Pembelajaran
yang Mendalam
Ismunandar ; Guru
Besar pada FMIPA ITB, Direktur SEAMEO QITEP in Science
|
REPUBLIKA,
16 Januari 2013
Guru sering mengeluhkan
luasnya materi pembelajaran yang harus mereka cakup. Saya selalu menyarankan
sedikit materi, tetapi lebih mendalam jauh lebih baik daripada materi yang
luas, tetapi hanya di permukaan. Tiga alasan yang mendukung hal ini dan
kosekuensinya pada penyiapan guru didiskusikan dalam tulisan ini. Membaca di
antara baris dokumen uji publik Kurikulum 2013, saya melihat bahwa
pembelajaran mendalam inilah yang diimpikan.
Sudah sering
disampaikan bahwa keterampilan utama yang diperlukan kini, terlebih pada masa
depan, yang penuh dengan ketidakpastian adalah kemampuan transfer. Kemampuan
ini merujuk pada kemampuan orang untuk menyelesaikan masalah baru berdasarkan
apa yang dipelajarinya di bidang lain.
Kemampuan ini didapat
bila seseorang belajar sesuatu lebih mendalam.
Beberapa hal yang harus dilakukan guru agar terjadi pembelajaran yang mendalam adalah mendorong munculnya diskusi mendalam dan pemberian tugas yang menantang disertai bantuan serta umpan balik yang segera. Dalam pemberian tugas yang menantang, kesediaan guru membantu bila siswa menemui masalah dan pemberian umpan balik yang segera sangat penting.
Untuk mengatasi
turunnya minat dan kenikmatan siswa belajar sains, pen dekatan yang
disarankan dan diimplementasikan di berbagai negara adalah pendekatan
inkuiri. Inkuiri, antara lain, melibatkan pengamatan, mengajukan pertanyaan,
mempelajari pustaka, merencanakan penelitian, menganalisis data, serta
menyimpulkan dan mengomunikasikannya. Bila dilakukan dengan baik, inkuiri memungkinkan
pemahaman yang mendalam serta menyediakan bagi siswa kesempatan refleksi
periodik atas apa yang telah dipelajari.
Dengan refleksi itu,
siswa melihat keterkaitan konsep. Dalam sains, suatu konsep biasanya dibangun
oleh konsep lain yang dipelajari sebelumnya.
Pembelajaran yang berciri inkuiri ini disebut dalam dokumen uji publik Kurikulum 2013, yakni pembelajaran yang mengedepankan pengalaman personal melalui observasi, bertanya, asosiasi, menyimpulkan, mengomunikasikan. Menuju pembelajaran seperti ini tidaklah mudah. Di Prancis, misalnya, perubahan itu dilakukan dalam 10-5 tahun.
Tidak semua hal yang
dipelajari harus diingat oleh siswa. Dalam setiap mata pelajaran, ada ide-ide
besar yang harus diingat siswa. Dalam kimia, misalnya, pengetahuan siswa
bahwa batu penyusun semua materi di alam ini tidak lebih dari 90 unsur adalah
salah satu ide besar. Ide besar ini akan tertanam mendalam kepada siswa
tidak melalui dihafal, tetapi melalui pemahaman yang bertahap dan melibatkan
berbagai konsep yang berhubungan. Dalam setiap bidang, biasanya ide besar
yang penting ini tidak terlalu banyak. Di kimia, misalnya, dikatakan ada 9
ide besar, dalam sains ada 10.
Pembelajaran yang
mendalam dapat memanfaatkan ide-ide besar dalam setiap bidang ini untuk
memilih bagian mana dari materi yang harus ditekankan dan bagian mana yang dapat
ditugaskan kepada siswa untuk mempelajari sendiri.
Karena jumlahnya tidak terlalu banyak, guru dapat membahasnya dengan lebih mendalam, termasuk kaitannya dengan berbagai konsep lain.
Dengan ide-ide besar
ini, guru sekaligus dapat menarik minat siswa bahwa belajar sesuatu ada
relevansinya dengan kehidupan. Pemahaman guru atas ide besar dan tahapan
pemahaman (sesuai dengan perkembangan siswa) sangat penting agar guru tidak
memberikan yang terlalu rendah atau terlalu tinggi.
Guru Harus Disiapkan
Salah satu upaya
penting untuk menuju pembelajaran yang mendalam adalah pengembangan
profesional guru. Disebutkan dalam dokumen uji publik Kurikulum 2013 bahwa
untuk menyiapkan implementasi kurikulum baru, akan dilakukan pelatihan pada
para guru. Bagaimana menyiapkan guru agar dapat mengimplementasikan ciri
pembelajaran di atas?
Dengan
mempertimbangkan kondisi awal guru kita (hasil studi TIMSS dan UKA),
pelatihan yang diberikan minimal harus memungkinkan guru: (i) melakukan
sendiri kegiatan inkuiri, (ii) mendapatkan pengalaman langsung bagaimana
pembelajaran terjadi dan peran guru dalam pembelajaran inkuiri. Dengan kata
lain, agar guru dapat mengimplementasikan pembelajaran yang diharapkan,
pelatihan harus dilakukan dengan pendekatan yang sama dengan cara pembelajaran
yang diharapkan akan terjadi di kelas nantinya.
Selain itu, dalam
pelatihan harus dimasukkan juga berbagai metode assessment yang tepat untuk memonitor kemampuan siswa dalam
kemampuan-kemampuan inkuiri tersebut. Dari studi TIMSS, misalnya, terlihat
jelas bahwa siswa-siswa kita kemampuan berpikir tingkat tingginya (high order thinking) masih rendah.
Banyak studi menunjukkan, kelemahan ini terkait erat dengan pembelajaran yang
masih bersifat memindahkan informasi dari guru ke murid serta tes yang hanya
menguji hafalan. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar