
berperan penting untuk segera menyusun rencana aksi daerah (RAD) implementasi
SDG hingga 2030.
Hal lain yang perlu
diperhatikan ialah ketersediaan data untuk indikator-indikator yang digunakan
dalam target SDG. Beberapa indikator SDG belum tersedia datanya. Sebagai
contoh, SDG memiliki indikator tingkat kemiskinan menurut jenis kelamin dan
umur. Ke depan, Badan Pusat Statistik tidak hanya cukup menghitung data
kemiskinan menurut tempat tinggal dan wilayah, tetapi juga menurut jenis
kelamin dan kelompok umur.
Pelaksanaan SDG juga
tidak bisa hanya mengandalkan peran pemerintah. Kerja sama dan peran
masyarakat madani (civil society) menjadi penting, khususnya mengajak pihak
swasta dan organisasi nonpemerintah lainnya untuk mendukung pencapaian SDG.
Tentu saja kemitraan tersebut membutuhkan penyebarluasan informasi tentang
SDG dan skema kemitraan yang jelas.
Kita berharap
pemerintah segera menyusun langkah strategis yang dibutuhkan terkait dengan
SDG. Harus ada kombinasi kebijakan yang tepat antara fasilitas kesehatan dan
infrastruktur manusia. Ini bukanlah sekadar target, angka, dan slogan,
melainkan komitmen kita terhadap manusia dan kemanusiaan dalam pembangunan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar