Laporan Akhir
Tahun 2012 Olahraga
Angkat Besi
Angkat Nama Indonesia
|
KOMPAS,
22 Desember 2012
Tahun 2012 menjadi tahun penting bagi
cabang angkat besi. Sempat tidak terlalu diperhitungkan di Olimpiade London
2012, tetapi cabang angkat besi justru jadi penyelamat muka Indonesia. Ibarat
from zero to hero, cabang ini jadi oase setelah bulu tangkis gagal menggaet
medali.
Setelah melewati berbagai ajang kualifikasi
olimpiade, yang tentunya tak mudah, tim angkat besi Indonesia meloloskan lima
lifter putra dan satu lifter putri. Keenam atlet bertolak ke London bukan
melalui fasilitas wild card, ”jatah tiket”, atau gratisan.
Ketika bulu tangkis yang digadang-gadang
sebagai cabang andalan gagal mempersembahkan medali, Indonesia hampir tak
punya harapan untuk membawa pulang medali. Layak disyukuri, masih ada angkat
besi yang ternyata mampu mempersembahkan medali.
Triyatno mempersembahkan perak dari kelas
69 kilogram. Eko Yuli Irawan menyumbangkan perunggu dari kelas 62 kilogram.
Adapun Citra Febrianti, dari target enam besar dunia, ia dengan apik
menuntaskan perjuangannya dengan merebut peringkat keempat.
Persiapan Minim
Sepertinya Tuhan sedang berbelas kasih
kepada bangsa ini sehingga masih diberi kesempatan meraih medali dari
olimpiade. Demikian kelakar salah satu pengurus Pengurus Besar Persatuan
Angkat Besi-Binaraga-Angkat Berat Seluruh Indonesia (PB PABBSI) terkait
prestasi yang ditorehkan dua lifter Indonesia itu.
Betapa tidak! Pejuang-pejuang angkat besi
itu hanya melakukan persiapan sangat minim. Kecuali untuk Citra yang
tergabung di pedepokan angkat besi Gajah Lampung di Pringsewu, Lampung,
persiapan lima lifter lain betul-betul mepet. Terhitung hanya enam bulan
persiapan menuju olimpiade yang diikuti para lifter terbaik sedunia itu.
”Itu
pun yang paling intensif hanya dua bulan menjelang berangkat ke London,”
ujar Triyatno. Dua bulan itu, yakni saat mereka berlatih intensif di Korea
Selatan dan di China.
Selebihnya, persiapan menjelang ke London
sungguh apa adanya. Seperti diungkapkan Ketua Umum PB PABBSI Adang
Daradjatun, Kamis (13/12), selama atlet berlatih, pemerintah melalui
Kementerian Pemuda dan Olahraga seolah tidak peduli dengan proses persiapan.
Jangankan uang saku, dana akomodasi dan
konsumsi atau yang lazim disebut board
and logging pun tidak ada. ”Pelatih
Lukman dan para lifter itu saling patungan. Mereka bersama-sama membiayai
uang makan dan suplemen yang diperlukan. Benar-benar sampai menguras kantong
mereka,” ujar Adang.
Ibarat prajurit, mereka diperintah untuk
maju ke medan perang, tetapi tidak dilengkapi persenjataan dan logistik yang
cukup. Surat keputusan pelatnas olimpiade memang secara resmi sudah
diterbitkan sejak Maret 2012. Namun, kenyataan di lapangan, para atlet baru
betul-betul bersiap diri dua bulan menjelang olimpiade.
”Keterlambatan
dana pelatnas olimpiade sempat mendemotivasi lifter. Kalau uang saku lancar,
kan, mereka bisa latihan lebih konsentrasi. Nah, bagaimana mau konsentrasi
kalau sedang latihan malah kepikiran tak ada uang untuk keluarga di rumah.
Untungnya, pelatih Lukman berhasil menjaga mental dan semangat mereka,”
ujar Adang.
Ironisnya, pemerintah baru tersentil dengan
ungkapan polos Triyatno di Bandara Soekarno- Hatta saat tiba di Tanah Air dari
London, Agustus silam. Triyatno dan Eko mengatakan, hingga keberhasilan
mereka menyelamatkan tradisi medali Indonesia di olimpiade, hak-hak mereka
tak kunjung dipenuhi. Olimpiade berlangsung Juli-Agustus 2012, tetapi dana
board and logging baru diserahkan pertengahan Desember 2012. Itu pun setelah
diurus via KONI.
Bila ditanya apa keinginan sejati pengurus
cabang angkat besi, tak lain jaminan keberlangsungan pelatihan. Sekretaris
Umum PB PABBSI Sonny Kasiran menuturkan, kecenderungan saat ini, setiap kali
kejuaraan selesai, program latihan pun ikut berakhir. Akibatnya, sulit bagi
atlet untuk terus meningkatkan kemampuan mereka.
Sonny menambahkan, Eko dan Triyatno saat
berlatih di China dan Korea Selatan bisa meningkatkan kemampuannya dengan
cepat. ”Selama di China dan Korsel,
mereka menambah beban 1-2 kg dalam waktu cepat. Itu karena program latihan
dan gizi yang baik,” ujar Sonny.
Menuju Rio de Janeiro
Olimpiade Rio de Janeiro 2016 menjadi
target PB PABBSI setelah merebut satu perak dan satu perunggu di Olimpiade
London.
Sambil menyiapkan para lifter menuju Rio de
Janeiro, PB PABBSI juga sudah menyiapkan skema pembinaan dan pelatihan jangka
panjang. Kendala utama PB PABBSI adalah dukungan pendanaan untuk pelatnas.
Kunci supaya pelatihan berlangsung
terus-menerus adalah pendanaan. PB PABBSI sudah memperoleh dukungan pendanaan
dari PT Kereta Api Indonesia. Namun, dukungan dana itu lagi-lagi harus dibagi
untuk angkat berat dan binaraga yang juga menyumbangkan prestasi kelas dunia.
”Masalah
dana bisa diselesaikan dengan dukungan anggaran dari pemerintah pusat dan
pemerintah daerah. Dengan pola latihan desentralisasi, pemerintah daerah
melalui APBD bisa mengalokasikan anggaran untuk latihan harian. Adapun
pemerintah pusat melalui APBN mengalokasikan anggaran untuk pelatnas,”
ujar Adang.
Sonny Kasiran menambahkan, atlet angkat
besi memerlukan protein berjumlah banyak sehingga dengan sendirinya,
kebutuhan uang makan juga besar.
Protein terbaik, sejauh ini dari daging
sapi. ”Lifter perlu mengonsumsi sekitar
1 kg daging sapi setiap hari. Anggaplah harga daging sapi Rp 100.000 per kg.
Belum lagi suplemen yang harganya Rp 3 juta-Rp 4 juta untuk satu bulan. Oleh
karena itu, atlet dan pelatih sampai patungan,” kata Sonny dengan wajah
prihatin.
PB PABBSI telah menyusun sebuah buku
tentang rencana program latihan untuk persiapan Olimpiade Rio de Janeiro
2016. Dalam buku tersebut ada tiga alternatif anggaran per tahun. Alternatif
pertama yang paling mahal Rp 11,9 miliar per tahun, kedua Rp 8,2 miliar, dan
paling irit Rp 4,3 miliar.
Sonny mengungkapkan, dalam cabang angkat
besi bukan hanya lifter yang bertanding. Pelatih pun ikut ”bertanding” karena
pelatih bertugas membuat strategi untuk memenangi pertandingan. ”Pelatih di kejuaraan angkat besi seperti
pialang saham yang tugasnya memprediksi kekuatan lawan. Pelatih harus
menyusun strategi supaya atletnya masuk Grup A (tampil belakangan),”
ujarnya.
Selain pelatih, rombongan yang perlu
mendampingi atlet adalah ahli pijat dan asisten pelatih. Daripada membiayai
rombongan pejabat pergi ke luar negeri atas nama kontingen, bukankah lebih
baik membiayai rombongan atlet dan ofisial? Pemerintah sudah saatnya memikirkan cabang
olahraga prioritas. Cabang yang terbukti berprestasi di olimpiade seharusnya
dapat prioritas pendanaan. Dan, angkat besi sudah membuktikan bahwa ketika
cabang lain gagal menyumbang medali, mereka bisa melakukan itu. (HELENA
F NABABAN/WISNU AJI DEWABRATA) ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar