Doa
Ujian Nasional
Sarlito Wirawan Sarwono ; Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas
Indonesia
|
KORAN SINDO, 10 Mei 2015
Menjelang ujian
nasional (UN) SMA dan sederajat, makam KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di
Ponpes Tebuireng Jombang didatangi ratusan pelajar.
Mereka berdoa secara
khusyuk agar diberi ketenangan dalam mengerjakan soal-soal ujian. Teuku
Azwani, petugas protokoler Ponpes Tebuireng, mengungkapkan, ”Puncaknya,
Minggu tadi pagi. Ribuan santri Ponpes Tebuireng dan sekitarnya yang juga
siswa MA (madrasah aliah) istigasah,” ujar Azwani, Minggu (12/4/2015).
TEMANGGUNG – Acara doa
bersama sebagai persiapan ujian nasional dihiasi tangis siswa. Pemandangan
ini terlihat di SMK 17 Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (8/4/2015).
MEDAN – Sudah menjadi
tradisi setiap menjelang pelaksanaan ujian nasional (UN), SMA Harapan I Medan
mengadakan kegiatan ritual kerohanian. Kegiatan zikir dan doa bersama itu
dipimpin Al Ustaz Drs H Fadli Said MA, sekaligus mohon ampun serta doa restu
dari orang tua maupun para guru. Pada acara ritual itu, beberapa siswi tampak
menahan haru dan tangis saat berdoa.
MANADO– Senin
(13/4/2015) pagi pukul 07.00 Wita, Wakil Wali Kota Manado Harley Mangindaan
memimpin doa pembukaan ujian nasional di SMA dan SMK Kristen Elfatah Manado.
”Pagi adik-adik, so siap samua? So berdoa? Boleh kita pimpin doa for torang ?
Mari kita berdoa,” kata Harley saat menyapa para siswa di salah satu ruangan
yang sudah bersiap ujian.
KOTA KEFAMENANU –
Sejumlah siswa SMA dan SMK di Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara
(TTU), Nusa Tenggara Timur menggelar doa novena bersama untuk menghadapi
ujian nasional yang akan digelar pada Senin (13/4/2015) besok. Mereka berdoa
di dua tempat berbeda, yakni Gua Maria Sabuin di Kelurahan Kefamenanu Selatan
dan Gua Maria Gereja Santa Theresia di Kelurahan Aplasi. Dua tempat doa ini
sudah dikunjungi sejak Sabtu (11/4/2015) hingga Minggu (12/4/2015) malam ini.
DENPASAR – Jelang
pelaksanaan ujian nasional (UN) jenjang pendidikan SMA sederajat pada Senin,
13 April 2015, sejumlah SMA di Denpasar menggelar persembahyangan bersama
pada Sabtu (11/ 04/ 2015), bertepatan dengan hari suci Tumpek Wayang. SMAN 1
Denpasar memilih waktu sembahyang di pagi hari sekitar pukul 08.00 Wita,
sedangkan SMAN 3 Denpasar dan sejumlah SMA lainnya memilih melakukan
persembahyangan di sore hari.
Itu hanya sekelumit
contoh dari bagaimana caranya siswa-siswa SMA dan SMK ketika menghadapi UN.
Kalau mau ditelusuri, gejala doa dan tangis menjelang UN (DTUN) ini terjadi
di mana-mana di seluruh Indonesia, tanpa memandang perbedaan agama. Tahun ini
hasil UN tidak lagi menentukan kelulusan siswa, itu pun DTUN berlangsung
dengan dahsyat, apalagi di tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya, DTUN
berlangsung lebih dahsyat lagi.
Di sisi lain, sudah
menjadi rahasia umum bahwa musim UN berarti juga musim bocoran, jual-beli
soal, dan pada hari H banyak siswa yang menyiapkan contekan, baik yang
menggunakan teknologi modern seperti HP, maupun yang menggunakan teknik
konvensional seperti kertas contekan. Pokoknya pas sekali dengan anjuran
semua agama, berdoa dan berusaha, atau dalam bahasa latinnya: Ora et Labora,
walaupun sebetulnya yang dimaksud berusaha adalah bekerja keras, belajar,
berlatih, fokus pada pelajaran dan lain-lain, bukannya berusaha untuk membeli
soal bocoran dan membuat contekan.
Anehnya DTUN ini bukan
hanya dilakukan murid, melainkan juga didukung penuh oleh guru dan orang tua
yang menyiapkan upacara yang sakral, termasuk murid-murid meminta maaf kepada
orang tua seperti saat mau jadi pengantin. Tentunya air mata tak terbendung
lagi. Demikian juga halnya dengan program pencontekan. Bukan cuma murid yang
sibuk, orang tua dan guru sering kali juga terlibat. Orang tua siapkan dana,
guru mengupayakan bocoran.
Namun, saya belum
pernah mendengar bahwa DTUN juga eksis di negara-negara lain seperti Jepang,
Singapura, dan Malaysia. Apalagi Amerika Serikat. Dalam psikologi, gejala ini
dijelaskan oleh psikolog AS, Julian B Rotter (1916-2014) dengan sebuah teori
tentang Locus of Control (Pusat
Kendali). Sebagian orang merasa bahwa segala sesuatu yang terjadi pada
dirinya bahkan di lingkungan sekitarnya adalah hasil upayanya sendiri.
Kalau lulus ujian, dia
merasa bahwa penyebabnya adalah karena dia sudah belajar dengan baik. Kalau
tidak lulus, kesalahannya ada pada dirinya sendiri juga yang kurang belajar.
Rotter menamakan orang seperti ini mempunyai Locus of Control Internal. Sebaliknya, ada orang yang merasa
bahwa segala sesuatu ditentukan faktor-faktor di luar dirinya sendiri. Kalau
dia lulus ujian, penyebabnya adalah karena rida Allah, atau guru yang murah
hati, atau soalnya yang kebetulan mudah. Kalau gagal, ya sebaliknya.
Tuhan sedang
menghukumnya, nasib tidak baik, atau soalnya yang terlalu sulit. Orang
seperti ini mempunyai Locus of Control
External. Untuk mencapai suatu tujuan, orang dengan Locus of Control Internal akan lebih memusatkan dirinya pada
usaha, sedangkan orang dengan Locus of
Control External lebih senang berdoa sekhusyuk mungkin, ditambah dengan
mencari bocoran.
Susahnya, Locus of Control External ini masih
mendominasi kebanyakan bangsa Indonesia, khususnya para pengamat, pakar
politik, dan politisinya. Alih-alih bekerja lebih keras dan saling
berkolaborasi (termasuk dengan pemerintah) untuk misalnya, merealisasikan
Nawacita, mereka (termasuk anggota DPR dari fraksi pendukung pemerintah)
lebih senang menyalahkan Presiden Jokowi dan menyuruhnya turun (beberapa
anggota DPR sudah menyiapkan mosi tidak percaya, bahkan impeachment).
Jujur saja, yang belum
pernah saya dengar menyalahkan Jokowi di depan umum adalah Prabowo. Menurut
hemat saya, walaupun berbeda pandangan politiknya, Prabowo dan Jokowi
sama-sama orang dengan Locus of Control
Internal. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar