|
Dampak liberalisasi perdagangan
kedelai tahun 1998—berupa hancurnya produksi kedelai dalam negeri, yang
kemudian diikuti dengan ketergantungan pasokan pada kedelai impor, dan akhirnya
penghamburan devisa—semakin kita rasakan.
Ternyata pelajaran berharga dari
sifat industri tempe dan tahu adalah industri ini rentan terhadap gejolak harga
karena merupakan industri kecil.
Pengalaman menunjukkan bahwa
komoditas kedelai memiliki karakteristik khusus: dia memerlukan agroekologi
yang spesifik, petaninya sendiri juga spesifik, pedagang dan industrinya juga
mempunyai karakteristik sendiri. Ternyata tidak semua tanah cocok ditanami
kedelai, tanaman kedelai memerlukan tanah yang gembur, tidak becek dan
drainasenya cukup baik, serta tidak masam.
Tanaman kedelai juga memerlukan
ketersediaan air dan penyinaran matahari yang cukup. Suhu yang diperlukan 23-28
derajat celsius agar kedelai dapat tumbuh optimal. Benih kedelai sendiri daya
kecambahnya terbatas, tidak dapat disimpan lama, dan peka dalam angkutan jarak
jauh. Di samping itu, tanaman kedelai juga perlu pupuk dan cara pemupukan yang
tepat. Selain itu, tanaman kedelai juga sangat peka terhadap serangan hama dan
penyakit sehingga memerlukan obat-obatan pembasmi hama yang cukup mahal.
Dengan karakteristik seperti di
atas, tidak semua lahan cocok ditanami kedelai. Selain itu, tidak semua petani
cocok menanam kedelai. Hanya petani yang rajin dan tekun yang tahan menanam
kedelai. Sifat seperti ini hanya dipunyai petani dari Jawa (Jawa Tengah dan
Jawa Timur). Pengalaman penulis tahun 1980-an di Punggaluku, Sulawesi Tenggara,
petani transmigran asal Lamongan, Jawa Timur, dapat menghasilkan kedelai 2 ton
per hektar. Adapun petani lokal hanya menghasilkan 8 kuintal per hektar karena
setelah kedelai ditanam, tanaman tidak dirawat, mereka melaut mencari ikan.
Selain itu, pertimbangan petani untuk menanam kedelai lebih banyak didasari
pada pertimbangan komersial, mereka menanam jika harga menarik, iklim cocok
(misalnya bukan pada musim hujan), atau tanaman lain sedang tidak bagus
harganya.
Tidak semua pedagang bahan pangan
mampu berdagang kedelai lokal karena pedagang kedelai harus memiliki jaringan
kuat, modal yang besar, dan memiliki risiko tinggi. Pedagang kedelai umumnya
dipegang pedagang etnis Tionghoa karena memiliki jaringan kuat antara pasar dan
para pengguna kedelai. Cara mereka berdagang umumnya hanya berdasarkan
kepercayaan, tidak ada ikatan kontrak dan dapat mengambil barang dengan
membayar belakangan. Dengan kondisi seperti ini, tidak semua pedagang mampu
berdagang kedelai.
Untuk kedelai impor juga memerlukan
importir dengan modal kuat. Untuk efisiensi dalam pengangkutan kedelai,
importir menggunakan kapal dengan daya angkut 20.000 ton-30.000 ton untuk
sekali angkut. Dengan demikian, tidak banyak importir yang dapat mengimpor
kedelai, mereka terseleksi oleh pasar. Untuk penjualan, sebagian importir
menggunakan jaringan pedagang yang sudah ada dan sebagian membangun jaringan
baru sampai bawah. Jaringan yang dibangun Bulog dalam penyaluran kedelai tahun
1980- 1998 melalui Primkopti sudah nyaris bubar. Saat ini jaringan sudah
dikuasai pedagang kedelai yang melayani langsung ke perajin tahu dan tempe.
Malahan sebagian pedagang membuat semacam kios di sentra produsen tempe yang
dibangun Primkopti tahun 1980-an. Yang membedakan dengan Bulog, pedagang
kedelai ini dapat melayani industri tempe dan tahu selama 24 jam dan dapat
mengambil barang dengan membayar belakangan.
Industri pengguna kedelai ternyata
juga spesifik, lebih dari 80 persen merupakan industri tempe dan tahu. Industri
tempe merupakan industri kecil berskala rumah tangga dengan SDM yang pas-pasan,
tidak memerlukan jaringan pasar yang luas, daya tahan produksi terbatas dan
merupakan industri spesifik etnis Jawa atau orang yang pernah tinggal di Jawa.
Adapun industri tahu skala industrinya lebih besar, jaringan pasarnya lebih
luas, dan daya tahan produk terbatas yang sebagian diawetkan dengan formalin.
Semula industri tahu merupakan industri spesifik etnis Tionghoa, tetapi
sekarang mereka yang nonetnis Tionghoa juga mampu membuat tahu. Berdasarkan
pengalaman dalam melayani penyaluran kedelai oleh Bulog tahun 1980-1997,
ternyata mereka ini perlu kestabilan harga kedelai karena yang dihadapi
industri ini adalah konsumen kecil yang rentan terhadap kenaikan harga.
Oleh karena harga kedelai
internasional fluktuatif, kebijaksanaan Bulog tidak melayani penuh kebutuhan
kedelai Primkopti dan hanya menyalurkan kedelai untuk daerah nonprodusen tempe
dan tahu saja. Pada saat harga kedelai dunia naik, Bulog dapat menyalurkan
kedelai dengan tidak menaikkan harga karena memiliki cadangan dana sewaktu
harga kedelai dunia sedang rendah. Hal tersebut dapat dilakukan karena impor
kedelai berada pada satu tangan, yaitu Bulog.
Sejak tahun 1998, monopoli impor
kedelai oleh Bulog dicabut, seharusnya masih ada mekanisme mengatur jumlah
impor dan juga harga jual yang hal ini akan ditentang oleh penganut paham pasar bebas. Kebijakan yang bisa ditempuh
bisa seperti komoditas gula, jumlah impor dibatasi dengan kuota yang ditetapkan
setiap tahun. Apabila diperlukan, mereka yang dapat mengimpor kedelai diberikan
persyaratan tertentu, misalnya tentang harga jual yang tetap untuk
mengantisipasi fluktuasi harga kedelai dunia.
Konfigurasi ekonomi kedelai kita
Dari uraian di atas, dapat
disarikan bahwa dari sektor produksi, petani yang terlibat jumlahnya relatif
kecil dan tanaman kedelai bukan merupakan tanaman pokok, hanya tanaman
tumpangsari atau untuk pergiliran tanaman. Tanaman kedelai merupakan tanaman
spesifik petani asal Jawa karena menanam kedelai memerlukan ketekunan
tersendiri. Akibatnya, produksi kedelai domestik lebih fluktuatif.
Dari sektor distribusi, kedelai
juga bukan dagangan utama kecuali untuk kedelai impor. Perdagangan kedelai
lokal umumnya dilakukan pedagang etnis Tionghoa karena mereka memiliki jaringan
khusus. Adapun untuk sektor industri, umumnya merupakan industri kecil skala
rumah tangga yang rentan terhadap fluktuasi harga. Industri tempe merupakan
pengguna kedelai terbesar sekitar 70 persen, sedangkan pembuat tempe merupakan
industri spesifik orang Jawa atau mereka yang pernah tinggal atau berhubungan
dengan orang Jawa. Industri tahu merupakan pengguna kedelai terbanyak kedua,
sebagian merupakan mata pencaharian keturunan Tionghoa. Sebagian kecil pengguna
kedelai adalah untuk industri kecap, tauco, susu kedelai, snack, dan
kecambah kedelai. Penduduk yang terlibat dan terkait dalam industri dengan
bahan baku kedelai relatif banyak.
Untuk sektor konsumsi, penduduk
yang terlibat atau terkait cukup banyak. Kedelai dan produk kedelai merupakan
sumber protein murah dan sehat bagi penduduk dan dengan teknologi yang
sederhana penduduk dapat memanfaatkannya. Hasil olahan kedelai dikonsumsi oleh
segala lapisan masyarakat dan umumnya dipakai sebagai lauk atau camilan.
Dengan karakteristik dan
konfigurasi ekonomi kedelai seperti diuraikan di atas, pengambil kebijaksanaan
cenderung bias ke sektor konsumsi. Akibatnya, sektor produksi terabaikan serta
sektor industri dan konsumsi yang harus menanggung fluktuasi harga kedelai
dunia. Saat ini merupakan saat yang tepat untuk membenahi kebijaksanaan dengan
memperhatikan kepentingan semua sektor dengan sasaran mengurangi ketergantungan
akan kedelai impor. Namun, harapan ini tampaknya akan kandas karena kuatnya
lobi kepentingan negara eksportir kedelai, seperti pada kebijakan untuk
mengatasi akibat krisis kedelai tahun 2012.
Semoga kita semua masih sepakat
untuk menolong petani kedelai, industri tempe dan tahu kita, serta konsumen
yang umumnya kelas menengah dan bawah. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar