Per 1 April 2013, tarif
listrik naik 4,3 persen sebagai bagian dari kebijakan pemerintah secara
bertahap untuk menekan subsidi listrik. Memang, borosnya penggunaan
listrik sebagai konsekuensi dari berkembangnya gaya hidup yang kian
mengandalkan perangkat teknologi dan informatika, menjadi keprihatinan
tersendiri. Terlebih bagi Indonesia, yang mendapat predikat negara
terboros dalam pemakaian listrik di ASEAN. Konsumsi listrik penduduk
Indonesia naik 10 persen per tahun, bahkan di beberapa daerah mencapai 12
persen.
Untuk area Jawa-Bali dan
Madura, misalnya, kebutuhan listriknya terus bertambah rata-rata 1.000
(mw) per bulan. Ironisnya, pasokan listrik dalam status siaga karena
cadangan yang tersisa hanya 330 mw. Untuk mengantisipasinya telah
dibangun beberapa pembangkit listrik.
Berdasarkan data dari
Perusahaan Listrik Negara (PLN), beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap
(PLTU) baru di Pulau Jawa dengan total kapasitas 11.725 mw mulai
beroperasi sejak 2010 hingga 2014. Pada periode yang sama, untuk Pulau
Sumatra ada tambahan pasokan dari PLTU baru sebesar 2.916 mw, Kalimantan
914 mw, dan Sulawesi 822 mw.
Dari sisi kenyamanan
konsumen listrik, tentu saja upaya di atas sangatlah menyenangkan. Namun
demikian, kondisi ini perlu diwaspadai. Apalagi, masih sangat minim
kesadaran masyarakat bahwa penggunaan listrik yang boros akan menguras
persediaan bahan baku energi seperti minyak bumi, batubara, gas, dan
sebagainya. Dari total produksi pembangkit energi listrik nasional tahun
2010 yang sebesar 258.747 GWh, mayoritas pembangkit listrik menggunakan
batu bara (35,3 persen), gas bumi (21,5 persen), minyak bumi (0,5 persen)
dan solar (5,8 persen). Padahal, data British Petroleum (2009)
menunjukkan bahwa cadangan minyak bumi di Indonesia akan habis 10,2 tahun
lagi, gas bumi, 45,7 tahun dan batu bara 19 tahun.
Tak hanya itu, kita juga
patut khawatir terjadinya kerusakan lingkungan yang akan meningkatkan
pencemaran udara dan mempercepat terjadinya perubahan iklim. Terutama,
bila menggunakan batubara, seperti pada PLTU, karena batubara mengandung
emisi CO2 yang paling besar di antara energi fosil lainnya. Kondisi ini
harus segera diantisipasi. Caranya adalah dengan menghemat penggunaan
listrik.
Data ASEAN Centre for Energy (ACE) menyebutkan bahwa Indonesia
sangat berpotensi untuk menghemat listrik. Setidaknya sebanyak 3,13 juta
ton setara minyak. Terbukti, saat pelaksanaan Earth Hour 2011, sekitar
700 mw listrik se-Jawa- Bali dapat dihemat. Bisa dibayangkan, berapa
banyak listrik yang bisa dihemat, apabila gerakan tesebut menjadi aksi
kita dalam keseharian.
Berikut beberapa tindakan
penghematan listrik yang dapat kita lakukan sehari-hari. Pertama, gunakan
lampu dan peralatan elektronik secukupnya saja. Bila tidak diperlukan
sebaiknya dipadamkan, jangan di stand-by,
karena masih mengonsumsi listrik. Bila dikalkulasi, membiarkan komputer
menyala sepanjang tahun akan memboroskan energi lebih dari 1,000 kWh/y,
setara dengan total konsumsi listrik seluruh rumah. Lihat susunan acara
TV di majalah atau koran saat akan menonton acara tertentu agar TV tidak
perlu terus dihidupkan.
Kedua, manfaatkan cahaya
alami seoptimal mungkin. Bila perlu lampu, tentukan jumlah titik, daya
maupun ukurannya sesuai kebutuhan. Sebaiknya, gunakan banyak titik lampu
dengan daya rendah dibandingkan menggunakan 1 titik dengan daya besar
karena lebih hemat energi dan tidak menyilaukan mata.
Ketiga, gunakan lampu hemat
energi karena menghemat daya hingga 80 persen dan umurnya 10 kali lipat
lebih panjang dibandingkan lampu biasa. Jika 40 juta pelanggan listrik
kalangan rumah tangga di Indonesia, masing-masing memakai 5 lampu hemat
energi (masing-masing 20 watt/lampu), maka konsumsi listrik akan
berkurang serta menghemat biaya sekitar Rp 4 triliun/tahun. Sejak 2009,
pemakaian lampu hemat energi mencapai 160 juta unit dan rata-rata
meningkat 10 persen per tahun.
Keempat, batasi penggunaan hi-fi atau sound system berdaya listrik besar. Mendengarkan musik dari
MP3 player atau dari telepon genggam, dengan menggunakan head set (head phone). Menonton film cukup dengan speaker kecil atau langsung dari speaker TV, tidak perlu dengan home theater sound system.
Kelima, bila menggunakan AC,
sebaiknya memakai pengatur waktu serta mengatur suhu tidak lebih dingin 5
derajat dari suhu luar. Karena, semakin dingin suhu, semakin banyak
energi listrik yang diperlukan. Agar dinginnya maksimal, pastikan tidak
ada pintu atau jendela yang terbuka.
Keenam, kegiatan mencuci
pakaian dengan mesin cuci dan menyeterika pakaian sebaiknya dilakukan
apabila sudah terkumpul cukup banyak. Jangan dilakukan setiap hari hanya
untuk pakaian yang akan dipakai. Agar lebih hemat listrik, gunakan
seterika otomatis yang diatur sesuai dengan jenis baju. Selain itu,
bagian bawah seterika harus dibersihkan dari kotoran.
Ketujuh, lebih baik membeli
laptop dibanding desktop (PC) karena laptop mengonsumsi listrik 5 kali
lebih hemat dibandingkan desktop. Bila memiliki desktop sebaiknya
menggunakan layar monitor LCD dibanding CRT. Nyalakan pengaturan daya (power management) pada komputer
dan tidak perlu menggunakan screensaver.
Batasi mencetak data di kertas, terutama dengan laser printer, karena menyerap listrik lebih banyak dibanding
inkjet printer.
Bergaya hidup hemat listrik
tidak cukup hanya dengan berpartisipasi di Earth Hour, yang hanya satu jam dalam setahun saja, tetapi
harus terus dibuktikan setiap hari dengan konsisten. Aksi hemat listrik,
bukan untuk gaya-gayaan tetapi untuk masa depan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar