Eksternalitas
dari Ekonomi Lingkungan
Wuryanti
Kuntjoro ; Guru Besar Fakultas Ekonomi dan
Program Pascasarjana Universitas Islam Sultan Agung
SUMBER
: SUARA
MERDEKA, 26 Mei 2012
KEHADIRAN eksternalitas merupakan gejala
penting dalam kehidupan modern. Efeknya bisa kita lihat di mana-mana, semisal
pencemaran lingkungan akibat pembuangan limbah, polusi udara, banjir, longsor,
dan semburan lumpur Lapindo Sidoarjo Jatim. Juga kemacetan dan kecelakaan lalu
lintas, asap rokok bagi perokok pasif, dan semuanya itu baru sedikit contoh,
yang menjadi perhatian utama teori ekonomi lingkungan, kaitannya dengan
sistem akuntansi Islam, khususnya akuntansi sosial ekonomi (ASE).
Eksternalitas muncul bila tindakan seseorang
atau sekelompok orang menjadi beban atau memberi manfaat bagi pihak kedua atau
ketiga. Dengan kata lain eksternalitas bisa diartikan biaya atau manfaat yang
timbul dari kegiatan atau transaksi tertentu yang dibebankan atau diberikan ke
berbagai pihak, yang tak terlibat dalam transaksi atau kegiatan itu (Karl E
Case & Ray C Fair).
Kadang eksternalitas disebut sebagai efek
limpahan atau efek ketetanggaan. Keputusan yang tidak efisien muncul ketika
pengambil keputusan tidak mempertimbangkan biaya dan manfaat sosial (social and benefit cost). Padahal
sebagai umat Tuhan, kita harus selalu bersahabat dengan alam dan lingkungan
sebagai karunia Allah SWT.
Contoh lain efek eksternalitas adalah ketika
mengemudikan mobil menuju pusat kota pada jam-jam sibuk, saya berarti ikut
menambah kemacetan di jalan yang saya lewati dan menimbulkan biaya bagi pihak
lain, dalam bentuk hilangnya waktu orang lain karena terjebak kemacetan dan
efeknya bagi kesehatan akibat dari emisi gas buang mobil saya.
Melihat fakta itu kini kita bisa melihat
betapa makin tertekannya kehidupan sosial, baik di tingkat internasional,
maupun nasional, maupun lokal. Kesadaran masyarakat perlunya menjaga
kelestarian lingkungan demi kehidupan mereka kemudian menjadi pendorong
munculnya akuntansi sosial ekonomi (ASE).
Menekan
Ekses
Fungsi ASE adalah memberi informasi social
report sejauh mana unit organisasi, negara, atau dunia memberi kontribusi
positif atau negatif terhadap kualitas hidup manusia/ masyarakat. Sistem
akuntansi ini mengidentifikasi, menilai, dan mengukur aspek penting kegiatan
sosial ekonomi perusahaan dan negara dalam memelihara kualitas hidup
masyarakat sesuai tujuan yang ditetapkan. (Haniffa, 2002).
Dalam kacamata Islam pengungkapan aspek
sosial melalui laporan keuangan bukan hanya berdimensi dunia untuk investor
melainkan juga berdimensi akhirat, bahkan harus memperhatikan tanggung jawabnya
kepada komunitas, sosial, makhluk alam lainnya, dan Allah SWT.
Ada jalinan antara ASE dan akuntasi syariah
mengingat akuntansi Islam juga ikut menjelaskan cara bijak untuk mengalokasikan
sumber kekayaan secara adil sesuai dengan syariah, bukan hanya mencatat
transaksi perusahaan.
Penegakan syariat bukan hanya untuk aspek
ritual melainkan semua bidang, termasuk jenis produk, kegiatan perusahaan,
sistem penggajian atau cuti, keadilan dalam sistem remunerasi dan promosi,
transakasi perusahaan dan sebagainya. Jadi, akuntansi dan bidang lain itu
merupakan satu paket yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain.
Dalam konteks ini, akuntansi Islam harus
mampu menyesuaikan diri untuk kepentingan strategi dan taktik mengingat
akuntansi Islam sudah dapat menerima ASE, bahkan harus mendorong dan
menerapkannya, dan bila memungkinkan mengadopsinya sebagai bagian dari sistem
pelaporan akuntansi Islam.
Dengan demikian, berbagai efek negatif atau
ekses yang harus ditanggung masyarakat, ke depan bisa ditekan seminimal
mungkin, atau bahkan dicegah. Hal itu mendasarkan pada adanya kewajiban bagi
organisasi dan perusahaan untuk memberi informasi yang mencakup aspek sosial,
etika, keadilan lingkungan, bahkan kebutuhan lain sebagaimana diperintahkan
oleh Allah SWT, termasuk dimensi keakhiratan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar