Jokowi-JK
untuk Indonesia
Amich Alhumami ; Antropolog;
Meraih PhD
dari The University of Sussex, The United Kingdom
|
MEDIA
INDONESIA, 22 April 2014
SETELAH hasil sementara--menurut
hitung cepat--pemilu legislatif menempatkan tiga parpol pada posisi tiga
besar: PDI Perjuangan (19,2%), Golkar (15,0%), dan Gerindra (11,8%),
kontestasi pemilu presiden mengarah ke tiga poros kekuatan politik tersebut.
Ketiga parpol juga sudah menetapkan calon presiden masing-masing: Jokowi
Widodo, Aburizal Bakrie, dan Prabowo Subianto. Setiap parpol dengan capres
masing-masing sedang bekerja keras menggalang dukungan, untuk membangun
aliansi politik agar dapat memenangi kontestasi pilpres.
Jokowi sudah resmi memperoleh
dukungan dari Partai NasDem, yang sejak awal memang cenderung merapat ke
PDIP. Prabowo Subianto telah mendapat dukungan dari PPP, meskipun manuver
Ketua Umum Suryadharma Ali itu memicu perselisihan internal. Aburizal Bakrie
pun menyatakan berkoalisi dengan Partai Hanura untuk memuluskan pencalonannya
dalam pilpres.
Namun, ketiga capres tersebut
belum menemukan tokoh yang akan dijadikan pasangan. Dari ketiga capres,
Jokowi, yang oleh banyak lembaga survei dan para analis politik diprediksi
akan memenangi kontestasi pilpres, telah menyedot perhatian publik sedemikian
luas: domestik dan internasional.
Tiga nama cawapres
Penting dicatat, peluang memenangi
pilpres akan sirna bila PDIP keliru memutuskan siapa cawapres yang akan
mendampingi Jokowi. Dari informasi yang berkembang, PDIP sudah menimbang
setidaknya tiga nama: Ryamizard Ryacudu, Mahfud MD, dan Jusuf Kalla. Mereka
jelas memiliki kualitas dan kapabilitas yang berbeda di bidang masing-masing.
Dengan jabatan terakhir Kepala
Staf Angkatan Darat, Ryamizard tentu unggul di bidang pertahanan dan
keamanan. Ia dapat diandalkan untuk menggalang kekuatan politik domestik
dalam rangka menjaga, merawat, dan mempertahankan NKRI--sesuatu yang menjadi
agenda utama PDIP. Namun, Ryamizard tak punya basis politik yang kuat dan
dukungan pemilih yang luas, kecuali basis konstituen primordial di wilayah
Sumatra Selatan. Bahkan, jika wilayah geograï¬ diperluas sekalipun, sebatas
kepulauan Sumatra sehingga sulit diharapkan dapat menyumbang popular vote
yang besar bagi upaya pemenangan Jokowi.
Mahfud MD memiliki
dua keunggulan sekaligus: academic and
political credentials yang bisa menopang Jokowi bilamana terpilih menjadi
presiden. Sebagai ahli hukum tata negara, lebih spesifik lagi hukum
konstitusi, Mahfud jelas memiliki kapasitas dan penguasaan yang mumpuni hal
ihwal tata kelola pemerintahan negara. Apalagi Mahfud punya pengalaman
panjang dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, ketika ia memangku tiga
jabatan politik: anggota DPR, menteri
pertahanan, dan Ketua MK. Hal yang jauh lebih penting Mahfud berlatar
belakang nahdliyyin, yang tentu saja menjadi basis dukungan politik potensial
dan dapat memberi sumbangan suara yang berarti bagi upaya memuluskan jalan
Jokowi.
Namun, penyelenggaraan
pemerintahan tidak sebatas urusan politik dan ketatanegaraan. Permasalahan
pokok yang kerap membebani suatu pemerintahan ialah isu ekonomi, yang tentu
saja di luar kompetensi keilmuan dan keahlian Mahfud. Keterampilan politik
yang dimiliki Mahfud tidak didukung kecakapan teknokratis di bidang
pengelolaan urusan perekonomian, yang menjadi tantangan paling berat
nantinya.
Empat keunggulan JK
Jika dibandingkan dengan
Ryamizard dan Mahfud, Jusuf Kalla punya keunggulan dan kekuatan yang lebih
lengkap. Karena itu, JK sangat prospektif dan potensial dapat menopang Jokowi
tidak saja dalam upaya pemenangan kontestasi presidensial, tetapi juga dalam
pengelolaan administrasi pemerintahan negara. Paling kurang ada empat
keunggulan JK untuk dapat dikapitalisasi dan kemudian dikonversi menjadi
kemenangan bagi Jokowi dan PDIP.
Pertama, JK punya hubungan
sangat baik dengan komunitas bisnis sehingga dipastikan mendapat dukungan
penuh dari kalangan pelaku usaha. Publik luas maklum, motor penggerak utama
ialah Sofjan Wanandi-pebisnis tangguh lintas zaman: Orde Baru dan Orde
Reformasi-yang sangat kukuh di tingkat domestik dan punya pengaruh
internasional yang cukup luas. Jika tantangan pemerintahan mendatang ialah
menyelesaikan masalah masalah mendasar untuk memantapkan fundamen ekonomi,
komunitas bisnis niscaya dengan yakin akan berujar: JK is indeed the man for the job!
Kedua, JK punya keterampilan
politik yang mumpuni, gesit, dan lincah dalam membangun aliansi strategis
dengan banyak kekuatan politik berspektrum luas yang punya orientasi ideologi
bervariasi. JK mampu menembus sekat-sekat politik karena ia sangat piawai
dalam menjalin komunikasi politik dengan parpol-parpol yang berbeda aliran
politik sekalipun. Tidak banyak tokoh berkaliber seperti JK, yang tentu saja
menjadi modal berharga untuk membangun relasi politik yang harmonis baik di
eksekutif maupun legislatif. Mengingat banyak keputusan penting dan strategis
dalam penyelenggaraan pemerintahan negara harus mendapat persetujuan
parlemen, kemam puan membangun aliansi strategis dengan kekuatan-kekuatan
politik di DPR menjadi syarat mutlak untuk dipenuhi. JK telah membuktikan ia
punya kapasitas politik seperti itu.
Ketiga, JK punya tingkat akseptabilitas
yang tinggi di kalangan umat pemeluk agama yang berbeda: baik Islam maupun
non-Islam. Di kalangan umat Kristen, JK ialah tokoh yang menjadi titik simpul
pemersatu dan juru runding yang efektif ketika menyelesaikan konflik
antarumat beragama. Di kalangan umat Islam sendiri, tak ada keraguan perihal
ketokohan JK. Sejauh ini, rasanya belum ada tokoh politik dengan tingkat
akseptabilitas sedemikian luas seperti JK.
Saksikan, hanya JK yang dianggap
simbol dan mewakili dua kekuatan Islam besar sekaligus: Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah. Demi kepentingan pemenangan pilpres, JK dapat menjadi vote getter untuk memikat pemilih dan
mendulang suara warga nahdliyyin dan Muhammadiyah--dua basis konstituen dan
lumbung suara, yang terlampau ber harga untuk diabaikan.
Keempat, dengan pengalaman
menjadi Wapres bagi SBY pada pemerintahan periode 2004 2009, JK punya political leverage di tingkat
internasional yang relatif tinggi. Hal itu dibuktikan dengan berbagai penghargaan
dari berbagai organisasi dunia, terutama terkait dengan kontribusinya yang
sangat besar dalam proses resolusi konflik dan perdamai an (Aceh), bahkan
inisiatif nya membuka dialog untuk perdamaian dalam konflik regional (MNLF-Filipina,
Myanmar, Thailand-Kamboja). Reputasi internasio nal JK di bidang kegiatan
kemanusiaan dan politik pemerintahan bahkan diakui komunitas akademik dunia,
yang tecermin pada penganugerahan gelar doktor honoris causa dari
universitas-universitas terpandang di Jepang, Prancis, Belanda, dan Malaysia.
Obama-Biden Indonesia
Dengan berbagai keunggulan itu,
bila Jokowi berpasangan dengan JK, mungkin akan serupa dengan pasangan Barack
Obama-Joe Biden. Kesepadanan pasangan Jokowi-JK
dan Obama-Biden ialah gabungan tokoh muda-tokoh senior dengan JK, becermin pada peran Biden, diharapkan dapat
memberi panduan dalam pengelolaan administrasi pemerintahan. Dengan
kearifan sebagai tokoh senior bangsa, JK juga diharapkan dapat menjadi
co-pilot yang baik dalam menentukan haluan bernegara dan menjalankan kemudi
pesawat, untuk mengantarkan bangsa Indonesia meraih cita-cita besar dalam
mewujudkan negara-bangsa yang adil, makmur, dan sejahtera: Indonesia Raya.
Kompetitor Jokowi paling berat
ialah Prabowo, yang punya sumber daya ekonomi-politik sangat besar, nyaris
tanpa limitasi. Prabowo memiliki semua syarat
untuk dapat memenangi pilpres: cerdas, berwawasan luas; memiliki visi
membangun Indonesia yang maju, modern, bermartabat; berkarisma dan punya presidential look. Bila muncul
pasangan Prabowo-Hatta Rajasa atau Prabowo-Dahlan Iskan di satu pihak dan
pasangan Jokowi-JK di pihak lain, sungguh sulit diprediksi siapa yang akan
menjadi pemenang.
Lalu di mana posisi Aburizal
Bakrie? Para analis politik kerap berujar: ARB tak punya modal sosial-politik
untuk memenangi pilpres. Namun, atas nama kebebasan politik dan demokrasi,
bangsa ini harus legowo menerimanya
sebagai salah satu kontestan dalam Pilpres 2014. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar