Harga Diri
Samuel Mulia ;
Penulis Kolom PARODI Kompas
Minggu
|
KOMPAS, 17 April
2016
Dalam perjalanan
pulang di dalam taksi, tiba-tiba saya berpikir mengapa orang mengatakan
kepada sesamanya: "Kamu enggak punya harga diri." Apakah memang diri
punya harga? Apakah ketika seorang manusia lahir dari rahim seorang ibu, ia
diberi price tag? Oleh siapa?
Kalau jawabannya
"ya", berapa nilainya? Bagaimana menghitungnya sehingga manusia
yang satu lebih bernilai dari yang lainnya? Kalau tidak, mengapa ungkapan itu
ada?
HPP+margin
Tiba-tiba saya merasa
seperti kupu-kupu malam yang memiliki harga untuk dikencani. Saya sendiri tak
tahu apakah harga yang ditawarkan kupu-kupu malam itu sama dengan harga
dirinya? Apa tujuan ungkapan itu ada atau dibuat? Untuk sebuah cara menilai
manusia? Bagaimana cara menilainya, lha wong cara menghitung harganya saja
tidak tahu.
Saya sempat berpikir
apakah harga diri itu seperti harga barang yang bisa naik dan turun seperti
ayunan, bahkan kadang jeblok dan modal saja tak kembali. Apakah untuk
menghitung harganya seperti harga barang? Cost ditambah keuntungan?
Apakah nilai saya
sebagai anak bapak dan ibu itu ditentukan dengan harga pokok penjualan, yaitu
semua biaya yang muncul untuk menghasilkan produk (saya) yang dihitung mulai
dari persetubuhan yang dilakukan oleh keduanya, sampai saya lahir dan tumbuh
dewasa dan bisa mencari uang sendiri?
Termasuk membeli
popok, susu, sekolah, les ini dan les itu, beli baju, kemudian di akhir
perhitungan ditambahkan margin. Nah, besarnya marginnya dihitung berdasarkan
hasil tes IQ si anak. Kalau super brilian bisa lebih dari 100 persen sama
seperti kalau memesan air mineral standar di hotel berbintang lima.
Dan, kalau IQ-nya
seperti saya yang gitudeh itu, maka yaa. terima saja kalau keuntungannya
seimprit, atau paling tidak kembali modal saja sudah bersyukur. Ataukah
besarnya margin itu ditentukan dari keturunannya?
Darah biru atau darah
merah biasa. Keturunan orang kaya lama atau orang kaya baru-baru saja atau
baru-baru saja bisa kaya? Atau masih keturunan pahlawan bangsa atau
selebritas kondang sejagat raya? Atau keturunan manusia waras dan yang satu
keturunan manusia yang setengah waras?
Ada harga, ada rupa
Bagaimana kalau diri
saya dihargai tinggi seperti barang bermerek supermahal, macam jam tangan dan
mobil mewah, tetapi suatu hari ternyata barang mahal itu ada cacatnya? Apakah
orang lain akan mencibir atau malah memaklumi karena harganya itu terkait
dengan merek kondang, dan mereka tetap tidak kapok untuk membeli?
Anda bisa bayangkan
kalau harga diri saya sudah murah dan cacat pula. Apakah saya mendapat
penghinaan, atau malah orang juga akan memaklumi dengan berkicau. "Yaah.
namanya juga murahan. Ada harga, ada rupa, Bro."
Saya sudah lebih dari
setengah abad hidup sendiri dan sampai sekarang belum punya pasangan alias
tidak laku. Teman saya menegur. "Enggak boleh bilang begitu. Belum ada
yang mau, bukan enggak ada yang mau."
Kalau memang benar
teguran itu, dan benar belum ada yang mau dengan saya, mengapa belumnya lama
sekali? Apakah karena harga saya terlalu tinggi? Yang berminat banyak, tetapi
mundur teratur karena harga yang bikin deg-degan. Atau harganya kerendahan
dan tidak memberikan gengsi kepada pembelinya?
Rasa penasaranlah yang
membuat saya melihat kamus seperti biasanya. Penasaran akan makna harga diri
sesungguhnya. Maka ini yang saya dapatkan. Dalam bahasa Inggris harga diri
disebut self esteem. Self esteem memiliki persamaan dengan self-respect,
self-confidence adalah di mana seorang memberikan penilaian terhadap dirinya.
Oh... jadi selama ini
saya keliru mengartikannya. Saya pikir harga diri itu adalah harga seperti
saya melihat price tag yang mampu
mengundang jeritan: "Buset mahal buanget atau gila murah amat."
Artinya saya menilai angka yang saya lihat.
Ternyata... harga diri
itu bukan sebuah penilaian saya terhadap orang lain yang saya lihat, tetapi
merekalah yang menilai diri mereka sendiri. Berarti kalau saya beberapa kali
berkomentar, "Orang, kok, seperti gak punya harga diri", berarti
saya keliru.
Kalaupun seseorang
melakukan kejahatan, orang lain berhak menangkap karena dirugikan, tetapi
dari penilaian yang bersangkutan tidaklah demikian adanya. Kalaupun di mata
saya nilai yang mereka berikan untuk diri mereka sendiri begitu rendahnya,
seperti barang kacangan, itu pun adalah hak mereka dalam menghitung "HPP
dan margin" kehidupan mereka. Harga diri adalah bersifat individual.
Maka istilah "ada
harga ada rupa" mungkin tak selalu benar adanya. Bukankah Anda dan saya
bisa jadi kelihatan baik dan santun di hadapan sejuta manusia. Mungkin Anda
dan saya tidak korup, tidak berselingkuh, tidak menjual diri sehingga orang
menilai harga diri kita tinggi sekali.
Tetapi, apakah mereka
tahu, kalau secara diam-diam, Anda dan saya berkawan akrab dengan
ketidakbaikan dalam bentuk yang lain? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar