Internasionalisasi
Perguruan Tinggi Muhammadiyah
Muslich Hartadi Sutanto ; Ketua Kantor Urusan Internasional
Universitas Muhammadiyah Surakarta
|
KORAN SINDO, 15 April 2015
Era globalisasi saat ini, di mana perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi demikian pesat serta semakin mudahnya mobilitas
antarnegara, telah membuat batas kewilayahan antarnegara semakin tidak
tampak.
Hal tersebut menjadi peluang sekaligus tantangan bagi hampir
seluruh negara di dunia. Dalam rangka meningkatkan ketahanan regional untuk
menghadapi globalisasi, negara-negara ASEAN pada KTT Ke-14 2008 di Thailand
telah meratifikasi piagam ASEAN dan menyepakati pengimplementasian tiga pilar
ASEAN Commmunity yaitu ASEAN Economic Community, ASEAN Security Community,
dan ASEAN Socio-Cultural Community.
Menyongsong pemberlakuan Komunitas Ekonomi ASEAN pada 31
Desember 2015 yang sudah di depan mata, penerapan kebijakan pendidikan yang
tepat sangatlah penting mengingat pendidikan merupakan faktor penentu
kualitas dan kompetensi sumber daya insani. Pada era globalisasi saat ini,
data OECD (2011) menunjukkan bahwa pada rentang tahun 2000-2009 jumlah
mahasiswa yang belajar di luar negaranya mengalami pertumbuhan sekitar 6,5%.
Lebih lanjut Al-Franseder dan Fellinger (2012) memaparkan,
secara garis besar mahasiswa yang mempunyai pengalaman mobilitas
internasional lebih unggul dibanding dengan yang tidak. Namun, perlu
diwaspadai bahwa di negara berkembang aktivitas mobilitas internasional tidak
terjangkau biayanya oleh sebagian besar mahasiswa. Hal ini menimbulkan
kekhawatiran adanya jurang kesempatan yang semakin besar bagi kalangan mampu
dan kurang mampu.
Strategi yang bisa dilakukan untuk mengatasi keterbatasan
tersebut adalah dengan menerapkan kebijakan ”internationalization at home”,
yaitu dengan memberikan kompetensi internasional kepada mahasiswa untuk
menghadapi globalisasi tanpa mereka perlu melakukan mobilitas internasional
seperti halnya ketika sebagian besar orang Indonesia belajar Islam tanpa
harus pergi ke Timur Tengah. Internasionalisasi pengetahuan sebetulnya
bukanlah fenomena baru.
Sejak lama para cerdik cendekia telah melakukan perjalanan
lintas batas negara di berbagai penjuru dunia dalam rangka memperkaya
pengetahuan dan pengalaman. Ibnu Batutah, seorang cendekiawan Maroko,
melakukan perjalanan untuk memperkaya ilmu pengetahuannya ke lebih dari 40
negara di Afrika, Eropa, dan Asia pada abad ke-14.
Menurut Holsinger (2003) dari hasil pengembaraannya untuk
memperkaya pengetahuan tersebut, Ibnu Batutah telah memprediksi perkembangan
sebuah kerajaan kecil di Anatolia yang di kemudian hari menjadi pusat
Kekaisaran Ottoman di Turki pada abad ke-15 dan meramalkan bahwa Tiongkok
akan menjadi salah satu pusat kekuasaan dunia di masa depan.
Beelen dan De Wit (2012) menekankan bahwa sejak pertengahan
1980-an internasionalisasi pendidikan tinggi telah berkembang pesat di
negaranegara Barat, di mana isu tersebut mulai menjadi agenda utama
pemerintah, institusi pendidikan tinggi, institusi akreditasi dan
pemeringkatan, serta organisasi internasional.
Kesempatan kerja internasional juga telah menjadi faktor
pendorong bagi institusi pendidikan tinggi untuk menyediakan lulusan yang
mempunyai pengalaman internasional bagi lapangan kerja global. Molony dkk
(2011) dalam paparannya di ”QS Global Employer Survey 2011” menyampaikan
bahwa atribut pengalaman internasional seperti kemampuan berbahasa asing dan
komunikasi lintas budaya sangat diperhitungkan di lapangan kerja global.
Akan tetapi, ada keprihatinan yang berkembang bahwa nilai tambah
yang merupakan fokus utama dalam konsep internasionalisasi tradisional
mendapatkan tantangan berat dari internasionalisasi yang lebih berfokus pada
komersialisasi. Karena itu, Van Liempd (2013) meyakini bahwa tanggung jawab
sosial pendidikan tinggi akan memberikan dampak besar pada internasionalisasi
pendidikan tinggi di masa depan.
Persyarikatan Muhammadiyah yang menaungi 170-an institusi
pendidikan tinggi dan sudah sejak tahun 1912 berkiprah dalam bidang
pendidikan di Indonesia menyadari betul pentingnya internasionalisasi gerakan
dan telah melakukan langkah-langkah nyata untuk mengembangkan
internasionalisasi pendidikan tinggi yang tidak hanya menyiapkan sumber daya
insani menghadapi era globalisasi, namun lebih jauh lagi untuk mempromosikan
nilai-nilai kemanusiaan universal.
Di bawah naungan Majelis Dikti PP Muhammadiyah, perguruan tinggi
Muhammadiyah telah membentuk forum Kantor Urusan Internasional Perguruan
Tinggi Muhammadiyah yang mempunyai tugas pokok untuk mengembangkan
internasionaliasai perguruan tinggi Muhammadiyah.
Beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah telah mengimplementasikan
konsep ”internationalization at home” dalam rangka menyediakan kesempatan
seluas-luasnya bagi sumber daya insani Indonesia untuk mendapatkan kompetensi
internasional tanpa harus ada mobilitas internasional yang biayanya tidak
terjangkau bagi sebagian masyarakat Indonesia.
Sejak 2009 beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah bekerja sama
dengan Southern Border Administrattive Centre (SBPAC) Thailand memberikan
beasiswa studi di perguruan tinggi Muhammadiyah bagi warga Thailand Selatan.
Bekerja sama dengan KBRI Manila dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI,
beberapa perguruan tinggi Muhammadiyah memberikan beasiswa studi S-2 dan S-3
bagi warga Bangsamoro di Filipina Selatan.
Tidak hanya itu, dengan dukungan Bank Dunia akademisi perguruan
tinggi Muhammadiyah juga terlibat sebagai pendamping bagi penyusunan
konstitusi dasar Bangsamoro.
Pembahasan mengenai internasionalisasi gerakan dan manhaj
Muhammadiyah dalam kemanusiaan universal tersebut dibahas lebih lengkap dan
mendalam pada seminar pramuktamar Muhammadiyah ke-47 di Universitas
Muhammadiyah Surakarta pada 14 April 2015. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar