Selasa, 21 Agustus 2012

Merdeka Tidak Sama dengan Bebas


Merdeka Tidak Sama dengan Bebas
Wilson Rajagukguk ; Doktor dari FE Universitas Indonesia,
Dosen pada Fakultas Sains dan Matematika Universitas Pelita Harapan
SINAR HARAPAN, 18 Agustus 2012


Setelah merdeka selama 67 tahun, apakah kondisi Indonesia semakin baik? Tidak. Kondisi negeri ini semakin buruk dan rusak karena dirusak oleh penghuninya. Kemerdekaan itu diartikan sebagai kebebasan. Termasuk bebas berbuat apa saja. 

Ada orang yang merasa merdeka sehingga bebas menerabas rambu lalu lintas. Para  koruptor merasa merdeka, bebas berbuat sesukanya merampoki uang negara yang seharusnya digunakan untuk membangun kesejahteraan penduduk. 

Sekelompok orang atas keyakinan hanya imannya sendiri yang benar tanpa merasa bersalah tega-teganya membantai warga negara sendiri karena dianggap berkepercayaan menyimpang dan layak dimusnahkan. Sekelompok orang merasa merdeka sehingga merasa bebas dan berhak melarang orang lain berbakti dan mengaku sebagai pemilik dan penguasa lingkungan. 

Sekelompok preman tidak malu menipu para TKI yang dengan susah payah bekerja tanpa perlindungan hukum di negeri orang ketika baru menginjakkan kaki pulang di bandara pintu gerbang negeri ini. Pemerintahnya memilih untuk memberikan hak pengelolaan kekayaan negeri kepada orang asing demi kekayaan diri sendiri dan kelompoknya.

Mengapa terjadi ada orang yang mengaku beradab tega berbuat demikian di negara yang diperjuangkan dengan tumpahan keringat, air mata dan darah oleh bapak-bapak leluhur pendiri negara republik ini? Mengapa terjadi ada pemerintah yang menyerahkan pengelolaan kekayaan alam kepada orang asing? Mengapa terjadi pemerintah lebih menghargai dan membayar konsultan asing jauh lebih mahal dari anak negeri? Mengapa terjadi kontes kecantikan lebih menghormati wajah dan tampang asing dibandingkan dengan keayuan putri bangsa sendiri?

Di atas kertas negeri ini saat ini memang sudah bebas dan tidak lagi dijajah oleh Belanda atau Jepang. Yang terjadi adalah negeri ini justru dijajah oleh anak-anaknya sendiri yang merasa bebas merdeka berbuat apa saja. Anak-anak negeri yang mendapatkan kekuasaan melalui jabatan dan fasilitas yang diperoleh menjadi penjajah di negerinya sendiri. Ada anak negeri yang rela berbuat apa saja demi kekuasaan dan demi mendapatkan kebebasan untuk menjajah negeri sendiri.

Kemerdekaan juga diterjemahkan sebagai ekonomi kerakyatan yang seolah-olah melindungi rakyat. Siapa rakyat? Ada anggota dewan menganggap diri mereka rakyat sehingga mereka merasa merdeka dan bebas mendapat gaji dan tunjangan berlipat-lipat agar modal menjadi anggota dewan cepat kembali, tanpa peduli banyak orang lain yang mati kelaparan di balik tembok rumahnya. 

Pengusaha busuk menganggap dirinyalah rakyat yang bebas merdeka sehingga paling berhak mendapatkan proyek-proyek bernilai miliaran rupiah dari penguasa busuk. Penguasa tamak dan keluarganya merasa hanya merekalah rakyat, orang lain bukan rakyat sehingga tidak berhak mendapatkan jabatan di daerah kekuasaan mereka. Itu sebabnya mengapa terjadi kekuasaan sebuah keluarga menggurita di suatu daerah. Itu sebabnya mantan pejabat berusaha mati-matian berusaha memaksakan istri, anak, dan saudara lainnya untuk tetap memegang kekuasaan. Mereka menganggap kemerdekaan itu adalah hak mereka sendiri sebagai rakyat.

Berbagai kekacauan di negeri ini terjadi karena kita salah mengartikan makna merdeka. Merdeka bukan berarti bebas. Merdeka bukan berarti bebas dari penjajahan. Kalau merdeka diartikan sebagai bebas, maka yang terjadi adalah bebas merampok, bebas korupsi, bebas menabrak orang lain di jalanan, bebas mendongkrak nilai UN siswa sekolah, dan bebas merampoki warga negara sendiri. 

Merdeka adalah menjadi pemilik. Pemilik yang juga sebagai pewaris negeri dan menjadikannya senilai dengan jiwa raganya sendiri. Seorang pemilik negerinya akan berbuat yang terbaik untuk negaranya. Seorang merdeka yang merupakan sang pemilik akan rela mengorbankan jiwa raganya, demi negara yang dimilikinya.

Kita harus kembali kepada semangat lagu “Bagimu Negeri” karangan Kusbini (1910–1991). Kita ini adalah orang merdeka sebagai pemilik-pewaris negeri ini. Semua warga negara adalah pemilik-pewaris negeri ini dan mempunyai hak yang sama atas kekayaan bumi, air, dan segala isinya. Pemilik-pewaris berkewajiban memberikan jiwa raga demi negeri yang dicintai.   

Pemerintah dan orang yang merasa bebas di negeri ini harus bertobat dan memberikan jiwa raga bagi kesejahteraan semua penghuni negeri ini. Kita semua adalah pemilik-pewaris negeri ini dan tidak boleh ada yang merasa lebih berhak dan lebih memiliki daripada orang lain.

Dengan semangat merdeka yang berarti pemilik-pewaris negeri, Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono harus melanjutkan usaha-usaha untuk menepati janji-janji untuk memperbaiki dan meningkatkan akses terhadap fasilitas pendidikan dan pelayanan kesehatan yang bermutu dan terjangkau serta kesempatan kerja yang layak. Pemilik-pewaris negeri yang terdidik, sehat dan produktif merupakan modal pembangunan yang memastikan pencapaian pembangunan manusia dan tujuan-tujuan pembangunan milenium di negeri ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar