Terorisme
Bukan Representasi Islam
Faisal Ismail ; Guru
Besar Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta
|
KORAN
SINDO, 06 Maret 2015
Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama dalam pertemuan
puncak di Gedung Putih yang dihadiri 60 delegasi dari 60 negara mengatakan
bahwa teroris dan terorisme tidak identik dengan Islam dan bukan representasi
Islam.
Dengan tegas Obama mengatakan, ”Para teroris itu tidaklah berbicara mewakili satu miliar muslim di
dunia. Mereka menggambarkan diri sebagai pejuang suci, namun sebenarnya
mereka adalah teroris.” (KORAN
SINDO, 28/2). Selanjutnya Presiden AS itu menekankan agar seluruh
pemimpin negara di dunia lebih aktif mencegah radikalisme dan terorisme.
Ideologi, propaganda, perekrut, dan penyandang dana yang
menghasut orang untuk melakukan kekerasan harus ditangani. Benang merah yang
dapat ditarik dari pidato Obama itu teroris dan terorisme adalah musuh
bersama yang harus dilawan dan dikalahkan oleh semua bangsa di dunia ini.
Teroris dan terorisme adalah musuh bersama bangsa-bangsa beradab yang
menegakkan perdamaian, kedamaian, keadaban, dan peradaban.
Pidato Obama itu tentu tidak terlepas dari fenomena
kekerasan dan ”kejahatan” gerakan Islamic State of Iraq and Syria (ISIS)
pimpinan Abu Bakar al-Baghdadi. ISIS di bawah komando al-Baghdadi secara
sadis memenggal kepala beberapa jurnalis (termasuk jurnalis AS), menawan 229
anak, melakukan pembunuhan terhadap orang-orang yang tidak sealiran,
menebar teror, menyebar kebencian dan permusuhan, serta
melakukan pembantaian yang mengerikan di Irak dan Suriah terhadap kelompok
(termasuk anak-anak, kaum wanita, dan orang-orang lanjut usia) yang tidak
seideologi dengan mereka. Kutukan dari masyarakat internasional terhadap
kekejaman ISIS datang dari berbagai belahan dunia.
AS dan sekutu Baratnya (seperti Inggris, Prancis, dan
Jerman) serta negara-negara Arab-muslim saling bekerja sama melakukan
tindakan dan ”serangan” terhadap basis kekuatan ISIS. Komunitas Kurdi di Irak
juga angkat senjata melawan kekejaman ISIS. Kota Kobani yang semula jatuh ke
tangan ISIS kini telah direbut kembali oleh para pejuang Kurdi dari tangan
ISIS. Serangan AS dan sekutu Baratnya dan negara-negara Arab-muslim sudah
memperlihatkan hasilnya yang menyebabkan kekuatan ISIS mulai melemah.
Khawarij, Azahari, Noordin M Top
Dalam jubah yang berbeda, ISIS dapat disamakan dengan
gerakan kaum Khawarij di zaman Islam klasik. Dengan memekikkan jargon ”lahukmaillaAllah” (tidak ada hukum
selain hukum Allah), kaum Khawarij memaknai ayat itu menurut kepentingan
ideologi mereka sendiri dan memandang orang-orang di luar kelompoknya adalah
halal darah mereka untuk dibunuh.
Orang-orang yang tidak sealiran dan tidak seideologi
dengan mereka adalah halal darah mereka untuk dihabisi nyawa mereka. Kaum
Khawarij adalah kelompok yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib karena
Ali menerima tahkim (arbitrase)
dengan Muawiyah bin Abi Sufyan menyusul terjadi Perang Shiffin.
Salah satu korban gerakan radikalis- teroris Khawarij
adalah Khalifah Ali bin Abi Thalib (Khalifah Al-Rasyidin ke-4) yang mereka
bunuh saat salat subuh di Masjid Kufah. Momen yang sakral dan bersifat
ilahiah itu dijadikan kesempatan oleh orang Khawarij untuk menghabisi nyawa
Khalifah Ali bin Abi Thalib. Dua pemimpin muslim lain yang juga ditarget oleh
kaum Khawarij untuk dibunuh adalah Muawiyah bin Abi Sufyan (gubernur Syria)
dan Amru bin Ash (gubernur Mesir).
Tapi, Muawiyah dan Amru selamat dan aman dari ancaman maut
orang-orang Khawarij. Kaum Khawarij dapat dipandang sebagai aliran atau
kelompok teroris pertama dalam sejarah Islam. Di Indonesia gerakan terorisme
antara lain digerakkan oleh Dr Azahari dan Noordin M Top. Keduanya sebenarnya
adalah warga negara Malaysia, tapi melakukan operasi dan aksi teror di
berbagai tempat di Indonesia bersama para teroris di negeri ini.
Azahari dan Noordin dikenal sangat pandai dan mahir
merakit bom. Inilah salah satu ”modal” utama dan senjata ampuh Azahari dan
Noordin dalam melancarkan aksi terornya. Azahari dan Noordin pada masanya
dapat dipandang sebagai inspirator, motivator, dan dinamisator gerakan
terorisme di Indonesia untuk kurun waktu yang cukup panjang.
Densus 88 mengintai dan memburu Azahari dan Noordin dari
waktu ke waktu, tapi keduanya dapat mengelak dan meloloskan diri. Azahari dan
Noordin diidentifikasi sebagai gembong teroris yang menginspirasi dan
mengeksekusi serangkaian aksi pengeboman beberapa gereja di malam Natal
(tahun 2000), bom Bali (2002), bom Hotel JW Marriot (2003), bom Kedubes
Australia (2004), dan bom Mega Kuningan (2009).
Akhirnya Densus 88 pada 2005 melakukan pengepungan dan
menembak mati Dr Azahari di Batu (Malang, Jawa Timur). Dalam penggerebekan,
pada 2009 Densus 88 juga menembak mati Noordin M Top di Surakarta. Kematian
Azahari dan Noordin tidak menghentikan gerakan terorisme di negeri ini.
Densus 88 terus berupaya memberantas terorisme agar masyarakat dapat hidup
tenang, aman, dan damai.
Bukan Representasi Islam
Islam adalah agama perdamaian dan kedamaian. Secara
harfiah arti Islam itu sendiri adalah keselamatan, kedamaian atau perdamaian,
ketundukan, dan kepasrahan diri. Tidak ada satu pun ayat Alquran (juga dalam
kitab suci agama-agama lain) yang menyuruh dan mengajarkan kepada para
pemeluknya untuk melakukan terorisme, radikalisme, brutalisme, kekerasan,
kejahatan, perusakan, penyerangan, dan pembunuhan baik terhadap anggota umat
seagama maupun terhadap anggota jemaat tidak seagama.
Islam adalah agama yang mengajarkan kepada semua manusia
tercipta salam (keselamatan dan perdamaian) sesuai arti, esensi, visi, dan
misi Islam itu sendiri. Dalam arti doktrin dan praktik, Islam identik dengan
kedamaian, perdamaian, keadaban, dan peradaban sebagai tatanan kehidupan yang
dibangun atas dasar moral kenabian dan etika ketuhanan.
Nabi Muhammad (nabi yang diutus oleh Allah untuk membawa
dan menyiarkan agama Islam) menyandang misi sebagai pembawa rahmatan lil alamin (rahmat bagi seluruh
alam), bukan sebagai pembawa mudarat, bencana, malapetaka, dan laknat bagi
alam semesta. Presiden AS Barack Obama benar. Terorisme tidak identik dan
bukan merupakan representasi agama (Islam) dan tidak mewakili umat Islam.
Timbulnya radikalisme, ekstremisme, dan terorisme sama
sekali tidak berasal dan tidak bersumber dari ajaran agama yang sangat sakral
dan bersifat ilahiah. Akar-akar radikalisme, ekstremisme, dan terorisme di
kalangan minoritas kelompok agama lebih disebabkan oleh eksklusivitas pemaknaan
agama, rigiditas penafsiran teks-teks kitab suci, truth claim (klaim
kebenaran) agama secara picik, sempit, dan berlebih-lebihan, kesenjangan
sosial ekonomi, dan radikalisasi-politisasi-ideologisasi agama. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar