Kasus
Samad dan Masa Depan KPK
Moh Mahfud MD ; Guru Besar Hukum Konstitusi
|
KORAN
SINDO, 24 Januari 2015
Bahwa menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) tahun 2014,
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad sering melakukan
kontak-kontak politik dengan orang-orang PDIP dan atau dengan Tim Capres
Jokowi, itu bukanlah berita baru.
Kita sudah lama tahu dan tidak ada alasan untuk tidak
percaya. Soal pertemuan Abraham Samad dengan Jokowi di Bandara Adisutjipto
Yogyakarta, misalnya, pada saat itu pers memberitakannya secara
besar-besaran. Bahkan majalah mingguan Tempo menulis detail, bagaimana
Abraham Samad tiba-tiba meninggalkan forum ceramahnya di UGM dan langsung
lari ke bandara untuk menemui Jokowi begitu mendapat SMS bahwa Jokowi berada
di bandara tersebut.
Tidak ada yang salah jika Abraham Samad secara pribadi
merancang masa depan peran politiknya untuk, misalnya, menjadi calon presiden
atau calon wakil presiden. Itu tidak salah dan merupakan hak politik Abraham
yang dilindungi oleh konstitusi, apalagi Abraham memang sangat potensial dan
mendapat banyak dukungan pada saat itu.
Kalau kita membuka file atau kliping pemberitaan di
sekitar Mei dan Juni 2014 akan terlihat betapa banyaknya media massa menyebut
nama Abraham sebagai salah seorang calon wapres yang layak mendampingi
Jokowi. Cyber troops atau pasukan
media sosial pendukung Abraham juga aktif meramaikan pertarungan politik di
dunia maya saat itu.
Meskipun memang agak sedikit janggal jika dikaitkan dengan
kode etik bagi penegak hukum, secara mendasar tidak ada yang salah dari
komunikasi- komunikasi politik yang dilakukan oleh Abraham itu. Ingat, waktu
itu bangsa ini sedang mencari pasangan calon pemimpin yang akan ditawarkan
kepada rakyat.
Abraham Samad merupakan salah seorang yang dianggap layak
karena nyalinya besar untuk memerangi koruptor dan dia punya hak politik
untuk mengapitalisasi dukungan itu. Tetapi ketika pada Kamis dua hari lalu
Plt Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengungkap berbagai pertemuan politik
Abraham Samad dengan pihaknya menjelang Pilpres 2014, masyarakat kaget,
seakan- akan hal itu merupakan berita baru.
Muncullah kesan spontan, ini serangan brutal terhadap KPK,
tetapi dengan peluru bekas. Tetapi sebentar dulu, tampaknya memang ada unsur
baru dari berita itu, yakni Abraham Samad memakai masker dan topi untuk
menyembunyikan wajahnya dalam pertemuan-pertemuan yang menurut Hasto ada
bukti-buktinya itu. Kalau benar, untuk apa Abraham harus berdrama seperti
itu?
Mengapa tidak terang-terangan saja tampil berbicara tanpa
topeng segala? Yang lebih mengagetkan adalah penjelasan Hasto bahwa pada
pertemuan itu Abraham menyatakan telah menolong orang PDIP yang terkena
kasus, tentu, sebagai bagian dari barter politiknya. Nah , kalau itu benar,
masalahnya menjadi sangat serius. Dunia penegakan hukum menjadi sangat
ternoda: penegak hukum menolong orang terlibat kasus hukum melalui barter
politik.
Demi kebenaran dan masa depan, penegakan hukum masalah ini
harus dituntaskan secara benderang. Kita berharap cerita Hasto itu tidak
benar adanya. Tapi cerita ini harus diungkap tuntas, tak boleh menjadi bahan
barter politik baru dalam kasus-kasus hukum yang sedang berjalan. Apa pun
yang menodai dan akan melemahkan KPK harus dibersihtuntaskan tanpa
membahayakan KPK itu sendiri.
Belakangan ini, para aktivis prodemokrasi dan penegakan
hukum memang sedang sangat mencemaskan masa depan KPK. Lembaga penegak hukum
yang gagah perkasa ini selalu mendapat serangan dari berbagai penjuru untuk
didegradasikan dengan berbagai cara agar taring-taringnya habis dan akhirnya
bubar. Bukan rahasia lagi, menguat pendapat di masyarakat bahwa KPK tak
disukai oleh banyak politisi yang selalu mengganggunya dari Gedung DPR di
Senayan.
Serangan balik para koruptor (corruptors fight back) yang bersinergi dengan politisi penyerang
KPK telah benar-benar mencemaskan kita. Itu sudah sering dan sejak lama
terjadi. Upaya membonsai KPK melalui pengujian UU KPK ke Mahkamah Konstitusi
telah dilakukan belasan kali tetapi MK selalu memberi penguatan terhadap KPK.
Upaya mempreteli wewenang KPK melalui revisi UU (legislative review) juga sudah sering
dilemparkan tetapi civil society
masih selalu bisa menghalaunya. Kita sungguh cemas, jangan-jangan pada tahun
ini, melalui momentum pemilihan kembali komisioner KPK yang akan habis masa
baktinya pada Oktober 2015 taring-taring KPK benar-benar dicabut di DPR.
Untuk belasan tahun ke depan, kita masih sangat membutuhkan KPK demi masa
depan Indonesia yang lebih baik.
Kalau KPK lumpuh atau dilumpuhkan, akan runtuhlah harapan
kita untuk bisa memerangi korupsi dengan efektif, padahal gurita korupsi
sedang mengancam keselamatan negara kita. Ke depannya, kita berharap ada
sinergitas positif antara Kejaksaan Agung, Polri, dan KPK dalam memerangi
korupsi demi keselamatan negara dan demi keselamatan kita.
Di antara
gulitanya kecemasan itu, kita masih bisa berharap KPK bisa baik-baik saja, karena
pada saat kampanye Pilpres Jokowi menyatakan akan mendukung KPK bahkan akan
menaikkan sepuluh kali lipat anggaran KPK. Dalam pada itu, dua hari lalu, di
depan silaturahim lintas politik Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam
(KAHMI) Wapres Jusuf Kalla mengatakan, ”Negara akan hancur dan bubar jika
pemerintahnya membiarkan ketidakadilan dan tidak bisa memerangi korupsi
secara sungguh-sungguh”. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar