Hitung
Cepat
Asep Saefuddin ;
Guru Besar Statistika FMIPA IPB, Rektor Universitas Trilogi
|
MEDIA
INDONESIA, 15 Juli 2014
HITUNG cepat atau quick count (QC) akhir-akhir ini menjadi
topik hangat di berbagai media masa. Pasalnya, ada kontroversi hasil hitung
cepat yang menyebabkan perbedaan kesimpulan. Apakah hal itu secara teori bisa
terjadi? Berikut jawabannya.
Di dalam pelajaran
statistika, QC adalah teknik penarikan contoh (sampling technique) yang paling elementer. Datanya sudah
tersedia, tinggal bagaimana mengambilnya. Bila metode samplingnya benar, hasil yang diperoleh itu akan sama dengan
nilai sebenarnya. Di dalam statistika, hal itu disebut unbiased estimate
(penduga tak bias). Kalau ada 10 orang yang melakukan QC secara benar,
perbedaan di antaranya masih berada dalam suatu selang kepercayaan (confident interval) tertentu. Selang
kepercayaan yang biasa digunakan, yaitu 99% atau 95%. Rataan hasil 10 orang
itu bisa dipergunakan sebagai nilai sebenarnya.
Selang kepercayaan yang
disandingkan dengan margin galat (margin of error) itu kemudian
dipergunakan untuk menentukan jumlah contoh (sample size). Secara teori, jumlah contoh itu berbanding lurus
dengan selang kepercayaan dan berbanding terbalik dengan margin galat. Dus,
bila ingin meningkatkan presisi, perlebar selang kepercayaan (misal 99%) dan
perkecil margin galat (misal 1%). Secara otomatis, jumlah contoh akan
membesar dan presisi akan meningkat. Kemudian tentunya pergunakan teknik
sampling yang sesuai dengan kondisi lapangan.
Berhubung secara teori QC
itu bisa dikatakan tak bias, maka lembaga survei harus benar-benar memegang
prinsip dasar statistika, khususnya prinsip keterwakilan dan keacakan (randomness). Untuk QC, keterwakilan
provinsi dan kabupaten (untuk provinsi padat penduduk seperti Pulau Jawa) itu
harus ada. Adapun keacakan diberikan ke titik untuk pengambilan data, di
dalam hal ini TPS (tempat pemungutan suara).
Dengan prinsip itu,
tentunya jumlah contoh 1.000 akan menghasilkan penduga tak bias jika
dibandingkan dengan 10 ribu yang diambil tanpa kaidah statistika.
Sumber-sumber kesalahan
dalam QC bisa dikatakan kecil sekali, sejauh metodologi yang dipergunakan
benar.
Di dalam QC tidak ada
kesalahan akibat pengukuran (measurement
error) karena data sudah tersedia. Sumber kesalahannya hanya sampling error yang bisa ditanggulangi
dengan jumlah contoh yang cukup. Sejauh data itu ditulis dan dilaporkan apa
adanya, hasil akhir yang diperoleh KPU akan relatif sama dengan hasil QC.
Penyimpangannya sangat kecil. Dan secara teori, penyimpangan yang berasal
dari sampling error itu rataannya
sama dengan nol.
Di sinilah kredibilitas
lembaga survei yang melakukan QC dipertaruhkan. Lembaga itu harus mempunyai
rekam jejak yang baik didukung oleh kompetensi keilmuannya, terutama
statistika. Selain kompetensi, lembaga itu harus memegang kode etik survei
secara benar. Use statistics, do not
abuse it, demikian para ilmuwan statistika sering mengingatkan mahasiswa
mereka.
Untuk menanggulangi
persoalan perbedaan yang mencolok, Dewan etik lembaga survei harus melakukan
audit terhadap pelaku QC. Kaji secara objektif metodologinya, lihat sebaran
contohnya, analis kesesuaian antara jumlah contoh dan selang kepercayaan dan
margin galat (margin of error),
serta beberapa indikator teknis lainnya yang mengarah kepada kaidah-kaidah
statistika seperti keterwakilan dan keacakan.
Bila prinsip-prinsip
statistika itu dipegang dengan benar, tentu hasilnya akan relatif sama. Bila
terjadi perbedaan, itu bisa terjadi akibat non sampling error. Jenis kesalahan itu seharusnya tidak akan
terjadi pada lembaga yang kredibel.
Namun demikian, hasil QC
tentunya tidak bisa dijadikan nilai akhir. Semuanya harus menunggu sampai
akhir perhitungan suara oleh KPU. Marilah kita jaga bersama-sama agar proses
pengumpulan data di KPU berjalan baik dan benar.
Doakan juga agar para
petugas KPU selalu diberi-Nya kekuatan lahir batin, sehat walafiat dalam
menjalankan tugasnya. Insya Allah semuanya akan berjalan lancar.
Untuk kebaikan masa depan,
pembenahan lembaga survei sangat diperlukan. Jangan sampai ada kesan ilmu
pengetahuan (dalam hal ini statistika) itu tidak ada gunanya, atau hanya
diperlukan bila menguntungkan suatu kelompok. Prinsip bahwa statistika itu
untuk mencari kebenaran harus betul-betul dipegang. Semoga. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar