|
KEBUNTUAN proses negosiasi antara pemerintahan sementara
Mesir dan pendukung Mursi membawa akibat fatal di lapangan. Korban terus
berjatuhan dalam jumlah besar, kendati terdapat beberapa pernyataan yang
berbeda. Kementerian Kesehatan Mesir melaporkan pada Jumat (16/8/13)
setidak-tidaknya 173 orang tewas dan ribuan lainnya luka-luka.
Adapun kelompok ”Penyelamat Legitimasi” pendukung Mursi
menyebut angka 2.000 orang tewas akibat serangan gabungan militer dan polisi
antihuru-hara terhadap aksi duduk di sekitar Masjid Rab’ah al-Adawiyyah dan
Lapangan Al-Nahdhah.
Setelah kegagalan mediasi beberapa pihak luar, jurang
perbedaan antara dua kelompok yang bertikai ini tidak makin mendekat, bahkan
sebaliknya makin jauh. Kelompok Ikhwan tetap bergeming dari tuntutan awal,
yaitu pembebasan dan pemulihan kekuasaan Presiden Mursi. Sikap kaku Ikhwan
bagaimanapun turut memberi andil terhadap keberlarut-larutan krisis.
Mereka bahkan tak menanggapi serius gagasan sejumlah
ilmuwan yang mengusulkan solusi tengah dengan mengembalikan kekuasaan Mursi
secara simbolis dan pemerintahan diserahkan kepada perdana menteri kompromi
yang disepakati kedua pihak. Padahal, itu formula solusi paling dekat dengan
aspirasi mereka dibandingkan dengan beberapa formula lain kendati pemerintahan
Mesir dan militer dipastikan menolak. Kelompok pemerintah berpandangan, sikap
Ikhwan makin tidak realistis.
Menurut mereka, situasi sudah berubah dan proses politik
telah berjalan jauh, tak mungkin mundur. Ikhwan dianggap memaksakan kehendak
dengan tetap menurunkan massa dan aksi duduk dalam waktu panjang. Mereka juga
dituduh ”mengeksploitasi” kaum ibu dan anak-anak untuk turut serta dalam aksi
itu.
Kesabaran pasukan keamanan, menurut beberapa televisi
pendukung pemerintah, telah habis setelah mereka menangkap tangan sejumlah pria
bersenjata dengan stok peluru dalam jumlah besar. Stasiun televisi Al- Arabiya
bahkan menayangkan secara berulang- ulang momen penangkapan itu dan peluru yang
dibawa. Penulis sedikit ragu dengan peristiwa tersebut jika melihat mimik dan
pembicaraan orang yang tertangkap itu. Sementara kelompok Ikhwan sangat
meyakini, mereka memiliki hak membela presiden yang terpilih secara demokratis.
Apalagi, aksi itu dilakukan dengan cara damai: mereka
melakukan berbagai kegiatan di area aksi duduk itu seperti pertandingan sepak
bola mini mirip futsal, penampilan kreativitas seni, dan permainan anak-anak
dengan sarana cukup lengkap. Sesekali mereka berorasi dan berdemonstrasi pada
waktu yang ditentukan. Mereka juga berpandangan, keterlibatan sejumlah kekuatan
internasional untuk memediasi ternyata tak lebih dari upaya lain pemerintah
Mesir untuk melunakkan aksi mereka.
Intervensi
Pemerintahan Mesir juga memandang, keterlibatan pihak
internasional sudah terlalu jauh, dianggap bentuk intervensi urusan dalam
negeri. Solusi politik sepertinya hampir tak bisa diharapkan untuk saat-saat
ini. Pemerintah Mesir melihat aksi pendukung Mursi sudah menjurus pada ancaman
keamanan nasional. Itu tak hanya mengganggu kepentingan umum dengan menutup
jalan protokol, tetapi juga membawa dampak serius terhadap keamanan secara
umum.
Penulis bisa memahami bahwa aksi itu bisa mengganggu
kepentingan publik tetapi tak memahami apa yang dimaksud mengancam keamanan
Mesir. Namun seberapa pun besar gangguan itu jelas tidak bisa menjadi alasan
pihak keamanan untuk menggunakan cara kekerasan yang mengakibatkan hilangnya
nyawa dan jatuhnya korban luka dalam jumlah sangat besar. Tindakan itu brutal
dan antikemanusiaan. Hampir semua kekuatan internasional mengecam keras
kebrutalan itu.
Bahkan, El-Baradei, wapres pemerintahan sementara, yang
merupakan aktor kunci penjatuhan Mursi dan tokoh sentral pemerintahan
sementara, menyatakan mengundurkan diri akibat terjadinya peristiwa itu. Mudah
diprediksi, kegagalan solusi politik selalu membawa dampak buruk terhadap
situasi di lapangan. Tetapi apakah kondisi Mesir akan memburuk setelah tragedi
berdarah itu? Yang pasti tak ada tanda-tanda kedua pihak bisa mencapai kompromi
setelah kegagalan serangkaian mediasi ”internasional”.
Pemberlakukan situasi darurat selama sebulan oleh
pemerintahan sementara menambah kecemasan terus memburuknya situasi. Sasaran
pemberlakuan hukum itu tentu tokoh-tokoh Ikhwan dan pendukungnya. Dengan status
baru itu, pihak keamanan memiliki wewenang besar untuk menangkap pihak-pihak
yang dicurigai mengganggu keamanan sekalipun tak ada bukti yang mendukung.
Kelompok Ikhwan sepertinya akan kembali digiring ke penjara-penjara bawah tanah
di Kairo sebagaimana terhadap massa Nasser dan Mubarak.
Pihak Ikhwan tak sedikit pun menampakkan sikap untuk mundur
dari tuntutan yang dipandangnya sah dan benar kendati represi yang mereka
terima begitu berat. Mereka terus membangun konsentrasi-konsentrasi massa baru
setelah aksi duduk mereka di Rab’ah al-Adawiyyah dan Lapangan al- Nahdhah dikepung
dan dibubarkan secara paksa. Banyaknya korban tewas dan terluka tak menyurutkan
pemuda Ikhwan untuk terus memperkuat barisan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar