IMLEK merupakan saat yang
tepat untuk menumbuhkan, mengembangkan, dan mengasah rasa kepekaan
sekaligus kepedulian sosial (solidaritas) kita sebagai satu saudara,
sebangsa dan setanah air. Di samping itu, relasi antarinsan pun bisa makin
dipererat melalui masa perayaan Imlek.
Namun tidak dapat disangkal bahwa masa perayaan Tahun Baru Imlek 2564 yang
berpuncak pada Minggu, 10 Februari 2013, telah diawali dan diwarnai oleh
banyak musibah, terutama banjir. Melalui ragam media (baik elektronik
maupun cetak) kita melihat, mendengar, dan membaca bahwa pada pengujung
Januari lalu, banyak kota, bahkan Ibu Kota, lumpuh karena banjir.
Di beberapa kota, proses belajar mengajar peserta didik terpaksa diliburkan
karena lingkungan sekolah mereka kebanjiran. Fasilitas publik banyak yang
rusak dan hancur. Tak terhitung lagi kerusakan dan kerugian material dan
nonmaterial yang harus ditanggung, bahkan tidak sedikit korban jiwa
berjatuhan.
Belum lagi pulih dari kesedihan yang diakibatkan oleh musibah banjir, telah
diberitakan lewat media pula bahwa berbagai macam penyakit telah mengintip
pascasurutnya genangan banjir. Banyak orang terserang penyakit kulit,
diare, flu, tifus, infeksi saluran pernapasan atas, demam berdarah dengue
(DBD), termasuk penyakit leptospirosis yang ditularkan melalui kotoran dan
air kencing tikus.
Dirangkum menjadi satu, semua bentuk keprihatinan bangsa itu seolah-olah
disodorkan ke hadapan kita, bersamaan dengan suka cita dalam masa
raya perayaan Imlek; yaitu hari ketika masyarakat etnis Tionghoa bersyukur
atas kemelimpahan berkat-Nya. Sejatinya hari yang tepat untuk merayakan
kemenangan, keberhasilan, dan kesuksesan.
Niat Baik
Dalam konteks mengajak untuk bersimpati dan berempati, serta kesediaan
membantu meringankan beban sesama, ada penggalan kisah pendek yang sengaja
penulis kutip dari buku The Best of
Chinese Life Philosophies, untuk kita renungkan bersama.
Berikut penggalan kisahnya. Suatu saat, ada orang yang akan dilahirkan di
dunia fana ini. Sebelum ia ''dikirim'' ke bumi, Dewa Kelahiran bertanya apa
yang akan ia kerjakan di bumi ketika kelak dewasa. ''Calon manusia'' itu
menjawab,' “Saya akan berusaha untuk
sekuat tenaga untuk mencapai kesuksesan”.
''Bagus,'' kata Dewa Kelahiran. Ketika ia sampai ke bumi, kemudian menjadi
besar dan dewasa ia melihat bahwa kehidupan itu tidaklah seindah yang
dibayangkan. Banyak orang, termasuk keluarganya, yang hidup sengsara,
menderita, dan mengalami banyak musibah. Seketika itu juga, ia berubah
pikiran. Waktu yang seharusnya ia gunakan untuk mencapai kesuksesan,
sebagian ia gunakan untuk membantu sesama yang membutuhkan.
Ia senantiasa melakukan kebaikan tanpa pamrih. Jiwa sosialnya tumbuh dan
berkembang serta menyentuh hati banyak orang. Ketika ia meninggal dunia,
banyak orang yang merasa kehilangan, dan ia dikenang sebagai dewa penolong.
Penggalan kisah itu secara
jelas hendak menunjukkan kepada kita bahwa tiap perbuatan baik, sekecil dan
sesederhana apa pun, yang kita lakukan secara tulus dan ikhlas untuk
menolong sesama, akan menjadikan penghuni surga tertegun.
Merayakan Imlek, seharusnya tidaklah pernah lepas dari doa, asa, dan niat
yang baik sekaligus luhur. Merayakan Imlek tanpa disertai tiga hal utama
tersebut, hanyalah akan menjadikan Imlek sebagai agenda siklus tahunan yang
akan lewat begitu saja: kering dan tanpa makna. Bukankah sebagai umat
yang beriman, perbuatan keseharian kita pada hakikatnya merupakan
perwujudan atas isi doa kita kepada Tuhan?
Dengan Berbagi
Sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai dan semangat persaudaraan, dan
yang menempatkan budaya gotong royong di atas segala-galanya maka melalui
perayaan Imlek tahun ini, yang hadir bersamaan dengan belum usainya
rentetan musibah, kita seperti kembali disapa dan diingatkan supaya sudah
selayak dan sepantasnyalah untuk turut ambil bagian dalam meringankan beban
saudara-saudara kita yang saat ini masih dililit kesusahan dan tertimpa
berbagai musibah.
Justru melalui kesediaan untuk berbagi inilah, kekayaan kita yang
sesungguhnya makin tampak nyata. Hakikatnya, kekayaan tidak lagi diukur
dari seberapa banyak harta dan materi yang kita miliki. Namun sebaliknya,
kekayaan kita justru tampak melalui seberapa banyak milik kita yang bisa
kita berikan secara tulus dan ikhlas guna membantu dan meringankan
beban saudara-saudara kita yang membutuhkan.
Apresiasi positif penulis sampaikan kepada mereka yang pada Tahun Baru
Imlek 2564 ini telah mendapatkan rezeki yang melimpah, dan sebagian dari
rezeki itu secara tulus telah dipersembahkan guna membantu saudara-saudara
kita yang masih dibelit kesusahan dan tertimpa musibah.
Wujud bantuan itu semisal aksi pemberian bahan pangan dan sandang murah,
serta pengobatan gratis kepada masyarakat, siapa pun mereka, yang
membutuhkan. Mari kita
renungkan, ''Kalau aku bukan untuk
diriku, lalu untuk siapa aku ini. Tetapi jika aku hanya untuk diriku, lalu
untuk apa aku ini''. Selamat menyongsong, memperingati, dan
memaknai Imlek, Gong Xi Fat Chai. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar