Selasa, 20 Agustus 2013

Masa Depan Mesir

Masa Depan Mesir
Ibnu Burdah ;   Pemerhati masalah Timur Tengah dan Dunia Islam,
Dosen UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
SUARA MERDEKA, 19 Agustus 2013


KEBUNTUAN proses negosiasi antara pemerintahan sementara Mesir dan pendukung Mursi membawa akibat fatal di lapangan. Korban terus berjatuhan dalam jumlah besar, kendati terdapat beberapa pernyataan yang berbeda. Kementerian Kesehatan Mesir melaporkan pada Jumat (16/8/13) setidak-tidaknya 173 orang tewas dan ribuan lainnya luka-luka.

Adapun kelompok ”Penyelamat Legitimasi” pendukung Mursi menyebut angka 2.000 orang tewas akibat serangan gabungan militer dan polisi antihuru-hara terhadap aksi duduk di sekitar Masjid Rab’ah al-Adawiyyah dan Lapangan Al-Nahdhah.

Setelah kegagalan mediasi beberapa pihak luar, jurang perbedaan antara dua kelompok yang bertikai ini tidak makin mendekat, bahkan sebaliknya makin jauh. Kelompok Ikhwan tetap bergeming dari tuntutan awal, yaitu pembebasan dan pemulihan kekuasaan Presiden Mursi. Sikap kaku Ikhwan bagaimanapun turut memberi andil terhadap keberlarut-larutan krisis.

Mereka bahkan tak menanggapi serius gagasan sejumlah ilmuwan yang mengusulkan solusi tengah dengan mengembalikan kekuasaan Mursi secara simbolis dan pemerintahan diserahkan kepada perdana menteri kompromi yang disepakati kedua pihak. Padahal, itu formula solusi paling dekat dengan aspirasi mereka dibandingkan dengan beberapa formula lain kendati pemerintahan Mesir dan militer dipastikan menolak. Kelompok pemerintah berpandangan, sikap Ikhwan makin tidak realistis.

Menurut mereka, situasi sudah berubah dan proses politik telah berjalan jauh, tak mungkin mundur. Ikhwan dianggap memaksakan kehendak dengan tetap menurunkan massa dan aksi duduk dalam waktu panjang. Mereka juga dituduh ”mengeksploitasi” kaum ibu dan anak-anak untuk turut serta dalam aksi itu.

Kesabaran pasukan keamanan, menurut beberapa televisi pendukung pemerintah, telah habis setelah mereka menangkap tangan sejumlah pria bersenjata dengan stok peluru dalam jumlah besar. Stasiun televisi Al- Arabiya bahkan menayangkan secara berulang- ulang momen penangkapan itu dan peluru yang dibawa. Penulis sedikit ragu dengan peristiwa tersebut jika melihat mimik dan pembicaraan orang yang tertangkap itu. Sementara kelompok Ikhwan sangat meyakini, mereka memiliki hak membela presiden yang terpilih secara demokratis.

Apalagi, aksi itu dilakukan dengan cara damai: mereka melakukan berbagai kegiatan di area aksi duduk itu seperti pertandingan sepak bola mini mirip futsal, penampilan kreativitas seni, dan permainan anak-anak dengan sarana cukup lengkap. Sesekali mereka berorasi dan berdemonstrasi pada waktu yang ditentukan. Mereka juga berpandangan, keterlibatan sejumlah kekuatan internasional untuk memediasi ternyata tak lebih dari upaya lain pemerintah Mesir untuk melunakkan aksi mereka.

Intervensi

Pemerintahan Mesir juga memandang, keterlibatan pihak internasional sudah terlalu jauh, dianggap bentuk intervensi urusan dalam negeri. Solusi politik sepertinya hampir tak bisa diharapkan untuk saat-saat ini. Pemerintah Mesir melihat aksi pendukung Mursi sudah menjurus pada ancaman keamanan nasional. Itu tak hanya mengganggu kepentingan umum dengan menutup jalan protokol, tetapi juga membawa dampak serius terhadap keamanan secara umum.

Penulis bisa memahami bahwa aksi itu bisa mengganggu kepentingan publik tetapi tak memahami apa yang dimaksud mengancam keamanan Mesir. Namun seberapa pun besar gangguan itu jelas tidak bisa menjadi alasan pihak keamanan untuk menggunakan cara kekerasan yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan jatuhnya korban luka dalam jumlah sangat besar. Tindakan itu brutal dan antikemanusiaan. Hampir semua kekuatan internasional mengecam keras kebrutalan itu.

Bahkan, El-Baradei, wapres pemerintahan sementara, yang merupakan aktor kunci penjatuhan Mursi dan tokoh sentral pemerintahan sementara, menyatakan mengundurkan diri akibat terjadinya peristiwa itu. Mudah diprediksi, kegagalan solusi politik selalu membawa dampak buruk terhadap situasi di lapangan. Tetapi apakah kondisi Mesir akan memburuk setelah tragedi berdarah itu? Yang pasti tak ada tanda-tanda kedua pihak bisa mencapai kompromi setelah kegagalan serangkaian mediasi ”internasional”.

Pemberlakukan situasi darurat selama sebulan oleh pemerintahan sementara menambah kecemasan terus memburuknya situasi. Sasaran pemberlakuan hukum itu tentu tokoh-tokoh Ikhwan dan pendukungnya. Dengan status baru itu, pihak keamanan memiliki wewenang besar untuk menangkap pihak-pihak yang dicurigai mengganggu keamanan sekalipun tak ada bukti yang mendukung. Kelompok Ikhwan sepertinya akan kembali digiring ke penjara-penjara bawah tanah di Kairo sebagaimana terhadap massa Nasser dan Mubarak.


Pihak Ikhwan tak sedikit pun menampakkan sikap untuk mundur dari tuntutan yang dipandangnya sah dan benar kendati represi yang mereka terima begitu berat. Mereka terus membangun konsentrasi-konsentrasi massa baru setelah aksi duduk mereka di Rab’ah al-Adawiyyah dan Lapangan al- Nahdhah dikepung dan dibubarkan secara paksa. Banyaknya korban tewas dan terluka tak menyurutkan pemuda Ikhwan untuk terus memperkuat barisan. ● 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar