|
JAWA
POS, 01 Juli 2013
Selain bersyukur, sesungguhnya tak ada
niat yang besar guna merayakan ulang tahun kami yang ke-64. Meski tak sedikit
kegiatan yang dihelat di seputar 1 Juli, tanggal lahir Jawa Pos.
Mensyukuri sekaligus menandai bahwa sudah 64 tahun berjalan bersama pembaca, kami mengundang dua mantan bintang NBA Rafer Alston dan Horace Grant untuk beraksi sekaligus menghibur para pencinta bola basket tanah air di Speedy NBL Indonesia All-Star 2013. Mengadakan DBL Camp di DBL Arena yang mengundang 247 siswa dari berbagai kota di tanah air, lalu memilih 24 siswa terbaik untuk diberi kesempatan bertanding di Seattle, AS.
Kami juga menyelenggarakan Jawa Pos Cycling Audax East Java 2013 kerja bareng dengan Polda Jatim yang kebetulan juga merayakan Hari Bhayangkara pada tanggal yang sama. Tak kurang dari 300 peserta datang dari berbagai negara ikut ambil bagian untuk bersepeda menempuh jarak 232 km. Kemarin Jawa Pos Cycling Audax East Java dan DBL Camp digelar bersama-sama.
Pada 4 dan 5 Juli mendatang kami masih akan nanggap Gandrik, teater peka perubahan dan awet kreatif dari Jogja. Selama dua hari Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, dan konco-konconya bakal pentas dengan lakon Gundala Gawat yang naskahnya dibuat Goenawan Mohamad.
Seperti event-event kami yang terselenggara sepanjang tahun, baik yang level kampung ke kampung hingga yang besar berskala internasional, memang selalu kami maksudkan untuk banyak tujuan: sosial, edukasi, kekeluargaan, lingkungan, hobi, religi, prestasi, hingga kesenangan.
Karena ultah Jawa Pos kali ini kebetulan berbarengan dengan musim liburan sekolah, heboh kenaikan harga BBM, dan segera memasuki bulan suci Ramadan, tak urung gawe di seputar 1 Juli pun kami padatkan. Dan hasilnya: kemeriahan!
Di antara banyak kegiatan itu, pentas Gandrik kami harap bisa menjadi medium guna becermin diri. Sebab, 64 tahun berjalan bersama pembaca dengan segenap dinamikanya sungguh sebuah perjalanan panjang yang menorehkan banyak catatan. Pembaca sangat cepat berubah, Jawa Pos harus gaul arah zaman. Pembaca bosan dengan rubrik-rubrik lama, Jawa Pos harus siap dengan sodoran halaman baru. Masyarakat jenuh dengan pertikaian, koran harus punya rasa humor. Pembaca tidak bisa menerima ketidakadilan, pers harus fair dalam memberitakan.
Gundala Gawat mengingatkan betapa di segala zaman -zaman enak maupun zaman ruwet- kita dituntut cekatan dan senantiasa awas dalam melihat hal-hal yang bertren buruk. Eddy Nugroho, direktur Jawa Pos Koran yang sekarang sedang di Amerika, sangat risau dalam berkirim kabar ke redaksi menyangkut perubahan dunia perkoranan di sana.
"Heran, koran-koran di Amerika kok jadi makin kecil ukurannya dan makin sedikit jumlah halamannya. Ada apa ini?"
"Kalau soal ukuran yang berubah itu bisa jadi hanya sebuah tren desain. Tapi, kalau jumlah halaman makin berkurang dan kian tipis, itu jelas Gundala Gawat!" jawab saya lewat BBM.
Hingga beberapa bulan ke depan, teman-teman di PT Temprina Media Grafika, anak perusahaan Jawa Pos, harus bekerja ekstrakeras guna merampungkan peremajaan dan penambahan unit mesin cetak baru yang tersebar di delapan kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Jakarta. Ini harus segera kami lakukan karena jumlah pembaca Jawa Pos yang terus tumbuh di berbagai daerah.
Masyarakat kita makin sibuk -meski mobil dan motor bergerak pelan karena jalanan makin macet. Maka, mereka sekarang cenderung berangkat kerja lebih pagi. Artinya, koran tidak boleh datang kesiangan.
Tuntutan kreatif dunia periklanan juga makin aneh-aneh. Kalau sebuah iklan kurang aneh, itu bisa diartikan kurang kreatif. Kurang kreatif bisa dianggap kurang menarik. Koran tidak boleh menjadi penyebab ketidakkreatifan itu.
Tuntutan-tuntutan baru seperti itu bagi kami sangat menggairahkan. Pasalnya, di tengah kencangnya gerak perubahan tersebut, masyarakat pembaca terus mendorong kami untuk senantiasa maju dan berubah bersama. Ini jelas tren baik. Bukan pertanda Gundala Gawat.
Terima kasih yang sebesar-besarnya buat semua pembaca.
Salam... ●
Mensyukuri sekaligus menandai bahwa sudah 64 tahun berjalan bersama pembaca, kami mengundang dua mantan bintang NBA Rafer Alston dan Horace Grant untuk beraksi sekaligus menghibur para pencinta bola basket tanah air di Speedy NBL Indonesia All-Star 2013. Mengadakan DBL Camp di DBL Arena yang mengundang 247 siswa dari berbagai kota di tanah air, lalu memilih 24 siswa terbaik untuk diberi kesempatan bertanding di Seattle, AS.
Kami juga menyelenggarakan Jawa Pos Cycling Audax East Java 2013 kerja bareng dengan Polda Jatim yang kebetulan juga merayakan Hari Bhayangkara pada tanggal yang sama. Tak kurang dari 300 peserta datang dari berbagai negara ikut ambil bagian untuk bersepeda menempuh jarak 232 km. Kemarin Jawa Pos Cycling Audax East Java dan DBL Camp digelar bersama-sama.
Pada 4 dan 5 Juli mendatang kami masih akan nanggap Gandrik, teater peka perubahan dan awet kreatif dari Jogja. Selama dua hari Butet Kartaredjasa, Djaduk Ferianto, dan konco-konconya bakal pentas dengan lakon Gundala Gawat yang naskahnya dibuat Goenawan Mohamad.
Seperti event-event kami yang terselenggara sepanjang tahun, baik yang level kampung ke kampung hingga yang besar berskala internasional, memang selalu kami maksudkan untuk banyak tujuan: sosial, edukasi, kekeluargaan, lingkungan, hobi, religi, prestasi, hingga kesenangan.
Karena ultah Jawa Pos kali ini kebetulan berbarengan dengan musim liburan sekolah, heboh kenaikan harga BBM, dan segera memasuki bulan suci Ramadan, tak urung gawe di seputar 1 Juli pun kami padatkan. Dan hasilnya: kemeriahan!
Di antara banyak kegiatan itu, pentas Gandrik kami harap bisa menjadi medium guna becermin diri. Sebab, 64 tahun berjalan bersama pembaca dengan segenap dinamikanya sungguh sebuah perjalanan panjang yang menorehkan banyak catatan. Pembaca sangat cepat berubah, Jawa Pos harus gaul arah zaman. Pembaca bosan dengan rubrik-rubrik lama, Jawa Pos harus siap dengan sodoran halaman baru. Masyarakat jenuh dengan pertikaian, koran harus punya rasa humor. Pembaca tidak bisa menerima ketidakadilan, pers harus fair dalam memberitakan.
Gundala Gawat mengingatkan betapa di segala zaman -zaman enak maupun zaman ruwet- kita dituntut cekatan dan senantiasa awas dalam melihat hal-hal yang bertren buruk. Eddy Nugroho, direktur Jawa Pos Koran yang sekarang sedang di Amerika, sangat risau dalam berkirim kabar ke redaksi menyangkut perubahan dunia perkoranan di sana.
"Heran, koran-koran di Amerika kok jadi makin kecil ukurannya dan makin sedikit jumlah halamannya. Ada apa ini?"
"Kalau soal ukuran yang berubah itu bisa jadi hanya sebuah tren desain. Tapi, kalau jumlah halaman makin berkurang dan kian tipis, itu jelas Gundala Gawat!" jawab saya lewat BBM.
Hingga beberapa bulan ke depan, teman-teman di PT Temprina Media Grafika, anak perusahaan Jawa Pos, harus bekerja ekstrakeras guna merampungkan peremajaan dan penambahan unit mesin cetak baru yang tersebar di delapan kota di Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, dan Jakarta. Ini harus segera kami lakukan karena jumlah pembaca Jawa Pos yang terus tumbuh di berbagai daerah.
Masyarakat kita makin sibuk -meski mobil dan motor bergerak pelan karena jalanan makin macet. Maka, mereka sekarang cenderung berangkat kerja lebih pagi. Artinya, koran tidak boleh datang kesiangan.
Tuntutan kreatif dunia periklanan juga makin aneh-aneh. Kalau sebuah iklan kurang aneh, itu bisa diartikan kurang kreatif. Kurang kreatif bisa dianggap kurang menarik. Koran tidak boleh menjadi penyebab ketidakkreatifan itu.
Tuntutan-tuntutan baru seperti itu bagi kami sangat menggairahkan. Pasalnya, di tengah kencangnya gerak perubahan tersebut, masyarakat pembaca terus mendorong kami untuk senantiasa maju dan berubah bersama. Ini jelas tren baik. Bukan pertanda Gundala Gawat.
Terima kasih yang sebesar-besarnya buat semua pembaca.
Salam... ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar