Sabtu, 17 November 2012

Keteladanan dalam Islam


Keteladanan dalam Islam
Lukmanah ;  Alumni Pondok Pesantren Turus Pandeglang,
Sekarang aktif di Lukmanah Foundation
SUARA KARYA, 16 November 2012


Turunnya Islam ke dunia yang dibawa oleh Rasul Saw selain untuk menyampaikan risalah ketauhidan juga untuk menyampaikan dan sekaligus memberikan keteladanan kepada umat manusia utamanya umat muslim. Tugas yang diberikan Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw itu akhirnya sukses secara signifikan. Karena perjuangan Rasul Saw dan para pengikutnya akhirnya membuahkan hasil yang luar biasa. Islam kemudian menyebar ke seluruh penjuru dunia. Secara otomatis ajaran-ajarannya pun tersebar. Salah satunya adalah keteladanan, yang senantiasa dicontohkan Rasul.
Atas perjuangan Rasul Saw pula yang tak kenal lelah dan tak kenal henti, Islam pun akhirnya sampai ke Indonesia - dulu lebih dikenal Nusantara - yang dibawa oleh para sufi dan pedagang sekaligus ulama dari Timur Tengah. Sehingga, akhirnya Islam bersemai dan berkembang di Indonesia, berkat salah satu fundamennya yang kuat adalah keteladanan.
Keteladanan dalam Islam adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan, karena keteladanan merupakan salah satu media untuk menyebarkan Islam itu sendiri. Keteladanan adalah media Islam untuk menyampaikan risalah ketauhidan yang bersumber dari Allah Swt untuk disampaikan kepada umat manusia. Karena tanpa keteladanan, Islam dipastikan tidak akan diterima oleh umat manusia dan tidak akan pernah bisa tersebar dan berkembang seperti sekarang ini.
Memang salah satu tugas Rasul Saw juga untuk memperbaiki kualitas akhlak manusia, perilaku atau moral manusia. Sehingga cukup logis apabila Allah Swt pun menyatakan dalam firmanNya, "Sesungguhnya didalam diri Rasul Saw itu terdapat uswah hasanah".
Namun dalam konteks kekinian, keteladanan yang menjadi fundamen penting dalam menyebar dan berkembangnya Islam ke seluruh penjuru dunia, seakan-akan meangalami degradasi. Realitas itu semakin nyata dan jelas ketika mudahnya sesama anak bangsa - khususnya sesama muslim - tersulut emosi dalam menghadapi masalah hingga akhirnya berujung pada adu fisik dan tawuran.
Peristiwa tawuran ini, seperti sudah menjadi pemandangan biasa di negeri kita tercinta. Sehingga, jika diperhatikan berbagai macam tawuran tersebut dapat diklaksifikasikan sebagai berikut, tawuran antarsekolah, tawuran antarkampung, tawuran antarmahasiswa, tawuran antarsupoerter sepakbola, dan lain sebagainya. Yang lebih mengerikan lagi, tidak sedikit dari tawuran tersebut mengakibatkan korban meninggal dunia. Atau, lebih parah lagi menjadi sebab terjadinya kerusuhan dan konflik berkepanjangan. Melihat realitas sosial tersebut, dimana keteladanan sesungguhnya berada sekarang?
Adalah hal yang sangat sulit untuk dapat menularkan sikap dan perilaku positif kepada orang lain, apalagi keteladanan. Karena untuk dapat menularkan keteladanan paling tidak harus dapat menerapkannya terlebih dahulu pada diri sendiri.
Kalau harus berpatokan seperti itu, mungkin keteladanan tidak akan pernah bisa disampaikan dan ditularkan kepada orang lain. Karena manusia sekarang bukan rasul sebagaimana halnya Nabi Muhammad Saw. Manusia sekarang lebih banyak salahnya ketimbang benarnya, lebih banyak kurangnya daripada lebihnya. Oleh sebab itu, harus dilihat sabda Rasul Saw, "Sampaikanlah dariku walaupun hanya satu ayat". Lebih dari itu, Ali bin Abi Thalib Ra pun pernah menyatakan, lihatlah apa yang dikatakannya dan jangan melihat orang yang mengatakannya.
Melihat sabda Rasul Saw dan pesan yang disampaikan oleh sahabatnya yang sekaligus menantunya, itu memberikan arti bahwa untuk menularkan sesuatu yang positif tidak harus menunggu. Akan tetapi, mulai saja dari apa yang bisa dan semampunya. Memlusai tentu dari diri sendiri, kemudian keluarga, saudara, tetangga, kerabat, dan pada skop yang lebih luas lagi. Hanya saja, agar keteladanan ini dapat ditularkan dan diterapkan dalam kehidupan nyata, memang harus mendapat dukungan dari semua pihak dalam berbagai bentuk. Baik dalam bentuk kebiasaan atau mencoba untuk dibiasakan. Atau, bisa juga dimasukan ke dalam sistem perundang-undangan nasional negara.
Namun, keteladanan akan lebih efektif dicontohkan tidak oleh orang biasa atau masyarakat kecil tetapi melalui tokoh terutama seperti guru kepada siswa, atasan kepada anak buah, orangtua kepada anak, dan pemimpin kepada rakyatnya. Contoh sederhana, guru melarang siswa merokok dengan alasan merokok itu berbahaya. Nah, terlebih dahulu guru harus bisa dan mampu untuk tidak merokok. Apabila guru tersebut merokok dan dilihat oleh siswa, maka siswa tidak akan lagi percaya pada gurunya. Begitu pula orangtua yang menyuruh anaknya belajar, semestinya orangtua juga harus dapat memberikannya contoh. Bukan sebaliknya, orangtua menyuruh anaknya belajar, namun disaat yang bersamaan orangtua tersebut malah menonton sinetron televisi.
Lebih luas lagi, teladan seorang pemimpin kepada rakyatnya. Jika seorang pemimpin menjanjikan sesuatu kepada rakyatnya, maka pemimpin tersebut harus dapat menepati janjinya. Jika seorang pemimpin tidak menepati janjinya, secara otomatis rakyat dengan sendirinya tidak akan lagi memercayai sang pemimpin yang pada akhirnya bisa melahirkan sikap apatis dari rakyat.
Saatnya kini dilihat dalam konteks kekinian atau aktulitas keteladanan semestinya menjadi bagi pemimpin agar seluruh elemen masyarakat dapat menjadikan tingkah laku para peimpin bangsa menjadi bagian sikap dan perilaku serta menjadi etos bangsa Indonesia. Jangan malah pemimpin memberikan contoh negatif seperti korupsi yang membuat bangsa menjadi jelek. Pemimpin yang teladan akan membuat bangsa Indonesia dikenal warga dunia sebagai bangsa dihargai dan bermartabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar