Hari Keluarga Nasional
Arswendo Atmowiloto ;
Budayawan
|
KORAN
JAKARTA, 01 Agustus 2015
Hari Sabtu ini, ada peringatan Hari Keluarga Nasional,
Harganas, yang dipusatkan di Tangerang, dan dihadiri Presiden Jokowi. Ini
merupakan peringatan yang ke 22. Harganas sudah dimulai sejak tahun 1993,
dengan penyelenggara BKKBN, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional. Dilihat dari sejarahnya lahirnya Harganas masih berbau Orde Baru.
Tanggal pelaksanaan jatuh 29 Juni, yang diambil dari para pejuang yang
setelah merebut Yogya bisa berkumpul bersama keluarga. Tak apa. PBB,
Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan tanggal 15 Mei, sebagai Family Day. Dan
beberapa negara lain memilih sesuai dengan sejarah atau selera masingmasing.
Bahwa keluarga, bagian terkecil dari sebuah komunitas di
masyarakat mendapat perhatian di dunia, rasanya tak ada yang mempertanyakan.
Semua Negara menganggap keluarga adalah unsur penting dalam masyarakat.
Kira-kira slogan umum adalah: dari keluarga yang baik, muncul masyarakat yang
baik, dan berkehendak baik. Dari segi rohani maupun jasmani.
Berbuat terbaik untuk keluarga, adalah pendekatan
menyeluruh yang antara dengan pendekatan keluarga berencana. Dalam hal ini
PBB memberikan penghargaan negeri ini dengan UN Population Awards, pada tahun
1994. Negeri ini termasuk terdepan dalam menangani urusan
kependudukan—kelahiran, juga kematian, juga perpindahan, sehingga banyak
Negara lain berguru di sini.
BKKBN hadir dalam percaturan pembicaraan, juga dalam lomba
lawak, lomba penulisan, serta puluhan kegiatan lain. Advokasi yang dilakukan
seakan menyatu dengan kegiatan masyarakat lengkap dengan humor sehari-hari
soal kondom, misalnya. Lembaga pemerintah nondepartemen ini juga bergandengan
dengan lembaga lain, semisal PKK, Pembinaan Kesejahteraan Keluarga. Sangat
mungkin nama-nama yang makin asing di mata anak muda, dan sekarang ini adalah
kesempatan untuk melihat, mengingat, dan meningkatkan kemampuannya yang
memukau dalam merangkul masalah keluarga. Ketika para ahli merumuskan persoalan
keluarga dalam fungsi reproduksi yang bertanggung jawab, dukungan ekonomi
serta dukungan emosional, dalam peraturan pemerintah terkaitkan maslah agama,
sosial budaya dan lingkungan. Dengan kata lain, secara teori pemahaman
mengenai peran keluarga sangat dipahami. Bahkan secara nasional.
Seperti yang terjadi pagi ini ketika tokoh, para pelaku
berkumpul bersama. Setahun sekali, berpindah dari satu tempat ke tempat yang
lain seraya menampilkan potensi daerah sebenarnya bisa menjadikan momentum
yang baik. Dalam artian memberi peluang menemukan makna sebuah keluarga.
Bahwa sesungguhnya, kumpul dan makan bersama seluruh anggota keluarga, adalah
perekat dan komunikasi yang sangat berarti. Dan berbagai persoalan lain yang
diselesaikan dengan diplomasi kumpul bersama. Inilah yang diharapkan
terjadinya “menjadi keluarga yang lebih baik.” Terutama ketika makin
tersiarkan berbagai kabar yang terkait keretakan keluarga: baik hubungan
perkawinan, anak menuntut orang tua, orang tua menelantarkan anak, sampai
segala bentuk kekerasan atau bahkan sampai kasus pembunuhan.
Harganas bisa menjadi pegangan dan pijakan untuk
merumuskan dan menjalankan pendekatan baru, juga jurusjurus baru. Harta yang
paling berharga adalah keluarga, lirik lagu masih terdengar dinyanyikan secara
koor oleh anak-anak, namun mereka menambahi apa jadinya jika tak ada
pekerjaan bagi orang tua, tak ada kesempatan bagi-bagi anak untuk sekolah,
untuk berkreasi.
Barangkali pada anak-anak itu kita melihat keberadaan
sebuah keluarga. Dan menjadikan lebih baik, karena istana yang paling megah,
seperti juga puisi yang paling indah, adalah keluarga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar