|
Konsumsi menjadi unsur yang paling
menentukan dalam mengukur pendapatan nasional bruto dan pertumbuhan ekonomi.
Dari tahun ke tahun, konsumsi masih menjadi key indicators dalam merumuskan
asumsi dan kinerja makro ekonomi sebuah negara. Pada dasarnya konsumsi lebih
banyak didominasi oleh pengeluaran rumah tangga, sehingga hal itu menjadi
incaran setiap pelaku ekonomi, tidak terkecuali pemerintah sebagai pengelola
kebijakan ekonomi nasional.
Bahkan, beberapa waktu yang lalu
seorang menteri memberikan semangat kepada masyarakat melalui anekdot dari
sebuah pepatah di mana konsumsi akan menjadikan masyarakat lebih kaya. Bagi
sebagian masyarakat yang berpendapatan kelas menengah ke bawah, hal itu bukan
merupakan sebuah pilihan yang harus dilakukan mengingat keterbatasan pendapatan
mereka. Namun, ada kalanya masyarakat dari status sosial tersebut melakukan
konsumsi secara berlebihan akibat dorongan life
style di sekitarnya yang sebenarnya tidak sepadan dengan status mereka.
Di lain pihak, konsumsi yang
dilakukan oleh masyarakat kelas atas juga turut memberikan kontribusi bagi
pertumbuhan konsumsi di Tanah Air. Hanya saja, konsumsi masyarakat tersebut
tidak sebanyak masyarakat berpendapatan kelas menengah ke bawah. Perbedaan
jumlah konsumsi antara dua kelas masyarakat tersebut menjadi motivasi bagi para
pelaku ekonomi untuk memasarkan komoditas dagangannya agar terjangkau bagi
mereka masing-masing.
Berdasarkan data BPS, konsumsi
masyarakat Indonesia tahun 1999 masih didominasi oleh konsumsi bahan makanan
(62.9%). Padi-padian atau beras merupakan bahan makanan utama yang menjadi
komoditas paling tinggi dalam pengeluaran rumah tangga (16.8%). Dua belas tahun
kemudian, tepatnya 2011, pola konsumsi masyarakat telah bergeser di mana
konsumsi bahan non-pangan lebih mendominasi dibandingkan dengan konsumsi bahan
pangan (52.3%). Dari jumlah itu, 19.9% di antaranya dikonsumsi untuk membeli
kebutuhan perumahan dan fasilitas rumah tangga.
Kebutuhan tempat tinggal tampaknya
mempengaruhi perubahan life style seseorang sehingga pemenuhan kebutuhan primer
yang satu ini telah mengungkap identitas kehidupan mereka sendiri. Kebutuhan
perumahan saat ini bukan hanya memenuhi kebutuhan primer. Keterlibatan
pengetahuan, teknologi, lingkungan, turut membangun karakteristik konsumsi
masyarakat. Pergeseran kecenderungan ini memperlihatkan bahwa komoditas non
pangan, selain kebutuhan perumahan dan rumah tangga, tampaknya bisa menjadi
komsumsi potensial yang akan merubah kecenderungan life style masyarakat
Indonesia.
Konsumsi Terarah
Porsi konsumsi yang cukup besar
dalam segmen produk nasional bruto menunjukkan bahwa konsumsi masih merupakan
pemain yang krusial. Karena itu, kebijakan pemerintah pun mendorong masyarakat
untuk mengkonsumsi pendapatannya. Perkembangan konsumsi dan kebijakan
pemerintah yang mendorong masyarakat untuk memperbesar konsumsi setidaknya
harus mengarahkan masyarakat pada pola konsumsi terarah, yang terencana dan
strategis.
Konsumsi tidak seharusnya
dilakukan tanpa perhitungan, sebab apabila konsumsi dilakukan tanpa
memperhatikan kebutuhan prioritas akan membuat sebuah lubang jebakan bagi
kelangsungan ekonomi rumah tangga itu sendiri. Masyarakat pada dasarnya telah
memahami konsep konsumsi terarah dalam hal ini. Namun, sebagian masyarakat
masih terkungkung dengan hasrat yang lebih besar daripada kemampuan dalam
merealisasikan kebutuhan maupun hasratnya tersebut.
Konsumsi terarah di sini tidak
bermaksud untuk menghambat laju pertumbuhan ekonomi yang ingin dicapai, tetapi
kami mencoba mengarahkan masyarakat untuk memilih dan memutuskan sebuah
tindakan yang rasional. Namun, apabila masyarakat memiliki perspektif yang
berbeda terhadap pernyataan tersebut, konsumsi bisa berjalan lambat akibat
sikap kritis konsumen dan kemampuan daya beli masyarakat yang menurun.
Penilaian kapabilitas konsumen
dalam membelanjakan pendapatannya sangatlah wajar karena konsumen ataupun
masyarakat tidak memiliki tingkat kemampuan daya beli yang sama. Kelambatan
tersebut tentunya akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional.
Namun demikian, masyarakat tetap
dapat berpartisipasi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan melakukan
pendekatan konsumsi yang bermanfaat (useful
consumption). Maksudnya, konsumsi yang memiliki nilai tambah bagi tumbuh
kembangnya ekonomi rumah tangga. Apalagi, masyarakat mempunyai strategic power untuk melakukan
reselling point dari konsumsi yang telah mereka lakukan.
Maka, multiplier effect dari konsumsi akan
memberikan kontribusi yang positif bagi peningkatan ekonomi.
Sudah saatnya
konsumsi tidak hanya menjadi satu-satunya alat untuk menentukan arah kebijakan
ekonomi makro. Pemerintah seharusnya melihat indikator lainnya dalam memberikan
penilaian ekonomi. Pertumbuhan ekonomi sudah menjadi mindset yang tidak
terpisahkan dalam melihat pengelolaan ekonomi sebuah bangsa. Apabila indikator
ekonomi lainnya dapat disepakati bersama, maka konsumsi sebagai salah satu
penggerak pertumbuhan ekonomi akan bisa merenggangkan dirinya sejenak dari
tekanan yang menuntut konsumsi yang berlebihan.
Para pelaku usaha melihat pertumbuhan
ekonomi yang sangat tinggi pada suatu negara merupakan petunjuk bahwa negara
tersebut sangat menjanjikan. Apabila pertumbuhan ekonomi dapat disandingkan
dengan indikator lainnya sebagai penilaian kinerja ekonomi maka para pelaku
usaha dapat mempercayakan indikator ekonomi lainnya tersebut untuk menjadi
bahan analisa dalam merealisasikan usaha mereka, sebagai contoh indeks agregat
kepuasan konsumen. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar