Menguji
Ketangguhan Ekonomi Thailand
Chusnan Maghribi ; Alumnus Hubungan
Internasional FISIP
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
|
SUARA
MERDEKA, 05 April 2014
“Persoalannya
sekarang tentu ketangguhan perekonomian Si Teflon sanggup bertahan berapa
lama lagi?”
SEJAK militer mengudeta Perdana
Menteri (PM) Thaksin Shinawatra pada 19
September 2006, Thailand secara
politik tak pernah stabil. Negeri Gajah Putih itu terus dirundung pertikaian
politik tanpa solusi. Kondisi itu menyebabkan rakyat terpolarisasi menjadi
dua kelompok.
Satu kelompok adalah masyarakat
kelas bawah pendukung mantan PM Thaksin beserta sekutunya. Mereka mengambil
basis di wilayah pedesaan dan mengidentiifikasi kelompoknya dengan Kaus Merah
Kelompok lainnya adalah
masyarakat kelas menengah ke atas,
pendukung lawan-lawan politik Thaksin. Mereka memilih berbasis di
wilayah perkotaan, terutama ibu kota Bangkok, dan mengidentifikasi
kelompoknya dengan Kaus Kuning. Dua kelompok yang berseberangan tersebut
kerap terlibat bentrokan darah, bahkan sampai menimbulkan banyak korban
tewas.
Peristiwa mutakhir terjadi sejak
November 2013, saat ribuan pendukung
Kaus Kuning menggelar demonstrasi memprotes rancangan undang-undang yang akan
memuluskan mantan PM Thaksin pulang kampung dari pengasingannya di Dubai, dan
menuntut PM Yingluck Shinawatra mengundurkan diri.
Aparat keamanan memang berhasil
meredam aksi protes kelompok Kaus Kuning itu dan PM Yingluck pun bisa
menyelenggarakan pemilihan umum (pemilu) dini pada 2 Februari lalu guna membentuk
pemerintahan baru. Namun, belakangan Mahkamah Konstitusi menganulir hasil
pemilu yang dimenangi partai Yingluck (Puea Thai) itu.
Saat bersamaan Komisi Antikorupsi
Nasional tengah mengusut kasus skema subsidi beras yang bisa berujung pada
pemakzulan Yingluck selaku perdana menteri.
Itu sebabnya kelompok Kaus Merah
loyalis Thaksin berencana menggelar aksi demo besar-besaran di Bangkok,
menandingi demonstrasi Kaus Kuning, yang direncanakan pada Sabtu, 5 April
2014. Banyak pihak khawatir aksi tersebut makin memanaskan suhu politik. (SM,
25/3/14).
Praktis, selama delapan tahun
terakhir Thailand mengalami distabilitas politik yang sangat parah.
Pertanyaannya, apakah distabilitas politik tersebut menimbulkan dampak
negatif signifikan bagi perekonomian negeri kerajaan tersebut?
Rahul Banjorian, ekonom Barclays Capital berbasis di Singapura
mengatakan kendati delapan tahun terakhir Thailand terus dilanda kekacauan
politik, perekonomian negara itu sepertinya tidak terpengaruh cukup berarti.
Distabilitas politik tidak memunculkan dampak negatif signifikan bagi
perekonomian negara tersebut.
Pertumbuhan Terbaik
Terbukti, saat terjadi kekacauan serius yang menewaskan
sedikitnya 90 demonstran Kaus Merah tahun 2010, pertumbuhan ekonomi Thailand
bahkan mencapai 7,8%. Angka itu
menunjukkan pertumbuhan terbaik dalam kurun 15 tahun belakangan. Capaian
itu disusul indeks saham melonjak 40,6%, nilai ekspor naik hampir 30%, dan
investasi meningkat 14%.
Mendasarkan pada realitas
tersebut, kalangan analis ekonomi kemudian menjuluki Thailand sebagai ’’Si
Teflon’’. Layaknya wajan tempat penggorengan, Thailand dinilai tahan terhadap
suhu panas. Pertanyaannya kemudian, mengapa perekonomian Thailand sanggup
bertahan di tengah suhu panas politik yang nyaris tidak pernah berhenti dalam
sewindu terakhir?
Sebagian analis ekonomi seperti
Viboon Komadit, Chief Marketing Amanta
Corporation melihat, itu terjadi karena sebagian besar investasi di
Thailand tidak berada di Bangkok, tapi tersebar di banyak provinsi. Selain
itu, Thailand memainkan peran penting dalam rantai pasokan pasar global,
terutama dalam bidang otomotif. Tak sedikit perusahaan otomotif asal Jepang,
semisal Honda dan Toyota, tetap memercayai Thailand sebagai basis produksi
terandal di Asia Tenggara.
Persoalannya sekarang tentu
ketangguhan perekonomian Si Teflon Thailand akan sanggup bertahan berapa lama
lagi? Apakah jika krisis politik makin berlarut-larut perekonomian negeri itu
juga tetap mampu bertahan? Krisis politik lanjutan pascapemilu dini pada 2
Februari 2014 agaknya benar-benar akan menguji ketangguhan perekonomian
Thailand. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar