Dua Tentang
Eko Endarmoko Munsyi ;
Penulis Tesaurus Bahasa Indonesia
|
KOMPAS,
01 Agustus 2015
Perbincangan berikut bermaksud kembali membicarakan tentang kata
tentang setelah Masmimar
Mangiang, pemerhati bahasa Indonesia yang telaten dan jernih, menulis soal
yang sama dalam catatannya (berjudul "Tentang 'Tentang'") di media
sosial fesbuk, 26 Juli 2015. Perlulah saya utarakan di awal sini, barangsiapa
tidak melihat masalah dalam kalimat pertama tulisan ini, saya kira ia belum,
dan karenanya sangat perlu, membaca tulisan Masmimar tadi. Tampaknya baik
saya ringkaskan lebih dulu pandangan Masmimar tersebut dan baru kemudian
merentangkannya ke medan yang sedikit lebih lebar.
Masalah kebahasaan di kalimat awal-yang bersinggungan
dengan tulisan Masmimar-itu terletak pada frase "membicarakan
tentang". Boleh kita duga, orang yang rasa atau kepekaan bahasanya tipis
tidak melihat ada persoalan di sana. Seperti dia yang kurang menyadari adanya
jarak yang sangat jauh antara tentang yang punya arti (1) perihal, mengenai
dan yang bermakna (2) lawan, tolak. Maka mestinya ada dua, bukan hanya satu,
kata tentang. Soal ini nanti kita bincangkan lagi. Atau kurang peka menangkap
beda miskin, melarat, kere dari duafa, fakir. Terasakah oleh anda nada rada
kasar dan merendahkan kelompok kata bersinonim yang pertama? Kelompok yang
kedua, kita mafhum, lebih sejuk sebab memberi perhatian, simpati. Akan
tetapi, kembali ke perbincangan kita, saya setuju dengan pendapat jitu
Masmimar: "'Membicarakan' adalah kata kerja transitif, kata kerja yang
selalu diikuti objek, dan di antara kata kerja transitif dengan objek itu
tidak diperlukan preposisi (seperti 'tentang')." Senada dengan ini
adalah konstruksi "membahas tentang".
Bagaimana bisa tentang menyerobot masuk ke wilayah
"terlarang" itu? Saya pikir di situ ada pengaruh atau interferensi
dari cara ungkap berbeda untuk maksud yang sama. Lihatlah dua pasang
konstruksi ini:
membicarakan (tentang) kata tentang - pembicaraan tentang
kata tentang
membahas (tentang) kata tentang - pembahasan tentang kata
tentang
Hadirnya tentang yang mubazir di antara kata kerja
transitif dan obyek tadi, saya kira, akibat terjadinya semacam korsleting di
otak. Asosiasi, pikiran, atau ingatan si penutur tanpa sadar menaut pada
bentuk "pembicaraan tentang" dan "pembahasan tentang". Di
tengah proses merumuskan ide, antara lain memilih kata yang tepat dan mereka
kalimat dengan awal "membicarakan" yang pas, secara mendadak
pikiran membelok, tergiring ke semacam pola pengalimatan yang sudah tercetak
di dalam kepala. Prosesnya kira-kira serupa roda kereta api yang berjalan di
atas simpangan rel, berkelok mendadak menyimpangi arah semula.
Melihat kata tentang lebih dekat lagi, bakal kita jumpai
satu soal yang lain. Dalam banyak konteks, tadi saya sudah menyinggungnya
sambil lalu, tentang sedikitnya
punya dua kelas kata dengan dua arti. Sebagai partikel ia punya arti perihal, mengenai, dan sebagai verba tentang berarti lawan, tolak. Yang menarik, bila mendapat imbuhan, keretakan
makna menjadi tampak kentara. Menentang, yang semakna dengan melawan,
membandel, membangkang, memberontak, memerangi, memprotes, mendurhaka, sama
sekali tak lagi punya pertalian makna dengan tentang dalam arti perihal,
mengenai. Di sini tentang dan menentang sudah saling menjauhi,
sama-sama minta cerai. Juga menarik adalah, kata mengenai sebagai partikel searti dengan tentang, sementara sebagai verba ia punya makna kena, mengantuk, menyenggol, menyentuh,
menyinggung, menyerempet.
Berbeda secara mendasar dengan tentang (partikel) dan derivatnya, menentang (verba), yang artinya jadi sangat berjauhan, mengenai (partikel) dan kena (verba) masih punya hubungan
darah yang rapat, berada di medan makna yang sama. Maka berbeda dari Tesaurus
Bahasa Indonesia edisi I dan kamus bahasa Indonesia, dalam Tesamoko (Tesaurus
Bahasa Indonesia edisi revisi-sudah di meja penerbit sejak Juni lalu) saya
tak lagi menempatkan beberapa gugus kata yang berkerabat dengan tentang sebagai polisemi, melainkan memilahnya ke dua kata tentang sebagai homonimi.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar