|
REPUBLIKA, 31 Mei 2013
Pada 21,--24 Mei 2013 berlangsung
Musyawarah Kerja Nasional (Mukernas) Ulama Alquran di Serang, Banten, yang
diikuti kurang lebih 120 peserta yang terdiri dari para ulama, akademisi, dan
pemerhati kajian tafsir dan ilmu Alqur an. Kegiatan itu sendiri diselenggarakan
Lajnah Penta shihan Mushaf Alquran
(LPMA) Balitbang Diklat Kementerian Agama.
Beberapa rekomendasi telah dihasilkan
dari kegiatan ini dan semuanya bermuara pada tema besar `Mendialogkan Teks Alquran dengan Realitas'. Agenda mendialogkan
teks dengan realita sesungguhnya menjadi substansi misi Alquran itu sendiri.
Kata syifa' yang terdapat pada Al Isra'17:82 dapat dipahami sebagai solusi bagi
problematika kehidupan sepanjang masa.
Jadi, kemukjizatan Alquran paling
besar terletak pada kemampuannya menyapa realitas dengan solusi. Turunnya
Alquran secara bertahap mengikuti peristiwa yang terjadi --seperti terdokumentasikan
dalam riwayat sababun-nuzul-- juga
merupakan upayanya untuk berdialog dengan realita.
Agenda mendialogkan teks Alquran
dengan realita sejatinya dilakukan pada sisi pendalaman materi dan perumusan
metodologi tafsir alternatif. Untuk sisi yang pertama, LPMA sudah memberikan
kontribusi yang cukup signifikan. Beberapa seri tafsir tematik dan tafsir ilmi
sudah lahir. Berbagai isu telah dibahas pada seri-seri tersebut.
Namun, sebagaimana tercermin dari
berbagai tanggapan para peserta Mukernas terhadap karya-karya seri tersebut,
sepertinya agenda berikutnya sebaiknya ditambah dengan upaya memformulasikan
metode tafsir alternatif. Metode ini tidak berarti menafikan metode tafsir yang
ada sama sekali, tetapi dapat pula berbentuk penyempurnaan terhadap metode yang
ada.
Upaya menemukan metode tafsir alternatif
seiring dengan semangat mendialogkan teks dan realita, serta mengikuti
perkembangan realita yang terus berubah secara dinamis. Dengan selesainya Alquran
turun, maka berhenti pula turunnya teks. Sementara realita terus berkembang
seiring dengan perjalanan zaman.
Itu sebabnya, ijtihad dan qiyas (analogi)
mutlak dibutuhkan dalam menjambati antara teks Alquran dan realita. Dengan
demikian, metode tafsir alternatif yang dihadirkan sejatinya memberikan ruang
yang luas bagi ijtihad dan qiyas, ruang yang tidak diberikan cukup
luas oleh metode-metode tafsir yang ada.
Sejarah kemunculan metode tafsir
sebagaimana dikenal saat ini --seperti dengan apik diulas dalam `al-Bidayah fit-Tafsir al-Maudhu`i karya
al-Farmawi'-- sesungguhnya juga sejarah penemuan tak henti terhadap metode
tafsir baru. Sebagai contoh, metode tafsir tematik (maudhu`i) lahir untuk menyempurnakan metode tafsir tahlili dan
dalam rangka memenuhi kebutuhan mendesak terhadap solusi-solusi qurani.
Beberapa pertimbangan dapat dikemukakan
sebagai acuan dalam perumusan metode tafsir alternatif. Pertama, ayat-ayat
Alquran memiliki multilevel makna. Ada banyak testimoni, baik berupa hadis
maupun pendapat para pakar, mengenai hal ini. Sebuah riwayat yang disampaikan
Abu Nu`aim dan lainnya dari Ibn `Abbas (w 68 H/689 M) menyatakan bahwa Alquran
memiliki beberapa sisi dan makna (dzul-wujuh).
Selama ini metode tafsir yang ada lebih banyak berorientasi pada makna
lahir/eksoterik ayat, sedangkan makna batin/esoteris- nya belum maksimal
digali.
Kedua, takwil adalah salah satu
alat yang dapat digunakan untuk menyelami kandungan makna Alquran yang tersimpan
di balik teks sebuah ayat. Tradisi pemanfaatan takwil secara luas oleh para
sufi dan filosop Muslim sebaiknya tidak dinilai lagi sebagai tafsir kiri, tetapi
dinilai sebagai terobosan yang baik untuk ditiru dalam konteks mengeksplorasi
makna-makna ayat.
Mengawal hasil Mukernas
Di antara poin hasil Mukernas adalah
dukungan kepada Kementerian Agama RI untuk keberlangsungan kegiatan penyusunan
Tafsir Alquran dengan berbagai pendekatan, dengan melibatkan para ulama dan
pakar yang berlatar belakang keahlian ilmu berbeda dalam sebuah atau beberapa
tim kerja yang saling melengkapi. Poin ini jelas memberikan ruang kepada
keterlibatan berbagai pakar di luar tafsir untuk berkumpul bersama-sama
membumikan Alquran.
Dengan demikian, keterlibatan banyak
pakar dengan latar belakang keahlian ilmu berbeda diharapkan semakin menonjol
pada Mukernas berikutnya. Ini tentunya salah satu upaya memaksimalkan dialog
antara teks dan realitas.
Dengan dukungan pemerintah, banyak
hal dapat dihasilkan melalui mukernas seperti ini. Jika selama ini diisi dengan
respons terhadap produk tafsir yang dihasilkan oleh tim yang dibentuk LPMA, ke
depan mukernas diharapkan menjadi ajang musyawarah akbar pakar Alquran untuk
mendiskusikan isu-isu aktual.
Isu tersebut di antaranya mencari
solusi agar Alquran tidak saja ditafsirkan secara aktual, tetapi juga produk
tafsir itu sendiri disosialisasikan kepada masyarakat secara masif dan
komprehensif. Syukur-syukur hasil Mukernas berikutnya melahirkan sebuah
organisasi yang dapat menaungi para ulama, akademisi, dan pemerhati kajian
tafsir dan ilmu Alquran. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar