Menguji
Fadilitas Quick Count
Abdur Rofi ;
Dosen Fakultas Geografi UGM
|
KORAN
SINDO, 14 Juli 2014
Publik
dibuat bingung dengan keberadaan perbedaan hasil quick count (QC) Pemilihan
Presiden 2014 oleh berbagai lembaga survei. Mana dari hasil survei tersebut
yang benar dan akurat? Sejauh ini kita tidak tahu. Ini karena publik tidak
memiliki dokumen bagaimana survei QC didesain dan bagaimana data dikumpulkan,
dikirim, dan diolah.
Kalau
pertanyaannya, mana yang diyakini benar? Kalau soal keyakinan biasanya
menyangkut kredibilitas lembaga survei dalam melakukan survei- survei
sebelumnya. Sayangnya, kredibilitas tersebut saat ini sedang dipertaruhkan.
Sebagian di antara para peneliti diragukan kenetralannya karena ditengarai
sebagai pendukung atau tim sukses salah satu calon pasangan capres.
Kontroversi ini bertambah setelah Burhanuddin Mutadi mengeluarkan pertanyaan
janggal: ”Kalau hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan
lembaga survei yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah dan hasil hitung
cepat kami tidak salah” (10/7).
Pertanyaan
itu bertentangan dengan logika ilmiah dan hukum. Secara ilmiah siapa pun tahu
bahwa survei memiliki kelemahan dan tidak mungkin 100% akurat. Maka itu,
tidak ada survei yang menggunakan derajat kepercayaan 100% dan margin of
error 0%. Boleh jadi irasionalitas pernyataan ini disebabkan pada pilpres
kali ini lembaga survei sedang diuji kredibilitasnya– yang akan berdampak
penting bagi masa depannya. Secara hukum pertanyaan ini juga menyalahi aturan
hukum bahwa hasil pilres yang diakui bukan dari QC, melainkan dari hasil
rekapitulasi perhitungan nyata KPU.
Ujilah dengan Cara Ilmiah
Menurut
hemat saya, sebaiknya kita dorong lembaga survei untuk diuji kualitas survei
QC dengan cara ilmiah. Sejauh ini beberapa lembaga survei sudah mulai saling
menantang untuk diaudit dan bukabukaan dapur survei mereka. Sayangnya,
tantangan ini tidak ditanggapi secara serius. Perdebatan di media masa sejauh
ini baru menggunakan klaim bahwa kebenaran seolah-olah dari mayoritas lembaga
survei: jika mayoritas hasil survei sama, itulah yang seharusnya diikuti.
Padahal kebenaran tidak dinilai berdasarkan siapa yang lebih banyak, tapi
sejauh mana survei tersebut dilakukan dengan metode, proses, dan hasil yang
benar.
Menguji
kualitas survei QC dapat dilakukan dengan beberapa cara: uji metodologi, uji
proses, dan uji hasil. Untuk uji hasil, tentu kita harus menunggu pengumuman real count KPU. Apakah hasil QC
mendekati sama atau masih dalam margin
of error dengan hasil perhitungan KPU. Untuk jenis uji ini, kita harus
menunggu setidaknya sampai 22 Juli 2014, sampai KPU mengumumkan hasilnya.
Sampai tanggal tersebut, mungkin kontroversi hasil QC akan terus terjadi.
Lalu, bagaimana mengurangi kontroversi tersebut dengan cepat? Ada dua cara
yang dapat dilakukan terkait ini yakni melalui uji metodologi dan proses.
Secara
metodologis, kualitas QC dapat dilihat dari apakah ada sampling error atau tidak. Dalam survei yang bertujuan untuk
membuat generalisasi terhadap seluruh populasi, apakah sampel yang dipilih
memenuhi kaidah pengambilan sampel secara acak. Jika ada survei yang tidak
memenuhi asas itu, kemungkinan besar hasilnya salah–karena tidak bisa dibuat
generalisasi. Di sini sangat relevan untuk buka-bukaan dokumen metodologi
survei QC ini. Termasuk di dalamnya membuka TPS mana saja yang diambil dan
kemudian di-cross-check di
lapangan.
Jika
dari sisi metodologis ini ada kejanggalan dan ternyata TPS sampel ternyata
bohong, sudah dipastikan bahwa secara ilmiah kualitas QC sangat diragukan.
Uji lain yang dapat dipakai adalah proses. Dalam kasus QC ini lebih
sederhana, setidaknya uji proses ini dapat dilihat melalui apakah data hasil
rekapitulasi pilres di TPS sampel sama atau tidak dengan data yang dikirim ke
pusat data. Jika data TPS sampel ternyata berbeda dengan data yang dikirim ke
pusat data berbeda, dapat dipastikan bahwa kualitas hasil QC sangat rendah.
Jika
cara ini membutuhkan waktu, cara lain yang lebih sederhana dapat dilakukan
uji petik TPS sampel misalnya 5% dari total sampel TPS. Jika data dari TPS
uji petik berbeda dengan data yang dikirim ke pusat data, bisa dipastikan
bahwa kualitas QC sangat rendah. Saya pikir, saatnya lembaga survei secara
aktif mengurangi kontroversi ini. Kita dorong masing- masing lembaga survei
untuk buka-bukaan mengenai metodologi dan proses survei. KPU, yang memberikan
izin penyelenggaraan survei QC ke lembaga, berhak meminta pertanggungjawaban
lembaga untuk membuka dapur survei mereka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar