Masih Gelap
James Luhulima ; Wartawan Kompas
|
KOMPAS,
01 Desember 2012
Pemilihan umum presiden tinggal dua tahun
lagi. Namun, sampai saat ini, belum terlihat calon presiden yang prospektif.
Gambarannya masih sangat gelap. Nama-nama calon yang menjadi pembicaraan
banyak orang atau yang diajukan oleh lembaga-lembaga survei sebagian besar
adalah nama-nama lama yang pernah muncul sebelumnya.
Muhammad Jusuf Kalla, Megawati Soekarnoputri,
dan Prabowo Subianto adalah nama yang paling sering disebut-sebut sebagai
calon presiden. Di luar itu, muncul pula nama Dahlan Iskan, Mahfud MD, Hatta
Rajasa, Hidayat Nur Wahid, Sri Mulyani Indrawati, Aburizal Bakrie, dan
lain-lain.
Namun, apakah nama-nama tersebut akhirnya
dapat muncul sebagai calon presiden dalam pemilu presiden pada 2014, itu
masih harus ditunggu. Hal itu mengingat untuk dapat muncul sebagai calon
presiden, seseorang haruslah diajukan sebagai calon presiden oleh partai
politik.
Itu sebabnya, tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa hanya pemimpin partai politik besar yang mempunyai peluang
paling besar untuk mengajukan diri sebagai calon presiden. Adapun yang bukan
pemimpin partai politik hanya dapat berharap partai politik mau secara resmi
mencalonkan dirinya. Demikian juga dengan pemimpin partai politik kecil.
Ketua Partai Golkar Aburizal Bakrie, yang
menggunakan akronim ARB, telah secara terbuka menyebutkan keinginannya untuk
maju sebagai calon presiden. Penetapan Aburizal Bakrie dua tahun sebelum
pemilu itu dimaksudkan agar Golkar mempunyai cukup waktu untuk menjual
Aburizal Bakrie.
Pengalaman mengusung pasangan Jusuf
Kalla-Wiranto pada Pemilu Presiden 2009 menjadi contoh, jika keputusan untuk
mencalonkan presiden diambil pada saat-saat akhir menjelang pemilu presiden,
hasilnya tidak maksimal.
Sementara itu, Megawati Soekarnoputri
sampai saat ini belum menyatakan sikap apakah maju sebagai calon presiden
atau tidak. Dua kali kekalahan beruntun yang dialaminya pada Pemilu Presiden
2004 dan 2009 membuat ia agak ragu-ragu mengajukan diri sebagai calon
presiden untuk ketiga kali. ”Kalau saya maju dan kalah lagi untuk ketiga
kalinya, bagaimana coba?” kata Megawati suatu waktu.
Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
menyerahkan sepenuhnya kepada Megawati untuk memutuskan akan maju sebagai
calon presiden pada Pemilu 2014 atau tidak. Kini keputusan berada di tangan
Megawati, apakah akan maju kembali atau memilih calon presiden lain yang
memiliki peluang lebih besar?
Partai Demokrat belum menyatakan siapa yang
akan diajukan sebagai calon presiden. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sudah
dua kali berturut-turut terpilih sebagai presiden, karena itu ia tidak dapat
dicalonkan lagi.
Ada harapan partai politik besar mau
mengusung calon presiden independen sehingga pilihannya lebih luas dan tidak
kembali kepada calon yang itu lagi itu lagi. Pemilihan Wali Kota Solo Joko
Widodo menjadi calon gubernur DKI Jakarta bisa dijadikan model.
Punya visi NKRI
Calon-calon presiden yang akan maju dalam
Pemilu Presiden 2014 sangat penting diikuti dengan saksama mengingat salah
satu di antara mereka akan terpilih menjadi presiden. Kita sangat
mengharapkan presiden terpilih dalam Pemilu Presiden 2014 adalah seorang
presiden yang tegas, berani, dan mempunyai visi yang kuat tentang Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Jika pada Pemilu Presiden 2014 tidak
didapatkan kualitas presiden seperti itu, dikhawatirkan bukan tidak mungkin
Indonesia akan mengalami balkanisasi. Ironi perpecahan seperti apa yang
terjadi di Uni Soviet dan Yugoslavia bisa terjadi di negara ini.
Persoalannya, pada saat ini kita belum
melihat adanya calon presiden yang memenuhi kualifikasi seperti itu. Ada yang
menganggap Jusuf Kalla, saat mendampingi Presiden Yudhoyono sebagai wakil
presiden pada tahun 2004-2009, memiliki kualifikasi seperti itu.
Sayangnya, ketika Jusuf Kalla pada 2009
maju sebagai calon presiden dari Partai Golkar, ia gagal memperoleh dukungan
yang diperlukan untuk menjadi presiden terpilih. Bukan itu saja, perolehan
suara Jusuf Kalla-Wiranto hanya 12,41 persen, di bawah perolehan suara yang
didapat Megawati-Prabowo sebesar 26,79 persen dan jauh di bawah
Yudhoyono-Boediono yang meraih 60,80 persen.
Tidak jelas apa yang menyebabkan Jusuf
Kalla tidak dapat meraih suara yang diperlukannya. Partai Golkar, seperti
disebutkan di atas, menganggap terpilihnya Jusuf Kalla sebagai calon presiden
pada saat-saat akhir menjelang pemilu presiden membuat hasilnya tidak
maksimal.
Kita tidak tahu apakah anggapan Partai
Golkar itu yang betul atau karena Jusuf Kalla kurang seksi untuk dijual
kepada pemilih. Jika Jusuf Kalla kembali dicalonkan sebagai presiden pada
pemilu presiden mendatang, mungkin kita akan menemukan jawabannya. Cuma
persoalannya, apakah Partai Golkar mau mengganti Aburizal Bakrie dengan Jusuf
Kalla? Itu masih harus kita tunggu.
Kita berharap calon presiden mendatang
selain tegas, berani, dan mempunyai visi yang kuat tentang NKRI, juga seksi
untuk dijual sehingga kemungkinannya keluar sebagai pemenang sangat besar.
Ini mengingat mungkin saja yang keluar
sebagai pemenang adalah calon yang seksi untuk dijual, tetapi ternyata tidak
memenuhi kualifikasi yang diperlukan. Atau, bukan tidak mungkin, calon yang
memenuhi kualifikasi kalah dalam raihan suara karena tidak seksi untuk
dijual.
Sayangnya, hingga saat ini, dua tahun
sebelum Pemilu Presiden 2014, belum ditemukan seorang calon yang secara
meyakinkan dianggap memiliki kualifikasi yang pantas untuk menjadi presiden
untuk periode 2014-2019. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar