Efektivitas
Penanggulangan Kemiskinan
Abdul Haris ; Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kota Depok, Jabar
|
SUARA
KARYA, 19 November 2012
Selama ini sudah
banyak teori tentang kemiskinan dan penanggulangan kemiskinan yang dikembangkan
dan diterapkan di Indonesia. Namun, tidak ada yang efektif. Pada kesempatan
ini akan disoroti penanggulangan kemiskinan dari segi praktis di lapangan
diyakini berpangaruh terhadap keberhasilan pencegahan dan penanggulangan
kemiskinan di negeri ini.
Dalam penyelesaian
suatu persoalan terlebih dahulu perlu diketahui akar persoalannya. Itu,
maksudnya agar dapat mencari jalan penyelesaiannya secara efektif. Ada
persoalan lebih fundamental yang sering dilupakan orang adalah persoalan pola
pikir, pola sikap dan pola tindak yang keliru dalam menata kehidpan individu
dan masyarakat. Yang sebenarnya hal tersebut sangat berpengaruh terhadap
perjuangan hidup dan perbaikan nasib seseorang. Hal ini akan jauh lebih
mendasar, lebih punya daya ungkit (trigger effect) terhadap upaya perbaikan
kehidupan seseorang.
Seperti ungkapan
bijak, apakah memberi ikan atau memberi kail. Mana yang lebih baik, tentunya
tergantung kondisi. Memang ada kalanya perlu memberi ikan, meskipun yang
lebih baik dan berkelanjutan adalah memberi kail. Tetapi yang jauh lebih baik
adalah memberikan pengetahuan dan keterampilan bagaimana mendapatkan ikan
tersebut. Selama ini pemerintah sudah melancarkan program penanggulangan
kemiskinan yang sangat beragam jenis kegiatannya, baik berupa pemberian bantuan
langsung, bantuan permodalan, bantuan sarana dan prasarana, serta bantuan
infrastruktur. Namun penurunan angka kemiskinan belum begitu menggembirakan,
dan bahkan banyak yang komplain bahwa tidak ada penurunan.
Hal tersebut
kemungkinan bisa terjadi karena para pihak terkait tidak memperhatikan hal
yang paling mendasar tadi. Akibatnya bisa terjadi salah sasaran. Atau kalau
sasarannya benar orang miskin, tetapi pola pikir dan pola tindak yang salah
tadi tidak dibenahi terlebih dahulu.
Pada suatu kesempatan
saya bersama pimpinan hadir pada acara masyarakat di masjid. Salah seorang
pengurus masjid menanyakan kepada pimpinan apakah ada bantuan pemerintah
terhadap pembayaran gaji guru mengaji anak-anak di TPA masjid tersebut.
Dengan alasan bahwa orang tua anak-anak tersebut tidak mampu membayar iuran
yang hanya sepuluhan ribu per bulan. Ketika itu, pimpinan menjawab bahwa
tidak ada alokasi anggaran untuk keperluan tersebut.
Lantas kami mendekati
pengurus tersebut dan menanyakan lebih rinci lagi terkait permasalahan yang
disampaikan tersebut. Berapa kesanggupan orang tua membayar, dijawab hanya
sedikit, sekitar di bawah sepuluh ribu rupiah. Kemudian ditanyakan lagi,
apakah kenal dengan orang tuanya dan apakah mereka merokok. Dijawab bahwa
kenal dengan orang tuanya dan mereka merokok. Menghabiskan rokok kira-kira
satu sampai dua bungkus sehari.
Dengan demikian kami
sampaikan bahwa melalui hitungan yang benar sebenarnya orang tua mereka akan
sangat mampu membayar iuran mengaji anaknya jika menggunaan pola pikir dan
pola tindak yang benar. Biaya rokok sehari akan lebih besar dari pada iuran
mengaji anaknya sejumlah tersebut di atas dalam sebulan. Dengan pola pikir
dan pola tindak yang benar tadi, maka seharusnya mereka lebih mementingkan
(memprioritaskan) membayar iuran mengaji anaknya sebulan yang besarnya hanya
sekitar sebesar biaya rokoknya sehari. Mendengar uraian seperti ini baru sang
pengurus masjid memahami dan tercengang bahwa keluhan selama ini adalah salah
kaprah.
Jika diberikan bantuan
kepada orang tua yang demikian, akan membuat mereka lebih terpuruk dalam
kehidupannya. Yaitu, orang tuanya terus saja merokok, yang berbahaya terhadap
kesehatannya, dan dapat membuat keluarganya lebih miskin jika terkena
panyakit akibat merokok. Di lain pihak anaknya tidak akan menjadi pintar jika
tidak bisa belajar hanya karena tidak bisa membayar iuran. Disinilah
diperlukan kejelian para pendekar penanggulangan kemiskinan untuk
menanggulangi kemiskinan di negeri ini .
Pada kesempatan lain
kami dengan pimpinan mengunjungi rumah tidak layak huni, yang direncanakan
akan memperoleh bantuan dana pembangunan RTLH (Rumah Tidak Layak Huni). Saat
itu siang hari sekitar pukul 11.00 WIB, sang kepala keluarga masih tidur
nyenyak, padahal saat yang sama orang lain sudah bekerja mencari nafkah
hampir setengah hari.
Seorang kolega Kepala
Dinas mengatakan, "bagaimana tidak miskin jam segini bapaknya masih
tidur, kita saja sudah bekerja dari pagi." Sementara perintah Allah Swt,
Sang Pencipta bahwa hendaklah setelah sholat agar bertebaran di muka bumi
untuk mencari karunia Allah Swt. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum
sehingga kaum itu merubah nasibnya sendiri.
Banyak juga yang
mengeluh dengan berprinsip bahwa bagaimana kami bisa merubah nasib sementara
kami tidak mampu. Mau sekolah tidak punya biaya, mau usaha tidak mempunyai
modal, mau bekerja tidak mempuyai keterampilan, dan lain sebagainya. Untuk
prinsip yang seperti ini maka dikembalikan kepada prinsip yang benar yaitu
jangan baru awal sudah melihat permasalahan dan tantangan yang dirasa tidak
membuat berhasil.
Namun, sebaliknya
harus mempunyai sikap yang positif, yakin akan kebesaran Allah dan potensi
yang dimiliki atas pemberian Allah azza wa jalla. Niat yang benar dan kuat
diiringi dengan semangat (motivasi) yang tinggi, dilengkapi oleh upaya dan
kerja keras melalui perjuangan yang tiada kenal menyerah, dan selalu diiringi
doa. Yakinlah keberhasilan dan kesuksesan akan dapat diraih. Kemiskinan hanya
dapat ditanggulangi dari diri orang yang bersangkutan, dan pemahaman terhadap
inti persoalan sehinga penanggulangan kemiskinan berjalan efektif. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar