Rabu, 05 Agustus 2015

Menjadikan Papua Ibu Kota Kedua

Menjadikan Papua Ibu Kota Kedua

Bambang Setiaji ;   Rektor Universitas Muhammadiyah Surakarta
                                                      JAWA POS, 01 Agustus 2015     

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

TRAGEDI Tolikara mungkin tidak perlu terjadi bila keadaan Papua tidak setertinggal sekarang. Bayang-bayang Papua akan melepaskan diri karena ketidakadilan kemajuan yang dicapai antara wilayah barat dan Papua pun tidak selebar ini. Hal seperti itu bukanlah tanpa alasan.

Tidak mudah membangun Papua. Wilayahnya sangat luas. Provinsi Papua dan Papua Barat seluas 3,2 kali luas Pulau Jawa dengan jumlah penduduk 3,6 juta atau 2,5 persen penduduk Jawa. Bila kemajuan Papua hanya diserahkan kepada swasta tanpa campur tangan negara, tentu butuh waktu yang sangat lama dan mungkin akan terlambat.

Swasta akan selalu mempertimbangkan pasar. Usaha akan ditempatkan di lokasi yang secara relatif paling murah yang merupakan perpaduan biaya dan pasar. Dengan penduduk hanya 3,6 juta dan wilayah yang begitu luas, menempatkan industri di Papua tentu kurang menarik jika dibandingkan dengan di Jawa. Pindahkan Beberapa Kantor Kementerian Perkembangan internet akhirakhir ini merupakan keajaiban yang menyatukan Indonesia. Tetapi, pasar yang riil tetap bersandar pada jumlah penduduk tertentu. Bagaimana cara menjadikan Papua semaju barat? Tidak ada jalan lain kecuali memindahkan sumber kemajuan ke pulau tersebut. Selama ini, Papua hanya menjadi sasaran transmigrasi. Hal itu membawa sedikit kemajuan Papua. Tetapi, tetap terlalu lama untuk mengejar kemajuan di bagian barat.

Untuk membuat lompatan sejajar dengan Indonesia Barat, dari sisi negara, satu-satunya jalan adalah memindahkan beberapa kementerian dan kantor wakil presiden. Dengan demikian, yang dipindahkan adalah puncak kemajuan itu, baik dalam arti ekonomi, politik, maupun birokrasi.

Dengan memindahkan secara fisik beberapa kantor kementerian, sejak pembangunan kantor tersebut, kema- juan sudah terjadi di Papua. Setelah masa investasi berakhir, akan terbentuk pasar berkualitas yang cukup. Infrastruktur yang dibangun akan semakin efisien dalam arti penggunaan yang cukup. Demikianlah campur tangan negara dalam waktu yang relatif singkat. Transmigrasi kurang diminati warga Papua karena membuat kemajuan melambat dan tidak membawa market yang spektakuler yang bisa membuat industri di Papua mencapai skala keekonomian.

Industri yang paling dekat dikembangkan di Papua adalah industri primer, ternak sapi sebagai pengganti impor daging penyuplai seluruh kebutuhan daging Nusantara. Selanjutnya, industri perikanan laut dengan tingkat pencemaran yang masih rendah. Untuk itu, diperlukan infrastruktur pelabuhan dan cool storage untuk membawa daging ke barat.

Jadi, tahap membangun Papua adalah menciptakan pasar dan user infrastruktur berkualitas dengan bantuan negara dengan memindahkan beberapa kementerian dan kantor Wapres. Tahap berikutnya adalah pembangunan industri primer kombinasi negara dan swasta. Selanjutnya, industri infrastruktur dasar semen, barang galian, dan logam dasar. Tentu saja, jasa-jasa seperti perbankan, hotel, restoran, dan pendidikan menyertai setiap tahap tersebut.

Cicak Putus Ekornya

Mengapa Papua harus dibangun dengan cepat? Siapa saja yang berkunjung ke Papua dan berusaha memahami apa yang terjadi pasti setuju dengan kata ”cepat” ini. Kebetulan, Papua suka melukis cicak seperti aborigin di Australia. Cicak bisa putus ekornya dan bukan kepalanya. Lihatlah rumah sakit ortopedi, sangat banyak orang yang patah kaki dan tangan yang ternyata memang rawan patah. Anatomi biologi sama dengan anatomi politik, ekonomi, dan sosial.

Apa yang terjadi pada Papua dari proposal terbuka ini? Papua akan maju melompat tidak natural dan lama, yang membuat siapa pun tidak sabar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Masyarakat Papua akan bangga karena tidak lagi menjadi ekor, tetapi ibu kota kedua.

Dengan demikian, nasionalisme meningkat. Hal itu akan menjadi multikultur yang menarik swasta. Industri pun datang secara sukarela dan akan menghilangkan banyak prasangka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar