Virus
Antikorupsi dalam Film
Bambang
Widjojanto ; Komisioner KPK
|
KORAN
SINDO, 03 Juni 2014
Kita
tengah berkejaran, korupsi dan kolusi dalam berbagai bentuk, sifat, dan
karakternya terus bermetamorfosa dan mereproduksi diri. Ada sebagian kalangan
yang sudah sampai pada kesimpulan, korupsi kian mendekati kesempurnaannya dan
kuasa kegelapan nyaris tak terbendung lagi.
Coba
perhatikan dan fokuskan pada pemberitaan media cetak maupun onlineatas
kasuskasus korupsi, kita akan mendapatkan, quantum kejahatan korupsi yang
kian menakutkan dan menimbulkan kekhawatiran yang luar biasa. Pelakunya tidak
hanya lelaki, tapi juga perempuan, bahkan kini, bapak dan anak, suami dan
istri, keluarga besar, atau sering disebut sebagai dinasti, mereka secara
bersama melakukan tindak korupsi. Tidak hanya itu, pengusaha, politisi,
kalangan profesional lain, penegak hukum, serta ustad sekalipun juga terlibat
dalam kejahatan itu.
Di
tengah kedahsyatan perkembangan pelaku kejahatan, KPK bersinergi dan
meng-endorse film layar lebar yang berjudul “Sebelum Pagi Terulang Kembali”. Film layar lebar yang didukung
artis dan aktor berkarakter yang progerakan antikorupsi serta bersinergi
dengan komunitas antikorupsi di mana KPK berada di dalamnya adalah upaya
sadar dan sengaja untuk keluar dari kejumudan strategi pemberantasan korupsi
yang biasanya hanya bersifat hukum dalam perspektif penindakan semata.
Film ini
bukan yang pertama karena sebelumnya ada empat omnibus film cerita pendek yang diberi judul “Kita versus Korupsi” yang berkisah fakta sikap koruptif dalam
berbagai segmen kehidupan masyarakat, juga didukung sepenuh-penuhnya oleh
KPK. Film ini sudah dilihat oleh sekitar sembilan juta penonton begitu
menurut pernyataan Transparansi
Internasional Indonesia. Film Sebelum
Pagi Terulang Kembali mengonstruksi alur cerita melalui kehidupan
keluarga yang berupaya membangun “keguyupannya”, kebersahajaan, dan nilai
kejujuran.
Di sisi
lain, sistemsosialyangberkembangdi masyarakat memiliki “kekuatan” memaksakan kehendaknya
yang bertumpu pada pragmatisme, materialisme, dan konsumerisme yang
sebagiannya dengan alasan survival.
Ada “perjumpaan dan pertarungan” nilai, di antara keluarga dan masyarakat
serta di antara kehendak dan fakta sosial. Ini semua dapat menempatkan
keluarga dalam posisi yang dilematis, sulit, dan menakutkan. Keluarga guyup yang sederhana, bersahaya, dan
sebisa mungkin terus merawat kejujuran, bisa saja “takluk dan tak berdaya”
berhadapan dengan kekuatan koruptif dan kolusif yang bersemayam di jantung
kekuasaan, namun kini sudah merambah menjadi perilaku permisif dalam
kehidupan sosial masyarakat.
Film ini
juga bisa menjadi salah satu potret realitas kontemporer yang kini sedang
dihadapi seluruh keluarga di Indonesia. Ternyata menjadi keluarga baik yang
harmonis saja tidak cukup pada era korupsi dan kolusi sudah begitu sistematis
berkelindan dalam sistem kemasyarakatan dan kekuasaan. Kini diperlukan upaya
yang lebih strategis untuk membangun budaya antikorupsi yang berbasis pada
keluarga sebagai soko guru kehidupan struktur sosial di masyarakat.
Mengapa
harus film? Saat ini tidak ada yang dapat menyangkal, seluruh aktivitas kita
dikepung oleh screen culture. Film
bukan hanya ada di bioskop, melainkan juga menjadi bagian tak terpisahkan
dari “budaya pop” dan kini juga telah menjelajah pada TV dan bahkan bisa
diakses melalui gadget.
Ada
beberapa media seperti TV, internet, dan gadget seolah sudah menjadi
kebutuhan yang tak terpisahkan dari seluruh aktivitas masyarakat. Belum lagi
dengan billboard dan TV iklan yang kini meningkat jumlah dan menyerbu ruang
publik secara masif. KPK harus masuk dan menggunakan budaya pop untuk
mengintensifkan kampanye pemberantasan korupsi. Lihat saja, jumlah jam, rata-rata
orang yang menonton TV. Seolah TV sudah menjadi kebutuhan tak terpisahkan
dari masyarakat. Film menjadi salah satu program unggulan di banyak TV.
Survei
pada 2011 oleh AC Nielsen menyatakan, orang Indonesia menghabiskan waktu
sebanyak 20 jam 18 menit seminggu untuk menonton televisi; tetapi pada 2013
terjadi peningkatan karena rata-rata waktu orang Indonesia yang menonton TV
menjadi 28 jam per minggu atau lebih dari empat jam setiap hari atau dua
bulan nonstop menonton TV selama setahun. Waktu yang dihabiskan untuk
menonton TV berbeda dengan waktu online di internet. Penduduk Indonesia
menghabiskan rata-rata 14 jam per minggu untuk online di internet atau rata-rata
dua jam sehari.
Ada
sekitar 55% pengguna bisa sekaligus mengonsumsi (multitasking) internet dan televisi dan 45 % hanya mengakses
masing- masing internet dan TV. Selain itu, secara umum, mereka yang berada
di usia 12 sampai 17 tahun menghabiskan waktu sebanyak tujuh jam dan 48 menit
per bulan untuk ratarata menonton video pada ponsel. Jumlahnya, 18% lebih
banyak dari orang-orang usia 18 sampai 24 tahun dan lebih besar 46% dibanding
pada usia 25 sampai 34 tahun. Jumlah waktu yang dihabiskan untuk menonton
film melalui internet jauh lebih banyak lagi.
Semoga
saja film Sebelum Pagi Terulang Kembali
akan menjadi media yang baik, bukan sekadar untuk ditonton, tetapi juga dapat
menjadi media pembelajaran. Lebih jauh dari itu, film pada dasarnya dapat menjadi
tuntunan karena dapat digunakan untuk mencerdaskan dan mencerahkan dengan
mentransformasikan nilai-nilai baik antara lain antikoruptif, kolusif, dan
nepotistik yang ditujukan untuk membangun watak, harkat, dan martabat
masyarakat. Film ini diharapkan dapat mengombinasikan unsur hiburan dan
sekaligus menyampaikan nilai spiritualitas serta bahkan medium refleksi,
selain mengajukan alternatif pandangan dan kritik sosial.
Film ini
dijadikan KPK sebagai salah satu strategi untuk menyebarluaskan dan membangun
vaksin berupa budaya antikorupsi dalam keluarga serta diharapkan akan
melengkapi film lain yang telah pernah dibuat di Indonesia. Salah satunya
film yang berjudul Lewat Djam Malam
yang diproduksi pada 1954 melalui karya Asrul Sani. Kritikus film menilai
film tersebut sebagai salah satu film terbaik, tidak hanya dari segi
sinematografi, tetapi juga sebagai kritik sosial karena mengangkat tema
korupsi setelah perang revolusi usai.
Semoga saja, keluarga Indonesia dan para kawula mudanya akan memiliki
vaksin antikorupsi setelah menonton film Sebelum
Pagi Terulang Kembali serta mendapatkan inspirasi terbaiknya untuk
bersama-sama memerangi virus-virus koruptif dan kolusif yang bersemayam pada
diri kita sendiri, keluarga, serta sistem sosial, khususnya dalam struktur
kekuasaan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar