Rabu, 02 Oktober 2013

APEC 2013 dan Pemberdayaan Usaha Kecil

APEC 2013 dan Pemberdayaan Usaha Kecil
Anindya N Bakrie  ;  Perwakilan ABAC Indonesia
dan Co-Chair APEC, CEO Summit 2013
KOMPAS, 02 Oktober 2013


Bagaimana Indonesia memanfaatkan forum APEC untuk meningkatkan pertumbuhan dan kemampuan daya saing usaha mikro, kecil, dan menengah? Ini pertanyaan menarik menjelang KTT APEC 2013 yang diselenggarakan di Bali, awal Oktober 2013.
Integrasi pasar global menghadapkan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) pada persaingan global pula. Bersamaan dengan itu, sejumlah peluang global juga terbuka, menunggu dimanfaatkan.
Sebagai tuan rumah sekaligus Ketua APEC 2013, Indonesia berhasil mengegolkan agenda pembahasan penguatan UMKM sebagai prioritas dalam KTT APEC. Besarnya kontribusi UMKM menopang kemakmuran dan pertumbuhan ekonomi Indonesia merupakan alasan rasional mengapa agenda itu perlu didesakkan. Jumlah UMKM lebih dari 99 persen dari keseluruhan perusahaan di Indonesia. Total tenaga kerja yang diserap 97 persen. Sementara itu, sumbangan UMKM terhadap terciptanya produk domestik bruto 57 persen.
Dalam beberapa kali krisis ekonomi, UMKM menjadi sumber ketahanan yang terbukti dapat menjadi bantal peredam perekonomian Indonesia. UMKM juga mampu menciptakan pemerataan ekonomi. Sangat layak kita mengharapkan UMKM dapat terus memainkan peran menopang pertumbuhan ekonomi nasional dan menciptakan kemakmuran bangsa.
”Bagaimana agar peran itu dapat diemban oleh UMKM” menjadi pertanyaan krusial dan topik diskusi yang menarik dalam sejumlah forum, termasuk APEC Business Advisory Council (ABAC). Di situ saya salah satu wakil Indonesia. Banyak kalangan yang menilai UMKM kita selama ini dapat dikatakan tumbuh alamiah di tengah sejumlah hambatan. Hambatan yang menjadi tantangan bagi UMKM agar dapat tumbuh antara lain berupa akses permodalan, teknologi, kapasitas sumber daya manusia, dan juga akses pasar. Di samping itu, kendala yang dihadapi sehari-hari UMKM adalah birokrasi yang rumit, peraturan yang berubah-ubah, dan ekonomi biaya tinggi karena korupsi birokrat.
Dengan terintegrasinya pasar global, tantangan yang akan dihadapi UMKM juga akan meningkat. Kita saat ini menghadapi realitas tak terhindarkan: serbuan produk asing ke pasar lokal. Mulai dari buah-buahan dan produk pertanian lainnya, makanan olahan, tekstil, garmen, hingga mainan anak. UMKM Indonesia diharuskan bersaing dengan koleganya dari sejumlah negara lain tanpa proteksi dan dukungan memadai. Bayangkan sebuah unit usaha UMKM di Tegal yang dibebani berbagai kendala lokal harus bersaing dengan unit UMKM dari Osaka yang memiliki beberapa kelebihan dalam akses pendanaan, infrastruktur yang memadai, teknologi terakhir, informasi pasar Indonesia, dan dukungan pemerintah. Hasilnya sudah jelas. UMKM kita kalah bersaing.
Berbagai hambatan itu dapat segera dicarikan jalan keluarnya agar pertumbuhan UMKM jauh lebih cepat. Momentum APEC hendaknya dapat dimanfaatkan membuka pasar dan jejaring yang lebih luas, akses pendanaan yang lebih terbuka dan berskala regional. Dengan demikian, dapat terwujud apa yang disebut locally connected, globally competitive. Saat ini pertumbuhan atau migrasi usaha mikro ke usaha kecil, dan dari usaha kecil ke menengah, rata-rata 7 persen per tahun. Artinya, lebih tinggi daripada rata-rata pertumbuhan ekonomi nasional yang 5,9 persen. Jumlah itu dapat tumbuh lebih besar bila hambatan yang ada diatasi.
Beberapa usul ABAC
Beberapa inisiatif diusulkan ABAC. Khusus untuk keterbatasan akses permodalan diperlukan lembaga pendanaan berupa modal ventura, bantuan permodalan, pendirian biro kredit, pengadaan standar akuntansi yang diterima semua pihak, dan secara umum regulasi sektor keuangan yang kuat dan mendukung kegiatan UMKM.
ABAC juga mendukung kebijakan yang memperkuat pertumbuhan kewirausahaan dan penciptaan jenis bisnis baru yang inovatif. Selain itu, negara-negara APEC juga disarankan menggelar ICT untuk meningkatkan kapasitas UMKM dan akses pasar.
Berbagai kontribusi APEC ini tidak berarti akan ada UMKM yang kemampuan bersaingnya turun secara relatif, tetapi justru meningkatkan komplementaritas antar-UMKM antarnegara.
APEC unik karena peran sektor swasta, termasuk UMKM, besar. Keberadaan UMKM yang kuat di tiap negara berguna menjaga momentum pertumbuhan, meningkatkan pemerataan kesempatan berusaha, sekaligus pemerataan pendapatan.
Salah satu sektor yang sangat strategis untuk Indonesia adalah agrobisnis. Selain kehadiran UMKM yang besar di sektor ini, kegiatan agrobisnis yang pesat juga berimbas positif kepada salah satu saran ABAC lainnya, yaitu Food Security.
APEC disarankan melakukan penyebaran teknologi terkait pangan, khususnya menuju sektor pertanian yang berkesinambungan. Selain itu, upaya peningkatan efisiensi produksi, penyimpanan, keamanan, dan pengurangan biaya investasi merupakan inisiatif yang perlu terus didorong. Aspek ini sangat penting untuk Indonesia yang dewasa ini menghadapi fluktuasi harga pangan di satu sisi, dan keterbatasan penciptaan lapangan pekerjaan di sisi lain. Selain impor energi, impor pangan yang terus meningkat juga memiliki dampak tidak kecil pada neraca berjalan, yang pada ujungnya meningkatkan volatilitas inflasi dan nilai tukar.

Untuk mencapai tujuan ini, dibutuhkan komitmen dan dukungan pemerintah memperbaiki iklim usaha dalam negeri, kepastian hukum, dan pemangkasan ekonomi biaya tinggi. Ini juga harus disertai dengan upaya diplomasi memetik manfaat dari kehadiran Indonesia di APEC. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar