Fiskal
di Tengah Perlambatan Ekonomi
Firmanzah
; Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi dan Pembangunan
|
KORAN
SINDO, 02 Juni 2014
Di
tengah tahun Pemilu 2014, tantangan ekonomi dan fiskal Indonesia menjadi
tidak ringan dan sederhana. Bersama dengan emerging-countries lain, Indonesia sedang memitigasi dampak
perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia.
Baru-baru
ini Organisasi untuk Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) merevisi ke
bawah pertumbuhan ekonomi dunia menjadi 3,4% dari proyeksi awal 3,6% pada
November tahun lalu. Sementara realisasi pertumbuhan ekonomi banyak negara
pada kuartal I 2014 di bawah proyeksi awal. Secara year on year ; China hanya
mampu tumbuh 7,4%, Brasil 0,2%, India 4,6%, Rusia 0,9%, dan Amerika Serikat
(AS) 0,1%. Sedikit berbeda dengan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) yang
sempat menaikkan proyeksi perdagangan dunia pada 2014 yang tumbuh 4,7% bulan
lalu, OECD justru mencatat ekspor negara-negara G-7 dan BRICS turun 2,6% pada
kuartal I/2014.
Sejumlah
ketegangan di beberapa wilayah seperti Ukraina, Laut China Selatan, dan Timur
Tengah dikhawatirkan turut memperbesar ketidakpastian pemulihan ekonomi
dunia. Ini turut berdampak pada rendahnya realisasi pertumbuhan ekonomi pada
kuartal I/2014 di sejumlah negara ASEAN. Misalnya realisasi ekspansi produk
domestik bruto (PDB) Filipina hanya 5,7% dan Thailand terkontraksi 0,6% di
tengah situasi politik yang tidak menentu. Ini membuat lembaga-lembaga
internasional dan pemerintah di banyak negara melakukan revisi target
pertumbuhan ekonomi dan anggaran (state
budget).
Perlambatan
pertumbuhan ekonomi dunia dipastikan berdampak pada pertumbuhan ekonomi
Indonesia. Seperti kita ketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I/2014 hanya 5,2%. Realisasi
pertumbuhan ekonomi pada kuartal I/2014 memberikan implikasi dari sisi fiskal
yang tidak sederhana dan membutuhkan segera langkah-langkah antisipasi.
Dengan situasi dunia yang tidak kondusif, dapat dipastikan revisi target
pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2014 perlu segera dilakukan.
Di mana
target dalam APBN 2014 sebesar 6,0% perlu disesuaikan dengan kondisi terkini.
Salah satu fokus perhatian pemerintah dalam APBNP 2014 adalah revisi
penerimaan negara yang semula ditargetkan dalam APBN 2014 sebesar Rp1.667,1
triliun. Revisi dari sisi penerimaan dilakukan dengan mempertimbangkan risiko
tidak tercapai penerimaan dari sektor perpajakan yang semula ditargetkan
sebesar Rp1.280,4 triliun. Penurunan pertumbuhan ekonomi Indonesia juga
berpengaruh terhadap realisasi penerimaan sektor perpajakan pada 2014 meski
pemerintah akan terus berupaya mencari dan meningkatkan pos-pos penerimaan yang
selama ini belum optimal.
Revisi
target penerimaan negara akan berdampak pada penyesuaian dari sisi
pengeluaran agar defisit anggaran sesuai amanat Undang-undang (UU) Nomor 17
Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Di mana ditetapkan defisit anggaran tidak
boleh melampaui 3% PDB. Salah satu tantangan dari sisi fiskal adalah menjaga
subsidi energi sesuai target yang telah ditetapkan pada awal. Dalam APBN 2014
subsidi bahan bakar minyak (BBM) ditetapkan 48 juta kiloliter atau Rp210,7
triliun dan subsidi listrik Rp71,3 triliun. Kementerian ESDM tengah
mempersiapkan langkah-langkah untuk tetap menjaga besaran subsidi khususnya
BBM tidak melampaui anggaran yang telah ditetapkan.
Sementara
opsi menaikkan harga BBM pada tengah tahun politik akan sangat berisiko mengganggu
stabilitas politik, keamanan, dan ketertiban. Terlebih lagi secara timing
dalam 1-3 bulan ini kita harus tetap fokus pada persiapan kelancaran arus
barang, manusia, dan modal jelang Ramadan dan Idul Fitri. Pada saat yang
bersamaan beberapa hari lagi Indonesia akan memasuki masa kampanye Pemilihan
Presiden RI untuk periode 2014-2019. Untuk menjaga fiskal tetap sehat, upaya
penghematan belanja pada 86 kementerian/ lembaga perlu dilakukan.
Melalui
Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4 Tahun 2014, ditargetkan ada penghematan
sebesar Rp100 triliun dari APBN 2014.Program-program yang memiliki dampak
langsung pada penciptaan lapangan kerja dan pengurangan angka kemiskinan
tetap menjadi prioritas belanja negara pada 2014. Dengan begitu, anggaran K/L
menjadi sebesar Rp539,3 triliun dalam rancangan APBNP dari sebelumnya sebesar
Rp637,8 triliun. Selain itu juga penghematan dan pemotongan anggaran tidak
dilakukan terhadap anggaran pendidikan untuk memenuhi 20% amanat konstitusi,
anggaran yang bersumber dari hibah dan pinjaman, dan anggaran yang bersumber
dari penerimaan negara bukan pajak badan layanan umum (PNBP-BLU).
Karena
itu, penghematan dan pemotongan belanja utamanya dilakukan pada belanja
honorarium, perjalanan dinas, biaya rapat/konsiyering, biaya iklan, pengadaan
gedung kantor, pengadaan kendaraan operasional, belanja bantuan sosial, sisa
dana lelang atau swakelola, serta anggaran dari kegiatan yang belum terikat
kontrak. Perumusan APBNP yang segera diajukan pemerintah ke DPR akan
memasukkan revisi asumsi indikator makroekonomi, penerimaan, dan belanja
negara. Revisi ini dilakukan agar postur anggaran negara lebih realistis,
tetap fokus, lebih berdampak, dan sebagai langkah respons sekaligus
antisipatif atas perubahan kondisi perekonomian dunia.
Langkah-langkah
ini untuk tetap menjaga fundamental perekonomian nasional tetap baik dan
berdaya tahan di tengah ketidakpastian pemulihan ekonomi dunia. Kita semua
berharap, dengan segera dibahas APBNP 2014 oleh pemerintah dan DPR, tidak
hanya membuat fiskal menjadi lebih baik, tapi juga sebagai upaya mitigasi
atas perlambatan ekonomi dunia. Dengan mengalokasikan belanja negara kepada
sektor dan program yang lebih berdampak untuk menjaga daya beli masyarakat,
peningkatan kesejahteraan,
pengurangan
angka kemiskinan, dan penciptaan lapangan kerja akan mengurangi efek negatif
pelemahan ekonomi dunia. Dengan begitu, fiskal dan ekonomi Indonesia akan
tetap mampu melalui perlambatan ekonomi dunia seperti dalam kurun waktu 10
tahun terakhir pasca-Reformasi. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar