|
Misi ekonomi menjadi fokus utama delegasi Indonesia dalam
kunjungan kenegaraan ke Astana, Kazakhstan, 1-3 September 2013, di luar
beberapa kerja sama bidang lain. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menekankan
hal tersebut seusai bilateral meeting dengan Presiden Nursultan Nazarbayev di
Istana Kepresidenan Ak-Orda, Astana. Sebagai negara anggota G-20, Indonesia
tampaknya mulai menunjukkan "kekuatannya" dengan mendorong
perusahaan-perusahaan nasional untuk berekspansi ke sejumlah kawasan.
Di Kazakhstan, sebagaimana Memorandum of Understanding
(MoU) di antara kedua belah pihak, perusahaan makanan sekelas PT Indofood Tbk,
PT Pertamina (Persero), dan perusahaan ban nasional akan
"mengibarkan" Merah Putih dengan aktivitas industri, dan mendorong
volume ekspor ke kawasan Asia Tengah. Pengalaman Indonesia dalam industri mi
instan yang sudah puluhan tahun mendorong Presiden Nazarbayev mengundang
Indofood untuk masuk ke negara pecahan Uni Soviet tersebut.
Visi melihat keluar (outward-looking)
memang terus ditekankan Presiden SBY kepada kalangan pengusaha nasional. Hal
ini strategis, mengingat dalam sejarahnya tak ada perusahaan mapan dunia yang
hanya eksis di negaranya sendiri. Sebut saja kampiun otomotif sekelas Toyota
maupun BMW. Kedua merek tersebut seolah bisa kita temukan di berbagai penjuru
dunia, tak hanya di Jepang dan Jerman. Indomie sejauh ini sudah menunjukkan
kelasnya dengan kinerja ekspor ke sekitar 80 negara tujuan.
Sebagaimana data Gabungan Perusahaan Makanan dan Minuman
(Gapmmi), pada 2006 nilai ekspor mi instan Indonesia mencapai nilai US$ 36,5
juta. Angka itu melonjak menjadi US$ 95 juta pada 2009 dan melesat lagi ke
level US$ 140 juta pada 2010. Namun membangun pabrik di negara lain menjadi
lompatan penting untuk makin menguatkan brand Indonesia di dunia. Pilihan untuk
berinvestasi di Kazakhstan juga terasa tepat, mengingat negara itu adalah salah
satu penghasil utama gandum. Dengan demikian, akses Indomie terhadap bahan baku
lebih mudah.
Akan halnya Pertamina, perusahaan minyak negara ini sejauh
ini terus menunjukkan kinerja yang membanggakan. Pengakuan datang dari dunia,
Juli 2013, saat untuk pertama kalinya Pertamina masuk daftar 500 perusahaan
terbesar dunia versi majalah Fortune (Fortune
Global 500). Seperti dirilis oleh majalah Fortune edisi Juli 2013,
Pertamina menempati posisi ke-122, atau termasuk papan atas dari 500 perusahaan
dunia lainnya. Pertamina sekaligus merupakan satu-satunya company dari
Indonesia yang berhasil tercatat dalam daftar bergengsi ini. Di level ASEAN,
prestasi Pertamina bahkan melebihi company Singapura, seperti Wilmar
International, yang menduduki peringkat ke-224, dan Flextronics International di ranking ke-492.
Adapun untuk sektor industri ban, Indonesia memiliki sumber
daya alam berupa karet yang cukup berlimpah. Dengan pertumbuhan ekonomi
Kazakhstan yang cukup tinggi (9 persen per tahun) dan adanya opportunity berupa Rusia Economic Integrity, kita optimistis pabrik ban nasional mampu
mengembangkan usahanya di sana. Secara akumulatif, investasi Indonesia yang tengah
didiskusikan Presiden SBY dan Presiden Nazarbayev mencapai sekitar US$ 500
juta-US$ 1 miliar, atau lebih dari Rp10 triliun. Dengan nilai sebesar itu,
Indonesia tak akan lagi dikenal sebagai "pengekspor" TKI dan bahan
mentah saja, tetapi juga mengirim perusahaan-perusahaan ke berbagai belahan
dunia. Imbasnya, diperkirakan volume perdagangan Indonesia-Kazakhstan akan
menembus angka US$ 100 juta pada 2017. Hal ini diperkuat dengan peningkatan
nilai perdagangan selama 5 tahun terakhir-2008 sampai dengan 2012-di mana
volume perdagangan naik dua kali lipat dari US$ 34 juta menjadi US$ 64 juta.
Neraca perdagangan kedua negara pada 2012, merujuk pada
data Kementerian Perdagangan, mencapai US$ 63,156 juta, atau meningkat 90,5
persen dibanding angka pada 2011. Ekspor utama Indonesia ke Kazakhstan terdiri
atas alat percetakan, produk elektronik, tembakau, minyak kelapa sawit, dan
suku cadang kendaraan. Sementara impor kita utamanya seng, besi, timbal halus,
dan kapas. Potensi besar peningkatan kerja sama ekonomi kedua negara disadari
betul, baik oleh Presiden SBY maupun Nazarbayev. Untuk itu, kedua belah pihak
akan mengeluarkan policy yang bisa menjadi katalisator peningkatan perdagangan
kedua belah pihak.
Dukungan penuh diberikan pemerintah Kazakhstan terkait dengan
masuknya investor dari Indonesia. Presiden Nazarbayev berkomitmen akan membantu
beroperasinya Indomie dan Pertamina di negara Asia Tengah tersebut. Nazarbayev
juga melihat Indonesia sebagai negara penting dan berpengaruh di Asia Tenggara.
Dengan demikian, menurut dia, sangat tepat meningkatkan kemitraan antara
Jakarta dan Astana, khususnya di bidang ekonomi. Dan ini bukanlah pekerjaan
semalam jadi, melainkan proses panjang yang dijajaki di antara kedua pemimpin
negara.
Sebelumnya, Kementerian Luar Negeri Indonesia dan mitranya
di Kazakhstan telah merampungkan persetujuan bebas visa diplomatik dan dinas
antara Indonesia dan Kazakhstan. Persetujuan ini mulai diberlakukan sejak 26
Januari 2013. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Astana juga aktif mendorong
awareness kelas menengah Kazakhstan
terhadap pariwisata Indonesia. Tahun lalu, KBRI mengadakan fam trip ke Bali yang diikuti travel operator, maskapai penerbangan
Air Astana, dan sejumlah jurnalis Kazakhstan. Dengan pertumbuhan ekonomi yang
tinggi, diharapkan makin banyak wisatawan Kazakhstan yang berkunjung ke
Indonesia di waktu-waktu mendatang. Ini merupakan langkah-langkah kreatif yang
oleh Presiden SBY disebut sebagai people-to-people
contact.
Dengan berbagai terobosan tersebut, kita harapkan di masa
depan makin banyak pelaku bisnis Tanah Air yang bisa eksis dan berekspansi ke
sejumlah kawasan. Maka, jangan heran kalau nanti ada mi instan buatan Indomie
tapi made in Kazakhstan. Itu bukan sesuatu yang utopis. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar