Keteladanan
dalam Islam
Lukmanah ; Alumni Pondok Pesantren Turus Pandeglang,
Sekarang aktif di Lukmanah Foundation |
SUARA
KARYA, 16 November 2012
Turunnya Islam ke
dunia yang dibawa oleh Rasul Saw selain untuk menyampaikan risalah ketauhidan
juga untuk menyampaikan dan sekaligus memberikan keteladanan kepada umat
manusia utamanya umat muslim. Tugas yang diberikan Allah Swt kepada Nabi
Muhammad Saw itu akhirnya sukses secara signifikan. Karena perjuangan Rasul
Saw dan para pengikutnya akhirnya membuahkan hasil yang luar biasa. Islam
kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia. Secara otomatis ajaran-ajarannya
pun tersebar. Salah satunya adalah keteladanan, yang senantiasa dicontohkan
Rasul.
Atas perjuangan Rasul
Saw pula yang tak kenal lelah dan tak kenal henti, Islam pun akhirnya sampai
ke Indonesia - dulu lebih dikenal Nusantara - yang dibawa oleh para sufi dan
pedagang sekaligus ulama dari Timur Tengah. Sehingga, akhirnya Islam bersemai
dan berkembang di Indonesia, berkat salah satu fundamennya yang kuat adalah
keteladanan.
Keteladanan dalam
Islam adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan, karena keteladanan merupakan
salah satu media untuk menyebarkan Islam itu sendiri. Keteladanan adalah
media Islam untuk menyampaikan risalah ketauhidan yang bersumber dari Allah
Swt untuk disampaikan kepada umat manusia. Karena tanpa keteladanan, Islam
dipastikan tidak akan diterima oleh umat manusia dan tidak akan pernah bisa
tersebar dan berkembang seperti sekarang ini.
Memang salah satu
tugas Rasul Saw juga untuk memperbaiki kualitas akhlak manusia, perilaku atau
moral manusia. Sehingga cukup logis apabila Allah Swt pun menyatakan dalam
firmanNya, "Sesungguhnya didalam diri Rasul Saw itu terdapat uswah
hasanah".
Namun dalam konteks
kekinian, keteladanan yang menjadi fundamen penting dalam menyebar dan
berkembangnya Islam ke seluruh penjuru dunia, seakan-akan meangalami
degradasi. Realitas itu semakin nyata dan jelas ketika mudahnya sesama anak
bangsa - khususnya sesama muslim - tersulut emosi dalam menghadapi masalah
hingga akhirnya berujung pada adu fisik dan tawuran.
Peristiwa tawuran ini,
seperti sudah menjadi pemandangan biasa di negeri kita tercinta. Sehingga,
jika diperhatikan berbagai macam tawuran tersebut dapat diklaksifikasikan
sebagai berikut, tawuran antarsekolah, tawuran antarkampung, tawuran
antarmahasiswa, tawuran antarsupoerter sepakbola, dan lain sebagainya. Yang
lebih mengerikan lagi, tidak sedikit dari tawuran tersebut mengakibatkan
korban meninggal dunia. Atau, lebih parah lagi menjadi sebab terjadinya
kerusuhan dan konflik berkepanjangan. Melihat realitas sosial tersebut,
dimana keteladanan sesungguhnya berada sekarang?
Adalah hal yang sangat
sulit untuk dapat menularkan sikap dan perilaku positif kepada orang lain,
apalagi keteladanan. Karena untuk dapat menularkan keteladanan paling tidak
harus dapat menerapkannya terlebih dahulu pada diri sendiri.
Kalau harus berpatokan
seperti itu, mungkin keteladanan tidak akan pernah bisa disampaikan dan
ditularkan kepada orang lain. Karena manusia sekarang bukan rasul sebagaimana
halnya Nabi Muhammad Saw. Manusia sekarang lebih banyak salahnya ketimbang
benarnya, lebih banyak kurangnya daripada lebihnya. Oleh sebab itu, harus
dilihat sabda Rasul Saw, "Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu
ayat". Lebih dari itu, Ali bin Abi Thalib Ra pun pernah menyatakan,
lihatlah apa yang dikatakannya dan jangan melihat orang yang mengatakannya.
Melihat sabda Rasul
Saw dan pesan yang disampaikan oleh sahabatnya yang sekaligus menantunya, itu
memberikan arti bahwa untuk menularkan sesuatu yang positif tidak harus
menunggu. Akan tetapi, mulai saja dari apa yang bisa dan semampunya. Memlusai
tentu dari diri sendiri, kemudian keluarga, saudara, tetangga, kerabat, dan
pada skop yang lebih luas lagi. Hanya saja, agar keteladanan ini dapat
ditularkan dan diterapkan dalam kehidupan nyata, memang harus mendapat
dukungan dari semua pihak dalam berbagai bentuk. Baik dalam bentuk kebiasaan
atau mencoba untuk dibiasakan. Atau, bisa juga dimasukan ke dalam sistem
perundang-undangan nasional negara.
Namun, keteladanan
akan lebih efektif dicontohkan tidak oleh orang biasa atau masyarakat kecil
tetapi melalui tokoh terutama seperti guru kepada siswa, atasan kepada anak
buah, orangtua kepada anak, dan pemimpin kepada rakyatnya. Contoh sederhana,
guru melarang siswa merokok dengan alasan merokok itu berbahaya. Nah,
terlebih dahulu guru harus bisa dan mampu untuk tidak merokok. Apabila guru
tersebut merokok dan dilihat oleh siswa, maka siswa tidak akan lagi percaya
pada gurunya. Begitu pula orangtua yang menyuruh anaknya belajar, semestinya
orangtua juga harus dapat memberikannya contoh. Bukan sebaliknya, orangtua
menyuruh anaknya belajar, namun disaat yang bersamaan orangtua tersebut malah
menonton sinetron televisi.
Lebih luas lagi,
teladan seorang pemimpin kepada rakyatnya. Jika seorang pemimpin menjanjikan
sesuatu kepada rakyatnya, maka pemimpin tersebut harus dapat menepati
janjinya. Jika seorang pemimpin tidak menepati janjinya, secara otomatis
rakyat dengan sendirinya tidak akan lagi memercayai sang pemimpin yang pada
akhirnya bisa melahirkan sikap apatis dari rakyat.
Saatnya kini dilihat
dalam konteks kekinian atau aktulitas keteladanan semestinya menjadi bagi
pemimpin agar seluruh elemen masyarakat dapat menjadikan tingkah laku para
peimpin bangsa menjadi bagian sikap dan perilaku serta menjadi etos bangsa
Indonesia. Jangan malah pemimpin memberikan contoh negatif seperti korupsi
yang membuat bangsa menjadi jelek. Pemimpin yang teladan akan membuat bangsa
Indonesia dikenal warga dunia sebagai bangsa dihargai dan bermartabat. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar