|
Kunjungan
PM China Li Keqiang ke India, negara pertama setelah menjabat PM, memberikan
tanda jelas bahwa Pemerintah India di mata RRC bukan pion dalam strategi
aliansi kerja sama pertahanan AS. Kita memahami kunjungan PM Li awal pekan ini
sebagai artikulasi sebuah pilihan hubungan internasional Pan-Asia warisan
tradisi dan lingkup sejarah dari masa Gerakan Nonblok 1955.
Pilihan
ini mewakili kepentingan strategi China dan India yang secara bersamaan
diproyeksikan sebagai inti perimbangan kekuasaan dalam konteks modern. Artinya,
India yang demokratis dan China yang sentralistis tidak menjadi isu dalam
membangun aliansi kepentingan strategis (seperti rumusan Buku Putih Pertahanan
Australia) di kawasan Indo-Pasifik.
Pandangan
ini sesuai dengan pemahaman atas Doktrin Natalegawa mengenai dynamic equilibrium (keseimbangan
dinamis) tecermin dalam pidato kunci Menlu Marty Natalegawa dalam konferensi
tentang Indonesia yang diselenggarakan CSIS Washington, AS, akhir pekan lalu.
Menurut Menlu, terminologi geopolitik Indo-Pasifik memerlukan paradigma baru
dalam hubungan antarnegara di kawasan tersebut.
Dalam
konteks ini, kita memahami kalau hubungan China-India tidak akan terpaku pada
persoalan klaim tumpang tindih wilayah perbatasan darat di daerah Ladakh,
Himalaya, yang disepakati kedua negara sebagai garis kontrol aktual (line of actual control). Ikatan ekonomi
dan perdagangan menjadi pemicu penting bagi China-India saling mendekatkan
diri.
Ada
beberapa faktor mendorong perubahan pendekatan di antara negara yang berseteru
keras pada tahun 1962 karena klaim tumpang tindih kedaulatan. Faktor pertama,
keinginan India membahas lebih mendalam konsesi dan inisiatif China mengakses
pasar India melalui perusahaan-perusahaan teknologi informasi dan farmasi,
keunggulan milik India dalam skala global dan dibutuhkan China untuk keperluan
dalam negeri, termasuk meningkatkan daya saing perekonomiannya.
Faktor
kedua, melalui perluasan akses pasar ke perusahaan- perusahaan India dan
memperluas investasi China, hubungan ekonomi bilateral akan mencapai sekitar
100 miliar dollar AS pada tahun 2015. Sekarang, hubungan ekonomi kedua negara
ini meningkat menjadi 70 miliar dollar AS dengan posisi defisit pihak India
mencapai sekitar 39 miliar dollar AS.
Faktor
ketiga, mekanisme kerja sama multilateral India dan China dalam skema Brasil,
Rusia, India, China, dan Afrika Selatan (BRICS) memberikan peluang ekspansif
masif yang saling menguntungkan. Hal itu termasuk keinginan China untuk
mengerjakan proyek jaringan kereta api kecepatan tinggi ataupun pembangunan
tiga bendungan di Sungai Brahmaputra.
Hubungan
politik, keamanan, dan ekonomi yang tecermin melalui kunjungan PM Li Keqiang
ini memberikan pemahaman penting bagi kita kalau Doktrin Natalegawa berada pada
arah dan pemikiran strategis yang tepat. Ini ditandai dengan tidak ada kekuatan
besar yang mengikuti model perimbangan kekuatan melalui cara-cara yang kaku,
persaingan, atau menimbulkan ketegangan.
Pendekatan
negara besar, seperti China-India, menjadi model menarik dalam memberi makna
yang luas dan
mendalam atas Doktrin Natalegawa, mempromosikan rasa tanggung
jawab bersama dalam menjaga perdamaian dan stabilitas perdamaian. Pendekatan
keseimbangan dinamis dua negara besar (China-India) adalah pilihan penjajakan
penting ketimbang strategi segi empat (AS, Jepang, India, Australia) berdiri
dalam kontigensi menghadapi China di arena baru kawasan Indo-Pasifik. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar