Krisis
Utang Eropa Tetap Berat
Bambang Prijambodo, DIREKTUR PERENCANAAN MAKROEKONOMI BAPPENAS
Sumber
: KOMPAS, 5 Desember 2011
Meskipun
sudah ada kesepakatan paket untuk mengatasi krisis utang Eropa ataupun
pergantian PM di Yunani dan Italia, kekhawatiran akan terjadi krisis keuangan
global seperti 2008 tetap besar.
Akhir
Oktober 2011, paket menyeluruh telah dikeluarkan di Brussel. Paket ini mencakup
tiga langkah penting: disepakatinya pihak kreditor menanggung kerugian secara
sukarela sebesar 50 persen dari nilai obligasi pemerintah Yunani,
direkapitalisasinya perbankan Eropa senilai 106 miliar euro, dan dibentuknya
benteng pengaman sebesar 1 triliun euro untuk mencegah meluasnya panik ke
negara yang lebih besar seperti Italia.
Awal
November 2011, PM Yunani Papandreou dan PM Italia Berlusconi mengundurkan diri.
Kebijakan politik ini sempat memberi harapan, tetapi ternyata hanya sementara.
Sentimen negatif kembali muncul, tecermin dari pergerakan bursa saham dunia dan
harga komoditas yang fluktuatif. Secara keseluruhan, kekhawatiran terhadap
krisis utang Eropa tetap tinggi karena beberapa permasalahan mendasar yang
sulit ditangani.
Pertama,
beratnya beban utang sehingga berpotensi gagal bayar. Tingkat kerentanan utang
negara-negara Eropa sangat tinggi dengan sebagian besar utang luar negeri
(sovereign debt).
Tahun
2010, stok utang Yunani, Irlandia, Portugal, dan Italia berturut-turut 144,9
persen, 94,9 persen, 93,3 persen, dan 118,4 persen dari produk domestik bruto
(PDB). Negara Eropa lain yang punya stok utang besar adalah Belgia (96,2 persen
PDB) meski lebih rendah daripada utang Jepang (193 persen PDB).
Gambaran
utang Yunani setelah dijamin juga tidak cerah. Pada 2011 dan 2012, stok utang
diperkirakan meningkat menjadi 161,8 persen dan 172,8 persen PDB. Setelah
kesepakatan Brussel, stok utang baru turun menjadi 120 persen tahun 2020.
Kedua,
kemungkinan risiko menjalar ke negara Eropa lain. Tak hanya pada negara lapis
pertama (Yunani, Irlandia, dan Portugal), tetapi juga ke negara lapis kedua
(Italia dan Spanyol) dan inti (Perancis dan Jerman). Keterkaitan utang seperti
diindikasikan Bank for International Settlement (BIS) membuat krisis utang
Yunani bisa mendorong gagal bayar (default) negara lapis kedua dan berpotensi meruntuhkan
sistem keuangan Eropa.
Risiko
Global
Risiko
yang membahayakan keuangan global terjadi apabila Italia mengalami gagal bayar.
Italia adalah pasar terbesar surat utang pemerintah di Eropa dan ketiga di
dunia setelah AS dan Jepang. Utang Italia 2010 adalah ?1,84 triliun euro,
hampir tiga kali stok utang Yunani, Irlandia, dan Portugal atau hampir
seperempat dari seluruh utang Eropa. Penurunan peringkat kredit Italia tak saja
berpengaruh terhadap ketahanan fiskal Italia, tetapi juga merembet ke negara
Eropa lain yang punya keterkaitan utang.
Selanjutnya,
Perancis juga dipastikan terkena dampak karena memegang surat utang Italia,
Spanyol, dan Yunani jauh lebih banyak dibanding negara Eropa lain. Begitu nilai
surat utang Italia dan Spanyol jatuh, gejolak akan cepat merambat ke perbankan
Perancis dan Eropa.
Ketiga,
lemahnya komitmen serta langkah konkret dari Yunani untuk mengurangi defisit
anggaran dan mereformasi ekonominya. Sebelum pemberian dana talangan kedua,
Yunani berjanji mengurangi belanja hingga ?6,4 miliar euro pada 2011, ?22
miliar euro hingga 2015, serta privatisasi senilai ?50 miliar euro. Komitmen
ini tidak ditepati sehingga pencairan dana talangan sempat ditunda, yang
berdampak sentimen negatif pada pasar keuangan global. Baru pada awal Oktober
2011, Pemerintah Yunani sepakat pengurangan belanja, tetapi implementasi dan
pengurangan tahun-tahun berikutnya masih diragukan.
Tidak
mudah memang bagi Athena mengurangi belanja dengan peran negara yang sangat
berlebih dalam perekonomian karena berisiko memicu gejolak sosial dan politik
yang besar.
Keempat,
lemahnya pertumbuhan ekonomi Eropa terutama di negara-negara yang krisis utang.
Dalam triwulan III-2011, pertumbuhan ekonomi Eropa—yang mencerminkan kemampuan
membayar utang—hanya 0,2 persen (quarter-to-quarter), sama dengan triwulan
sebelumnya. Ekonomi Yunani terus menurun sejak tahun 2009 dan pada triwulan
II-2011 turun 7,3 persen (year-on-year).
Tahun
2011 ekonomi Yunani diperkirakan mengalami kontraksi ekonomi sebesar 5,5 persen
dan berlanjut pada tahun 2012 dengan kontraksi sebesar 2,5 persen. Dengan suku
bunga riil (imbal hasil obligasi 10 tahun dikurangi inflasi) jauh lebih besar
dari pertumbuhan ekonomi, stok utang Yunani akan meningkat dari tahun ke tahun.
Artinya hampir tidak mungkin Yunani terhindar dari gagal bayar, kecuali ada
solusi luar biasa.
Kemampuan
Jerman dan Perancis menopang Eropa juga bukan tanpa batas. Meskipun Jerman dan
Perancis pada triwulan III-2011 tumbuh 0,5 persen dan 0,4 persen
(quarter-to-quarter), laju tahunannya melambat. Apabila pertumbuhan ekonomi
Jerman dan Perancis terus melambat, Eropa akan resesi dan dukungan
menyelamatkan Yunani dan Italia akan berkurang.
Kelima,
kegagalan koordinasi dan sentimen (coordination and sentiment failure) dalam
penanganan krisis utang Yunani. Penyebabnya adalah besarnya perbedaan
kepentingan antarnegara Eropa dan sentimen masyarakat ”utara” yang harus
menanggung beban utang Yunani dan negara-negara lain yang dijamin.
Rencana
pembentukan surat utang bersama (Eurobond), meskipun diperkirakan dapat
menyelamatkan Eropa dan diterima kreditor, tetap ditentang keras oleh Jerman
karena khawatir justru mendorong aji mumpung (moral hazard) negara-negara yang
tidak disiplin anggaran.
Solusi
Mendasar
Meskipun
krisis utang yang dihadapi Eropa sangat berat, masih ada jalan keluar dengan
penanganan bertahap.
Pertama,
apabila Yunani dapat membuat penyesuaian struktural dan meningkatkan peran
swasta. Kontraksi ekonomi dapat dipersingkat dan kekhawatiran dapat dikurangi
dengan cepat.
Memang
tidak mudah apabila Yunani masih dalam kawasan Eropa. Yunani tidak bisa
memanfaatkan depresiasi mata uang untuk mendorong ekspor. Namun, yang lebih
sulit adalah bahwa semua itu menuntut kepemimpinan yang tegas dan langkah
konkret yang meyakinkan rakyat bahwa perubahan dilakukan untuk masa depan yang
lebih baik.
Kedua,
mengatasi kelemahan mendasar dari kesatuan moneter, yaitu dengan meningkatkan
disiplin fiskal setiap negara. Ini yang sedang didorong oleh Jerman dan
Perancis agar disiplin fiskal masuk dalam konstitusi. Resolusi ini ideal,
tetapi hanya berjalan apabila negara-negara Eropa tidak menghadapi pilihan
dilematis seperti saat ini untuk mengurangi defisitnya.
Ketiga,
yang paling memungkinkan, mengeluarkan Yunani dari zona euro. Meskipun ada
risiko jangka pendek yang diakibatkan oleh kompleksitas utang Yunani dengan
negara-negara Eropa lain, kemungkinan ini mencuat dalam pertemuan pemimpin G-20
di Cannes awal November 2011.
Secara
politis, pilihan ini berat karena menyangkut reputasi Eropa yang tetap ingin
menjadi salah satu kekuatan ekonomi dunia. Pengeluaran Yunani dari zona euro
dapat mengakibatkan koalisi semakin rentan.
Semoga
Eropa mampu mengatasi krisis utangnya mengingat risikonya yang besar terhadap
perekonomian dunia. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar