|
JAWA
POS, 23 Juli 2013
''KEBIJAKAN moneter bukanlah satu-satunya obat mujarab.'' Demikian kata
Junianto Herdiawan (Jawa Pos, 16/7). Ekonom Bank Indonesia Jawa Timur
itu melanjutkan, koordinasi dengan fiskal akan menjadi kunci penting untuk
menghadapi tantangan ke depan.
Beberapa tahun terakhir ini perekonomian kita memang sedang memikat. Perolehan predikat investment grade pada 2011 menjadikan banyak investor luar negeri tertarik ke Indonesia. Pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen tentu sangat tinggi, mengingat ekonomi Eropa sedang turun-turunnya. Karena itu, tidak sedikit investor Eropa yang mengalihkan investasi ke negara yang kaya akan sumber daya alam ini.
Secara sederhana, pertumbuhan ekonomi adalah selisih antara transaksi ekonomi dalam tahun ini dibanding tahun sebelumnya (dalam persentase). Dari sisi mikro, transaksi ekonomi yang bertambah sama halnya dengan penjual yang berhasil menjual lebih banyak, sehingga pendapatan bertambah. Karena itu, ketika pertumbuhan ekonomi positif, setiap penjual semakin kaya.
Teori ekonomi menyatakan, pendapatan memengaruhi konsumsi. Bila pendapatan naik, konsumsi/permintaan barang naik. Khusus Ramadan, permintaan barang relatif lebih tinggi daripada bulan-bulan sebelumnya. Salah satunya terjadi karena memang jiwa sosial atau hasrat untuk menyenangkan muslim lainnya relatif tinggi, termasuk lewat sedekah dan infak. Tidak heran, seseorang bisa mendapat 2-3 undangan buka puasa pada hari yang sama dari koleganya. Menjelang Lebaran, permintaan terhadap pakaian, sepatu, dan lain-lain juga tinggi.
Jika kenaikan permintaan barang tersebut bersifat masif, permintaan total (aggregate demand/AD) akan naik. Bila suplai barang tetap dan AD cukup tinggi, harga bakal naik. Terjadilah demand pull inflation, kenaikan harga karena kenaikan permintaan.
Selain demand pull inflation, kenaikan harga saat ini disebabkan cost push inflation, yaitu biaya yang tinggi. Hampir semua terkena dampak kenaikan harga BBM, walaupun tidak punya kendaraan. Contohnya, anak kos-kosan yang hanya punya sepeda. Dia memang tidak membeli BBM. Tetapi, ketika dia membeli makanan, harga makanan juga naik. Sebab, penjual makanan membeli bahan-bahan makanan di pasar dengan kendaraan bermotor.
Kita tidak mau harga naik karena alokasi dana yang sudah kita tetapkan hanya akan mendapat sedikit barang. Bagi setiap orang, apalagi mereka yang mempunyai pendapatan sedikit dan tetap, inflasi layaknya ''perampok'' yang gaib. Sebab, secara fisik jumlah barang yang kita beli berkurang tanpa jelas siapa yang mengambil.
Di Indonesia, inflasi dikendalikan Bank Indonesia (BI) dengan menaikkan BI rate yang biasanya akan diikuti kenaikan bunga oleh perbankan. BI rate pada 11 Juli 2013 naik 50 basis poin menjadi 6,5 persen. Tentu saja harapan dari kenaikan itu adalah masyarakat akan mengurangi permintaan dan cenderung menabung.
Tidak adakah jalan lain meredam inflasi? Ahli ekonomi Islam terkemuka dari Islamic Development Bank, Umar Chapra, sangat concern terhadap stabilitas harga. Dalam bukunya Towards A Just Monetary System (1985), beliau memandang, stabilitas harga adalah sesuatu yang harus mendapat perhatian lebih oleh negara.
Ekonomi Islam adalah ekonomi sektor riil. Sektor keuangan menjadi pendukung sektor riil. Sektor keuangan tidak boleh bergerak lebih cepat dibanding sektor riil. Penurunan drastis ekonomi Amerika karena instrumen derivatif yang mengakibatkan sektor keuangan bergerak sangat cepat menjauhi sektor riil.
Dalam ekonomi Islam, menurut ekonom senior itu, penyelesaian inflasi harus melalui root causes, pada akar permasalahan mengapa inflasi terjadi. Bukan inflasi terjadi kemudian baru dicarikan penyelesaiannya.
Kenaikan harga karena kenaikan permintaan itu disebabkan tidak mencukupinya suplai. Artinya, suplai tidak disiapkan jauh-jauh hari untuk menghadapi lonjakan permintaan yang tinggi. Contohnya, setiap Ramadan, permintaan daging naik. Karena suplainya kurang, harga naik. Karena itu, produksinya harus dimulai jauh-jauh hari sebelum Ramadan.
Pada bulan-bulan Ramadan masa mendatang, kita akan mempunyai pola yang sama. Yaitu, harga-harga bakal naik. Agar itu tidak terjadi, mulai sekarang kita harus membuat program beternak daging supaya suplai pada masa-masa Ramadan mendatang melimpah.
Kita tahu, misalnya, umur sapi yang relatif cukup untuk bisa disembelih adalah sekitar tiga tahun. Karena itu, peternakan sapi disiapkan mulai sekarang untuk kebutuhan daging sapi pada Ramadan tiga tahun mendatang. Umur kambing siap potong adalah dua tahun. Dengan demikian, persiapan beternak kambing dimulai sekarang untuk kebutuhan dua tahun mendatang.
Pengadaan ternak haruslah bisa memenuhi kenaikan kebutuhan akan daging ternak pada masa-masa mendatang. Hal itulah yang harus menjadi perhatian pemerintah melalui berbagai kebijakan untuk mendukung program tersebut. Pemerintah bisa saja menggandeng LIPI maupun universitas-universitas yang mempunyai fakultas-fakultas yang terkait.
Contoh lain terkait dengan akar permasalahan inflasi karena kenaikan harga BBM. Solusi menurut ekonomi Islam bukanlah dengan bantuan langsung tunai, tetapi mencari alternatif lain BBM. Karena itu, upaya yang digalakkan Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk menggunakan energi listrik sebagai pengganti BBM harus diapresiasi.
Bila setiap tingginya permintaan tersebut diiringi ketersediaan barang, transaksi ekonomi akan melonjak, tetapi dengan harga yang relatif stabil. Dengan kata lain, jika suplai bisa memenuhi setiap permintaan, harga barang dimungkinkan untuk mempunyai harga yang relatif sama dengan harga sebelum atau sesudah Ramadan.
Suku bunga yang dinaikkan bank sentral untuk mengurangi inflasi bukanlah solusi dalam ekonomi Islam karena memang suku bunga atau interest tetap dianggap riba. Menaikkan atau menurunkan suku bunga dalam mengatur inflasi lebih bersifat reaktif. Ekonomi yang wajar menekankan pengaturan suplai barang jauh-jauh hari. Aneh, kenapa kita terbelit persoalan yang sama terus-menerus? ●
Beberapa tahun terakhir ini perekonomian kita memang sedang memikat. Perolehan predikat investment grade pada 2011 menjadikan banyak investor luar negeri tertarik ke Indonesia. Pertumbuhan ekonomi sekitar 6 persen tentu sangat tinggi, mengingat ekonomi Eropa sedang turun-turunnya. Karena itu, tidak sedikit investor Eropa yang mengalihkan investasi ke negara yang kaya akan sumber daya alam ini.
Secara sederhana, pertumbuhan ekonomi adalah selisih antara transaksi ekonomi dalam tahun ini dibanding tahun sebelumnya (dalam persentase). Dari sisi mikro, transaksi ekonomi yang bertambah sama halnya dengan penjual yang berhasil menjual lebih banyak, sehingga pendapatan bertambah. Karena itu, ketika pertumbuhan ekonomi positif, setiap penjual semakin kaya.
Teori ekonomi menyatakan, pendapatan memengaruhi konsumsi. Bila pendapatan naik, konsumsi/permintaan barang naik. Khusus Ramadan, permintaan barang relatif lebih tinggi daripada bulan-bulan sebelumnya. Salah satunya terjadi karena memang jiwa sosial atau hasrat untuk menyenangkan muslim lainnya relatif tinggi, termasuk lewat sedekah dan infak. Tidak heran, seseorang bisa mendapat 2-3 undangan buka puasa pada hari yang sama dari koleganya. Menjelang Lebaran, permintaan terhadap pakaian, sepatu, dan lain-lain juga tinggi.
Jika kenaikan permintaan barang tersebut bersifat masif, permintaan total (aggregate demand/AD) akan naik. Bila suplai barang tetap dan AD cukup tinggi, harga bakal naik. Terjadilah demand pull inflation, kenaikan harga karena kenaikan permintaan.
Selain demand pull inflation, kenaikan harga saat ini disebabkan cost push inflation, yaitu biaya yang tinggi. Hampir semua terkena dampak kenaikan harga BBM, walaupun tidak punya kendaraan. Contohnya, anak kos-kosan yang hanya punya sepeda. Dia memang tidak membeli BBM. Tetapi, ketika dia membeli makanan, harga makanan juga naik. Sebab, penjual makanan membeli bahan-bahan makanan di pasar dengan kendaraan bermotor.
Kita tidak mau harga naik karena alokasi dana yang sudah kita tetapkan hanya akan mendapat sedikit barang. Bagi setiap orang, apalagi mereka yang mempunyai pendapatan sedikit dan tetap, inflasi layaknya ''perampok'' yang gaib. Sebab, secara fisik jumlah barang yang kita beli berkurang tanpa jelas siapa yang mengambil.
Di Indonesia, inflasi dikendalikan Bank Indonesia (BI) dengan menaikkan BI rate yang biasanya akan diikuti kenaikan bunga oleh perbankan. BI rate pada 11 Juli 2013 naik 50 basis poin menjadi 6,5 persen. Tentu saja harapan dari kenaikan itu adalah masyarakat akan mengurangi permintaan dan cenderung menabung.
Tidak adakah jalan lain meredam inflasi? Ahli ekonomi Islam terkemuka dari Islamic Development Bank, Umar Chapra, sangat concern terhadap stabilitas harga. Dalam bukunya Towards A Just Monetary System (1985), beliau memandang, stabilitas harga adalah sesuatu yang harus mendapat perhatian lebih oleh negara.
Ekonomi Islam adalah ekonomi sektor riil. Sektor keuangan menjadi pendukung sektor riil. Sektor keuangan tidak boleh bergerak lebih cepat dibanding sektor riil. Penurunan drastis ekonomi Amerika karena instrumen derivatif yang mengakibatkan sektor keuangan bergerak sangat cepat menjauhi sektor riil.
Dalam ekonomi Islam, menurut ekonom senior itu, penyelesaian inflasi harus melalui root causes, pada akar permasalahan mengapa inflasi terjadi. Bukan inflasi terjadi kemudian baru dicarikan penyelesaiannya.
Kenaikan harga karena kenaikan permintaan itu disebabkan tidak mencukupinya suplai. Artinya, suplai tidak disiapkan jauh-jauh hari untuk menghadapi lonjakan permintaan yang tinggi. Contohnya, setiap Ramadan, permintaan daging naik. Karena suplainya kurang, harga naik. Karena itu, produksinya harus dimulai jauh-jauh hari sebelum Ramadan.
Pada bulan-bulan Ramadan masa mendatang, kita akan mempunyai pola yang sama. Yaitu, harga-harga bakal naik. Agar itu tidak terjadi, mulai sekarang kita harus membuat program beternak daging supaya suplai pada masa-masa Ramadan mendatang melimpah.
Kita tahu, misalnya, umur sapi yang relatif cukup untuk bisa disembelih adalah sekitar tiga tahun. Karena itu, peternakan sapi disiapkan mulai sekarang untuk kebutuhan daging sapi pada Ramadan tiga tahun mendatang. Umur kambing siap potong adalah dua tahun. Dengan demikian, persiapan beternak kambing dimulai sekarang untuk kebutuhan dua tahun mendatang.
Pengadaan ternak haruslah bisa memenuhi kenaikan kebutuhan akan daging ternak pada masa-masa mendatang. Hal itulah yang harus menjadi perhatian pemerintah melalui berbagai kebijakan untuk mendukung program tersebut. Pemerintah bisa saja menggandeng LIPI maupun universitas-universitas yang mempunyai fakultas-fakultas yang terkait.
Contoh lain terkait dengan akar permasalahan inflasi karena kenaikan harga BBM. Solusi menurut ekonomi Islam bukanlah dengan bantuan langsung tunai, tetapi mencari alternatif lain BBM. Karena itu, upaya yang digalakkan Menteri BUMN Dahlan Iskan untuk menggunakan energi listrik sebagai pengganti BBM harus diapresiasi.
Bila setiap tingginya permintaan tersebut diiringi ketersediaan barang, transaksi ekonomi akan melonjak, tetapi dengan harga yang relatif stabil. Dengan kata lain, jika suplai bisa memenuhi setiap permintaan, harga barang dimungkinkan untuk mempunyai harga yang relatif sama dengan harga sebelum atau sesudah Ramadan.
Suku bunga yang dinaikkan bank sentral untuk mengurangi inflasi bukanlah solusi dalam ekonomi Islam karena memang suku bunga atau interest tetap dianggap riba. Menaikkan atau menurunkan suku bunga dalam mengatur inflasi lebih bersifat reaktif. Ekonomi yang wajar menekankan pengaturan suplai barang jauh-jauh hari. Aneh, kenapa kita terbelit persoalan yang sama terus-menerus? ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar