Menjadikan Papua Ibu Kota Kedua
Bambang Setiaji ;
Rektor Universitas Muhammadiyah
Surakarta
|
JAWA
POS, 01 Agustus 2015
TRAGEDI Tolikara mungkin tidak perlu terjadi bila keadaan
Papua tidak setertinggal sekarang. Bayang-bayang Papua akan melepaskan diri
karena ketidakadilan kemajuan yang dicapai antara wilayah barat dan Papua pun
tidak selebar ini. Hal seperti itu bukanlah tanpa alasan.
Tidak mudah membangun Papua. Wilayahnya sangat luas.
Provinsi Papua dan Papua Barat seluas 3,2 kali luas Pulau Jawa dengan jumlah
penduduk 3,6 juta atau 2,5 persen penduduk Jawa. Bila kemajuan Papua hanya
diserahkan kepada swasta tanpa campur tangan negara, tentu butuh waktu yang
sangat lama dan mungkin akan terlambat.
Swasta akan selalu mempertimbangkan pasar. Usaha akan
ditempatkan di lokasi yang secara relatif paling murah yang merupakan
perpaduan biaya dan pasar. Dengan penduduk hanya 3,6 juta dan wilayah yang
begitu luas, menempatkan industri di Papua tentu kurang menarik jika
dibandingkan dengan di Jawa. Pindahkan Beberapa Kantor Kementerian
Perkembangan internet akhirakhir ini merupakan keajaiban yang menyatukan
Indonesia. Tetapi, pasar yang riil tetap bersandar pada jumlah penduduk
tertentu. Bagaimana cara menjadikan Papua semaju barat? Tidak ada jalan lain
kecuali memindahkan sumber kemajuan ke pulau tersebut. Selama ini, Papua
hanya menjadi sasaran transmigrasi. Hal itu membawa sedikit kemajuan Papua.
Tetapi, tetap terlalu lama untuk mengejar kemajuan di bagian barat.
Untuk membuat lompatan sejajar dengan Indonesia Barat,
dari sisi negara, satu-satunya jalan adalah memindahkan beberapa kementerian
dan kantor wakil presiden. Dengan demikian, yang dipindahkan adalah puncak
kemajuan itu, baik dalam arti ekonomi, politik, maupun birokrasi.
Dengan memindahkan secara fisik beberapa kantor
kementerian, sejak pembangunan kantor tersebut, kema- juan sudah terjadi di
Papua. Setelah masa investasi berakhir, akan terbentuk pasar berkualitas yang
cukup. Infrastruktur yang dibangun akan semakin efisien dalam arti penggunaan
yang cukup. Demikianlah campur tangan negara dalam waktu yang relatif
singkat. Transmigrasi kurang diminati warga Papua karena membuat kemajuan
melambat dan tidak membawa market yang spektakuler yang bisa membuat industri
di Papua mencapai skala keekonomian.
Industri yang paling dekat dikembangkan di Papua adalah
industri primer, ternak sapi sebagai pengganti impor daging penyuplai seluruh
kebutuhan daging Nusantara. Selanjutnya, industri perikanan laut dengan
tingkat pencemaran yang masih rendah. Untuk itu, diperlukan infrastruktur
pelabuhan dan cool storage untuk membawa daging ke barat.
Jadi, tahap membangun Papua adalah menciptakan pasar dan
user infrastruktur berkualitas dengan bantuan negara dengan memindahkan
beberapa kementerian dan kantor Wapres. Tahap berikutnya adalah pembangunan
industri primer kombinasi negara dan swasta. Selanjutnya, industri
infrastruktur dasar semen, barang galian, dan logam dasar. Tentu saja,
jasa-jasa seperti perbankan, hotel, restoran, dan pendidikan menyertai setiap
tahap tersebut.
Cicak Putus Ekornya
Mengapa Papua harus dibangun dengan cepat? Siapa saja yang
berkunjung ke Papua dan berusaha memahami apa yang terjadi pasti setuju
dengan kata ”cepat” ini. Kebetulan, Papua suka melukis cicak seperti aborigin
di Australia. Cicak bisa putus ekornya dan bukan kepalanya. Lihatlah rumah
sakit ortopedi, sangat banyak orang yang patah kaki dan tangan yang ternyata
memang rawan patah. Anatomi biologi sama dengan anatomi politik, ekonomi, dan
sosial.
Apa yang terjadi pada Papua dari proposal terbuka ini?
Papua akan maju melompat tidak natural dan lama, yang membuat siapa pun tidak
sabar, baik dalam negeri maupun luar negeri. Masyarakat Papua akan bangga
karena tidak lagi menjadi ekor, tetapi ibu kota kedua.
Dengan demikian, nasionalisme meningkat. Hal itu akan
menjadi multikultur yang menarik swasta. Industri pun datang secara sukarela
dan akan menghilangkan banyak prasangka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar