Jumat, 02 Agustus 2013

Memupuk Rasa Persatuan Bangsa

Memupuk Rasa Persatuan Bangsa
A Kardiyat Wiharyanto  ;   Pengajar Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
          SUARA KARYA, 01 Agustus 2013


Mengamati perkembangan politik negeri ini, khususnya sejak jatuhnya Presiden Soeharto, ada kesan bahwa sepak terjang dan sentimen partai-partai politik masih terus berebut kekuasaan, lupa menyejahterakan rakyat. Masing-masing merasa paling mampu mengadakan reformasi sendiri dan mengesampingkan, atau kalau tidak, mengabaikan solidaritas dan kerjasama dengan semua komponen bangsa. Dengan demikian, setiap idealisme politik masih perlu diuji tidak saja dengan pikiran yang jernih dan hati nurani yang baik, tetapi juga dengan jiwa dan semangat kebangsaan yang sejalan dengan cita-cita perjuangan bangsa Indonesia.

Dalam realitas empiris, setiap rezim menyajikan sistem demokrasi yang paling cocok dengan kondisi dan karakter bangsa kita. Ternyata, apa yang diungkapkan lewat undang-undang atau aturan lain tentang pelaksanaan di lapangan tidak berakhir dengan kemakmuran rakyat, tetapi ke kepentingan pribadi atau kelompoknya.

Berkali-kali diungkapkan bahwa perjalanan bangsa kita saat ini menempuh jalan demokrasi yang ada pengakuan bahwa kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat. Penggunaan sistem demokrasi yang benar dan utuh tidak berarti bahwa kehidupan bangsa ini segera bisa tersulap ke masyarakat adil-makmur seperti yang kita cita-citakan.

Setelah limabelas tahun tahun hidup di zaman yang lebih demokratis, rasanya kehidupan kita tidak kunjung baik tetapi tenggelam dalam kerutinan, dan mungkin dekaden. Aspirasi bangsa yang diungkapkan para mahasiswa sewaktu membuka koridor reformasi, belum ada tanda-tanda yang terlaksana. Walaupun Polri sudah semakin tegas, tetapi tindakan main hakim sendiri masih merebak di mana-mana. Orang yang ketahuan mencuri babak belur dihajar massa kemudian disiksa ramai-ramai. Di kota besar seperti Jakarta, pemandangan seperti ini sepertinya menjadi hal biasa. Mahasiswa independen kurang terdengar lagi suaranya walaupun sebagian masih tetap didasari semangat idealisme yang murni.

Tahun ini harus lebih baik dari tahun kemarin, dan tahun esok harus lebih baik dari tahun ini. Kondisi saat ini punya hubungan yang signifikan dengan cita-cita bangsa. Dalam konteks cita-cita dan tujuan negara Indonesia, bangsa kita tidak hanya berorientasi ke dalam tetapi juga ke luar. Paralel dengan tujuan ke luar itu, kita juga aktif untuk ikut membentuk kehidupan dunia yang tertib, yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan.

Berdasarkan apa yang terungkap dalam Pembukaan UUD 1945, maka tergambarlah visi dan misi perjuangan kita yang jauh ke depan. Para pendiri negara kita secara arif telah mampu melengkapi suatu asas kerokhanian Bhinneka Tunggal Ika sebagai lambang persatuan dan kesatuan seluruh warga bangsa yang berbeda dalam agama, tradisi atau adat istiadatnya yang mendiami kepulauan yang begitu luas di Nusantara ini. Persatuan dan kesatuan merupakan misi yang mereka wariskan kepada generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

Sebagai suatu idealisme, cita-cita perjuangan Indonesia adalah sesuatu yang terbuka, berkembang untuk melayani tuntutan dan tantangan zaman, agar tetap aktual dan efektif berfungsi bagi perkembangan suatu bangsa yang terus menerus ditantang oleh tuntutan-tuntutan pembaharuan.

Perjuangan bangsa Indonesia termasuk salah satu perjuangan yang hebat di dunia karena keberaniannya mengusir penjajah dan mendirikan negara sendiri tanpa bantuan penjajah. Sedangkan perjuangan yang kita lakukan sekarang ini merupakan hasil penggalangan melalui proses yang panjang lewat pilar-pilar demokrasi. Karena itu sayanglah kalau negara yang sebesar dan seindah ini dikelola dengan tabel reformasi tetapi terus menerus digoyang demi kepentingan pribadi atau golongan.

Semangat cinta bangsa dan tanah air tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus terus dibangun. Semangat perjuangan yang sangat kuat yang berkobar sewaktu revolusi fisik, terbukti telah berhasil mengusir penjajah dan membentuk negara nasional yang kuat. Semangat perjuangan tersebut terus berkembang walaupun bangsa Indonesia telah bersatu dan merdeka. Perjuangan nasional tidak lagi mengobarkan semangat membentuk negara kesatuan, tetapi lalu meluas, yaitu untuk mengisi dan mempertahankan kemerdekaan.

Bangsa Indonesia yang sedang menghadapi tantangan berat dewasa ini menyadari arti dan makna perjuangan tersebut. Semangat perjuangan bangsa Indonesia tidak pernah luntur tetapi adaptif dengan sistem internasional yang baru. Hal ini sebenarnya nampak dari kecenderungan untuk meningkatkan semangat kekeluargaan dalam satu keluarga besar bangsa Indonesia walaupun semakin banyak tantangan.

Sesungguhnya bangsa Indonesia tidak lagi menghadapi kesulitan dalam mengusahakan kesatuan dan persatuan, tetapi dalam mempertahankannya ada banyak kendala karena adanya kelompok-kelompok masyarakat yang keblinger. Pancasila dan UUD 1945 merupakan wadah, sumber, ide bagi seluruh rakyat Indonesia untuk mewujudkan kesatuan dan persatuan bangsa yang sampai saat ini telah teruji kebenarannya. Namun kenyataannya, Pancasila cenderung dilupakan, bahkan ada usaha untuk meninggalkannya.


Bangsa kita rela prihatin di tengah-tengah krisis multidimensional demi mensukseskan reformasi guna mencapai cita-cita bangsa. Namun sayangnya, keprihatinan bangsa ini ada yang dimanfaatkan untuk kepentingan-kepentingan kelompok atau golongan, bahkan ada yang menggunakan kekerasan untuk mendesakkan tuntutannya. Idealnya, dengan kesadaran persatuan dan kesatuan, setiap warga negara atau kelompok masyarakat tidak boleh mengkotak-kotakkan diri. Sebab, hanya berdasar wawasan kebangsaan pula, cita-cita nasional dapat kita realisasikan. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar