Rabu, 05 Agustus 2015

Orang di Balik Layar

Orang di Balik Layar

James Luhulima  ;   Wartawan Senior Kompas
                                                       KOMPAS, 04 Agustus 2015      

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Tepat 48 tahun lalu, 4 Agustus 1969, berita ”Rakyat Irian Barat Tetap Memilih Indonesia” muncul sebagai berita utama di halaman pertama harian Kompas. Dua hari sebelumnya, 2 Agustus 1969, rakyat Irian Barat (kini Papua), melalui Penentuan Pendapat Rakyat yang dilaksanakan di bawah pengawasan PBB, memilih untuk bergabung dengan Indonesia ketimbang Belanda.

Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) merupakan pelaksanaan dari Kesepakatan New York (New York Agreement) antara Indonesia dan Belanda di PBB, 15 Agustus 1969.

Keputusan rakyat Irian Barat untuk bergabung dengan Indonesia itu tidak datang tiba-tiba, tetapi melalui perjuangan panjang yang melibatkan banyak orang, termasuk putra-putra daerah Irian Barat. Mereka, antara lain, adalah Ketua Organisasi Pembebasan Irian Barat Johannes Abraham Dimara dan rekan-rekan, Frans Kaisiepo (Gubernur Irian Barat), Dirk Ajamiseba (DPRD-GR), dan Lucas Jouwe (anggota DPR-GR asal Irian Barat).

Sementara di dunia diplomasi muncul juga sejumlah nama, seperti Menteri Luar Negeri Sunarjo, Menlu Soebandrio, Menlu Adam Malik, dan Pembantu Khusus Menlu Urusan Irian Barat Sudjarwo Tjondronegoro serta A Sani dan Roeslan Abdulgani.

Dan, di dalam pertempuran Operasi Trikora untuk menggabungkan Irian Barat dengan Indonesia, yang dicanangkan oleh Presiden Soekarno di Alun-alun Utara Yogyakarta, 19 Desember 1961, muncul juga beberapa nama, seperti Benny Moerdani, Ben Mboi, Soeharto, Leo Wattimena, Yos Sudarso, dan Sudomo.

Tidak mudah

Keberhasilan Indonesia mendapatkan Irian Barat dari tangan Belanda itu sungguh tidak mudah. Diperlukan waktu 24 tahun. Kemerdekaan Indonesia diproklamasikan 17 Agustus 1945. Saat itu, Indonesia mengklaim seluruh wilayah Hindia Belanda, termasuk Irian Barat, sebagai wilayahnya. Namun, Belanda tak mau mengakui klaim itu dan berupaya untuk kembali menguasai Indonesia melalui Aksi Polisionil I (21 Juli-5 Agustus 1947) dan Aksi Polisionil II (19 Desember 1948-5 Januari 1949).

Setelah melalui Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), Perjanjian Roem-Royen (1949), serta kecaman PBB atas aksi polisionil Belanda itu, akhirnya Indonesia bertemu dengan Belanda dalam Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda, 22 Agustus 1949-2 November 1949.

Dalam Konferensi Meja Bundar itu, Belanda mengakui kedaulatan Indonesia, tetapi khusus mengenai Irian Barat disepakati untuk menunda pembahasannya selama satu tahun. Namun, karena Belanda terus menunda pembahasan tentang Irian Barat, akhirnya pada 1954, Perwakilan Tetap Indonesia di PBB memasukkan masalah Irian Barat ke dalam Agenda PBB.

Tak adanya tanggapan yang memadai dari Belanda membuat Presiden Soekarno mencanangkan Operasi Trikora (Tri Komando Rakyat). Operasi itu berakhir pada 15 Agustus 1962 saat Indonesia dan Belanda menandatangani Kesepakatan New York yang isinya Belanda menyerahkan Irian Barat kepada PBB, dalam hal ini United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA).

Kesepakatan itu menetapkan, sebelum akhir tahun 1969 akan diselenggarakan Pepera. Utusan Khusus Sekjen PBB Ortiz Sanz sempat meributkan kecurangan yang dilakukan Indonesia dalam pelaksanaan Pepera. Namun, atas tekanan Amerika Serikat, akhirnya Sidang Majelis Umum PBB, 19 November 1969, menyetujui hasil Pepera dan Irian Barat tergabung dalam Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar