Memperkuat Upaya Pengentasan Tuberkulosis
Poonam Khetrapal Singh ;
Direktur Regional, WHO Kawasan
Asia Tenggara
|
MEDIA INDOESIA,
07 April 2016
SEBAGAI bagian dari
pembaruan upaya pengentasan penyakit tuberkulosis End TB, kita perlu kembali ke
prinsip-prinsip utama kesehatan masyarakat. Tuberkulosis (TB) ialah masalah
kesehatan masyarakat global. Pada 2014, 9,6 juta orang di seluruh dunia
terinfeksi penyakit ini dan 1,5 juta penderita TB meninggal dunia. Di kawasan
Asia Tenggara, kawasan dengan jumlah penderita TB terbanyak di dunia,
penyakit ini membunuh 460 ribu orang setiap tahun dan menjangkiti 340 ribu
anak. Upaya keras memberantas TB selalu dilakukan tetapi dengan upaya yang
ada sekarang, keadaan tak akan berubah, orang tetap jatuh sakit, menderita,
dan meninggal karena TB.
Di awal tahun ini,
sebuah upaya diluncurkan untuk melawan TB, dan mengubah keadaan. End TB
Strategy bertujuan untuk menekan angka kematian sebesar 95% dan memotong
kasus baru hingga 90% pada 2035. Dengan begitu, mewujudkan 'Kawasan tanpa
Kematian, Kesakitan, dan Penderitaan akibat TB'. Meskipun ambisius, target
ini dapat dicapai dengan strategi yang didasarkan pada tiga pilar. Pertama,
pentingnya integrasi layanan dan pencegahan berbasis pasien. Kedua, kebijakan
dan sistem penunjang yang kuat. Ketiga, intensifikasi riset dan inovasi. Ini
berarti pemerintah menciptakan dan memberlakukan kebijakan yang mendukung
faktor sosial, ekonomi, dan perilaku yang memengaruhi perawatan dan
pengendalian TB, serta secara khusus menciptakan kebijakan bagi masyarakat
yang paling rentan.
Pemerintah perlu
berusaha keras memastikan dilakukannya deteksi dan perawatan dini bagi
penderita TB sementara untuk mengendalikan penyakit yang terkait dengannya. Pemerintah
juga perlu menganggarkan cukup dana untuk program TB dan mendorongnya dengan
komitmen politis. Riset perlu diperkuat untuk memastikan upaya yang dilakukan
telah efektif, yang berarti penggunaan secara efektif APBN. Lebih penting
lagi, pemerintah perlu memperkecil dampak TB terhadap keadaan keuangan
keluarga yang perlu mengeluarkan dana untuk berbagai keperluan dalam rangka
berobat. Pengentasan kemiskinan, peningkatan gizi, kondisi hidup, dan kerja
yang lebih baik sangat berpengaruh pada upaya mengendalikan TB. Ini semua
memerlukan perubahan di masyarakat secara luas.
Cara paling efektif di
kawasan ini untuk mengendalikan TB ialah dengan meningkatkan cakupan layanan
kesehatan. TB sering menimpa kalangan ekonomi lemah dengan lingkungan yang
kurang sehat. Minimnya layanan kesehatan sering membuat TB tidak terdeteksi
dan pasien tak mendapat pengobatan yang diperlukan. Peningkatan akses
terhadap layanan kesehatan bermutu baik akan meningkatkan kemampuan mencegah,
mengobati, dan menghapus TB serta penyakit terkait, misalnya HIV/AIDS.
Keberhasilan
pengendalian TB akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi.
Kelompok masyarakat
memiliki peran penting mendukung pemerintah dalam peningkatan layanan
kesehatan. Hak anggota masyarakat tertera pada Perjanjian Internasional untuk
Hak Sosial, Ekonomi, dan Budaya perlu diterapkan. Perubahan harus berjalan
langgeng dan jaminan kesehatan menyeluruh menjadi elemen yang sangat
berharga. Kesadaran akan perlunya peningkatan cakupan, pengentasan epidemi TB
di kawasan Asia Tenggara, terutama terkait dengan resistensi terhadap
obat-juga memerlukan kerja sama antarnegara. Penguatan pencegahan,
pengobatan, dan pengendalian TB di seluruh negara berarti membentuk kerangka
pengelolaan antarnegara terhadap perawatan dan pengobatan bagi kelompok
rentan di setiap bagian kawasan. Ini dapat diraih dengan upaya kolektif semua
negara, mengingat penyakit tak kenal batas negara.
Pada Hari TB Sedunia
dan awal kerja intensif WHO untuk 'End TB', kita berkesempatan untuk
bersama-sama memperbarui resolusi terhadap TB.
Jangan sampai kita
kehilangan kesempatan memanfaatkan momentum ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar