Orang
Besar dari Balkan
Trias Kuncahyono ; Wartawan
Senior Kompas
|
KOMPAS,
31 Juli 2015
Josip Brozovich Tito adalah cerita besar. Kebesarannya
melampaui negaranya: Yugoslavia. Tito, walau pada tahun 1963 diangkat sebagai
presiden seumur hidup (tahun 1953 diangkat menjadi presiden pertama
Yugoslavia), tidak mau membiarkan kekuasaan mengubah dirinya menjadi ideolog
asketik seperti Lenin, tiran yang selalu curiga seperti Joseph Stalin, atau
orang yang serba sok tahu seperti Khrushchev.
Raymond H Anderson dalam artikelnya di The New York Times
(5 Mei 1980), sehari setelah Tito meninggal, menulis, Tito memilih jalan
sendiri. Sikapnya menentang rencana pemimpin Uni Soviet, Joseph Stalin
(1879-1953), untuk mengintegrasikan Yugoslavia ke dalam Blok Komunis Eropa
Timur (1953) adalah salah satu contohnya. Padahal, Tito pernah menjadi
anggota Tentara Merah Uni Soviet dan terlibat dalam Revolusi Rusia 1917.
Dengan sikapnya itu, Tito menjadi pemimpin komunis pertama yang menolak
dominasi Uni Soviet.
Dengan demikian, ia membawa Yugoslavia keluar dari
Comintern (Komunisme Internasional) dan memperkenalkan kebijakan baru:
”netralisme positif”. Dipengaruhi oleh gagasan-gagasan Wakil Presiden Milovan
Djilas, Tito mencoba menciptakan sebuah bentuk sosialisme unik, memberikan
pembagian keuntungan kepada dewan pekerja. Itulah yang kemudian disebut
sebagai sosialisme gaya Yugoslavia—memadukan ideologi marxisme dengan
sentuhan Barat. Hasilnya adalah titoisme, sistem ekonomi ”setengah bebas”,
yakni tidak sepenuhnya diwarnai marxisme dan tidak sepenuhnya diwarnai Barat.
Tiga tahun kemudian, 1956, ia menentang invasi Soviet ke
Hongaria dan Cekoslovakia (1968). Dukungannya terhadap pembentukan Nonblok
(1961)—Tito adalah salah satu dari lima pendiri Gerakan Nonblok: Jawaharlal
Nehru, Soekarno, Gamal Abdel Nasser, dan Kwame Nkrumah—adalah ungkapan tegas
dari sikapnya yang menentang dominasi Soviet. Bagi rakyat Yugoslavia, Tito
adalah ”Bapak Pemersatu”. Dengan slogan ”Persaudaraan dan Persatuan”, ia
memimpin Republik Federal Sosialis Yugoslavia: negeri enam republik di Balkan
(Bosnia-Herzegovina, Kroasia, Macedonia, Montenegro, Serbia, dan Slovenia)
yang berbeda etnis dan agama.
Kitab sejarah menuturkan, Yugoslavia berdiri pada tahun
1918, dibentuk oleh Serbia, Montenegro, Macedonia, Kroasia, Slovenia, dan
Bosnia-Herzegovina. Sebenarnya Serbia dan Montenegro sudah merupakan negara
merdeka sejak 1878. Macedonia adalah taklukan Serbia sejak Perang Balkan I
(1912-1913). Sementara yang lain adalah negara-negara bagian taklukan Kerajaan
Austro-Hongaria. Saat pecah Perang Dunia (PD) II, peta itu berubah. Jerman
mendirikan negara boneka Kroasia yang meliputi Bosnia-Herzegovina. Warisan PD
II inilah yang diterima Tito.
Saat berkuasa, Tito menciptakan sistem politik monopartai
(partai tunggal) dan sistem ekonomi sentralistik. Ia juga menumpas semua
gerakan nasionalis-republik (Pedro Ramet, Yugoslavia in the 1980s). Tito juga
menempatkan setiap wakil dari negara federal dalam dewan kepresidenan.
Tujuannya adalah menghilangkan nasionalisme etnis. Yugoslavia adalah negara
multinasional yang terdiri atas banyak kelompok etnis dan agama. Mereka
bersatu karena tangan kuat Tito.
Ketika orang besar itu tiada—4 Mei 1980—Yugoslavia pun
bubar, bagai sapu lidi tanpa suh (pengikat), dan dikotori pertumpahan darah
tak terkira. Hal itu terjadi, antara lain, karena isu primordial yang
sebelumnya bisa diredam menjadi liar tak terkendali; kuatnya tuntutan
desentralisasi di bidang ekonomi dan politik; tuntutan otonomi republik yang
makin kental dan kuat, menentang dominasi salah satu etnis, Serbia.
Orang besar itu telah tiada. Yugoslavia adalah masa lalu. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar