Selamat
Datang Era Maritim
Soleman B Ponto ;
Purnawirawan
TNI Angkatan Laut;
Kepala Badan Intelijen Strategis (KA-BAIS) TNI Periode
2011-2013
|
TEMPO,
11 September 2014
Jika
diamati, dalam pemilihan presiden lalu, satu di antara ikon yang dijual dan
diperebutkan adalah sosok Sukarno. Sejak kampanye hingga kini, ketika
mempersiapkan pemerintahan baru, Joko Widodo mengatakan akan menjalankan
pesan dan gagasan besar Bung Karno berupa Trisakti: berdaulat dalam politik,
berdikari dalam ekonomi, dan berkepribadian dalam sosial kebudayaan. Satu di
antara implementasi terhadap ajaran Bung Karno adalah diangkat dan (akan)
diberdayakannya laut serta kekuatan maritim oleh pemerintah mendatang.
Bahkan, seketika setelah ditetapkan sebagai pemenang pemilihan presiden 2014,
pasangan Jokowi-JK langsung menuju Pelabuhan Sunda Kelapa dan menyampaikan
pidato kemenangan mereka di atas kapal pinisi Hati Buana Setia.
Berkaca
pada apa yang dilakukan Bung Karno 50 tahun silam terhadap Kabinet Dwikora
pada 1964, ia membentuk Kompartemen Maritim yang dipimpin Menteri Koordinator
yang membawahkan Menteri Perhubungan Laut, Menteri Perikanan dan Pengelolaan
Laut, serta Menteri Perindustrian Maritim. Saat itu (1964-1966), Menteri
Koordinator Maritim dijabat oleh Mayor Jenderal KKO Ali Sadikin. Sebelumnya,
Ali Sadikin menjadi Menteri Perhubungan Laut Kabinet Kerja IV (1963-1964).
Pembentukan Kompartemen Maritim tersebut bertujuan membangun bangsa Indonesia
dengan kekuatan maritim yang besar dan kuat.
Fakta
tersebut menunjukkan perhatian besar Bung Karno kepada bidang ini. Bahkan,
pada suatu kesempatan, beliau berpidato di hadapan National Maritime
Convention (NMC) pada 1963 dan mengatakan bahwa indonesia bisa menjadi negara
kuat jika kita dapat menguasai lautan. Satu hal penting yang disampaikan oleh
Bung Karno dalam pesan tersebut adalah pengusaaan terhadap armada.
Pada
masa kampanye Jokowi-JK, kekuatan maritim sering didengungkan. Misi ketiga
pemerintah Jokowi-JK adalah mewujudkan politik luar negeri bebas-aktif dan
memperkuat jati diri Indonesia sebagai negara maritim. Adapun misi keenam
adalah mewujudkan Indonesia sebagai negara maritim yang mandiri, maju, kuat,
dan berbasis kepentingan nasional. Dalam kesempatan lainnya, Joko Widodo
mengaku akan membangun tol laut untuk memperlancar lalu lintas, kapal-kapal
pengangkut barang, dan pengangkutan penumpang.
Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata maritim memiliki arti berkenaan dengan
laut; berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan di laut. Dengan kata lain,
maritim mengindikasikan penggunaan laut untuk "menghasilkan uang".
Contoh elemen maritim yang sangat berhubungan dengan pelayaran dan
perdagangan di laut dapat dilihat dalam yurisdiksi hukum maritim.
Hukum
maritim (maritime law), menurut kamus hukum Black's Law Dictionary disebutkan
sebagai hukum yang mengatur pelayaran dalam arti pengangkutan barang dan
orang melalui laut, kegiatan kenavigasian, dan perkapalan sebagai sarana/moda
transportasi laut termasuk aspek keselamatan maupun kegiatan yang terkait
langsung dengan perdagangan melalui laut yang diatur dalam hukum
perdata/dagang maupun yang diatur dalam hukum publik.
Dengan
demikian, pembahasan masalah maritim akan terkait dan tersangkut-paut dengan
banyak hal. Selama ini, persepsi yang terbangun-maritim diidentikkan dengan
laut dengan fokus hanya pada soal pertahanan dan ikan-masih terus ada. Karena
itu, pemerintah mendatang harus meyakinkan publik bahwa maritim adalah
hal-hal yang menyangkut transportasi laut atau pengangkutan laut untuk
meningkatkan perekonomian nasional.
Relevansi
pembahasan maritim seperti dijelaskan di atas menjadi tersambung dengan ide
besar pasangan Joko Widodo-Jusuf kalla yang hendak membangun tol laut, yang
disampaikan pula saat masa kampanye. Banyak yang salah persepsi, bahkan
memandang ide besar tersebut dengan miring dan sinis. Padahal, tol laut
merupakan implementasi dan penerjemahan dari ide besar membangun negara
maritim. Tol laut adalah sarana memperlancar pengangkutan barang dan orang
melalui kapal dengan segala macam sarana pendukung yang sebenarnya secara
keseluruhan dikenal dengan nama angkutan laut. Dengan kata lain, membangun
tol laut adalan membangun angkutan laut.
Perlu
disadari bahwa keinginan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla membangun dunia
maritim yang kuat tentu bukan kabar baik sebagian pihak, baik di lingkup
internal maupun di negara lain. Ada yang akan "tersingkir" dan
dirugikan serta terancam oleh kebijakan ini. Karena itu, keberadaan intelijen
maritim merupakan suatu keharusan. Tanpa intelijen maritim yang dapat
mendeteksi dan mencegah secara dini ancaman terhadap angkutan laut atau tol
laut, target Indonesia untuk menjadi negara maritim yang kuat bakal jauh
panggang dari api.
Hal
lain yang juga penting adalah dasar hukum pelaksanaan pembangunan dalam
bidang maritim. Saat ini, setidaknya ada 23 undang-undang dari 14
kementerian/lembaga RI yang terkait dengan laut, ikan, perhubungan, dan
pertahanan yang tidak terintegrasi dengan baik, bahkan sering tumpah-tindih.
Ini adalah tugas yang tidak mudah dan sangat menantang. Selamat datang era maritim. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar