Doa
Bersama Antaragama
Martin Lukito Sinaga, PENDETA GKPS; KINI BEKERJA PADA
LEMBAGA OIKOUMENE DI GENEVA, SWISS
Sumber
: KOMPAS, 3 Desember 2011
Pada
27 Oktober 1986 di Asisi, Italia, Paus Yohanes Paulus II mengundang pemimpin
agama-agama memanjatkan doa perdamaian bersama.
Dalam
sambutannya Paus menegaskan bahwa ”kedatangan kita dari berbagai penjuru di
muka bumi ini, dan kini bersama-sama hadir di Asisi, adalah sebuah tanda betapa
kita memiliki panggilan yang sama demi perdamaian dan harmoni dunia”. Asisi
dipilih karena dari situ Fransiskus Asisi (1182-1226) berasal, pemimpin rohani
Katolik yang semasa Perang Salib menyeberang ke Mesir dan berdialog dengan
pemimpin Islam, Sultan Malik al-Kamil.
Setelah
25 tahun, Paus Bene- diktus XVI menghidupkan spirit Asisi itu dan mengundang
tokoh- tokoh agama bertemu lagi di Asisi. Pertemuan kali ini bertema ”Pilgrims
of Truth, Pilgrims of Peace”. Vatikan menegaskan pertemuan itu hendak
mengaminkan bahwa setiap manusia pada akhirnya merupakan peziarah pencari
kebenaran dan kebaikan dan, dalam terang peziarahan itu, bersama-sama kiranya
mengukir dunia yang adil dan damai.
Dalam
hal itu sosok Fransiskus Asisi dan Sultan Malik al-Kamil dapat membantu kita
kini dalam perziarahan rohani. Di tengah kecamuk Perang Salib, pada 1219,
Fransiskus Asisi menyelinap masuk tenda Sultan Malik di Damietta, Mesir. Ia
ingin agar perang berakhir, juga agar sang Sultan mau menjadi Kristen.
Dalam
kebesaran hati Sultan itu, ia dapat memahami dan menerima niat baik Fransiskus
dan dalam terang pengalamannya berjumpa dengan orang Kristen Koptik di Mesir,
ia meyakinkan Fransiskus bahwa bukannya beralih agama yang terutama, melainkan
nyatanya keramahtamahan iman yang terbuka menerima pihak yang berbeda.
Iman
yang bisa terbuka, dalam sikap keramahtamahan itu, sungguh diperlukan kala itu.
Kini kita pun butuh iman atau keberagamaan yang terbuka, dan doa bersama lintas
agama akan jadi bukti utama adanya iman sedemikian.
Sultan
Malik pasti menemukan kedalaman dan kejernihan doa Fransiskus, seperti kerap ia
rasakan dalam doa para sufi Muslim di Mesir. Apalagi diketahui bahwa kehidupan
Fransiskus sedemikian sederhana, tak mencekau harta benda. Sang Sultan tahu
bahwa sikap tak lekat akan yang material tadi datang dari sikap taat dan cinta
kepada Allah, pemilik sekalian alam ini.
Dalam
berdoa kita sebetulnya sedang mengakui misteri yang mengelilingi hidup manusia;
doa menjadi jalan agar manusia bisa tiba pada sang Misteri itu. Ada momen
berkomunikasi kepada- Nya dalam doa dan seiring dengan itu kemurahan-Nya pun
te- rasa berlimpah.
Maka,
sering dikatakan, doa adalah bahasa jiwa yang hendak membicarakan dan membuka
hati terhadap mukjizat kehidupan yang tak habis-habisnya. Kalau demikianlah
makna doa, maka keterbukaan hati dan iman pada Sang Ilahi yang murah hati tadi
tak mungkin tanpa kehadiran sesama manusia. Yang melimpah dari-Nya pasti
diberikan untuk semua manusia sehingga doa ”saya” selalu berdimensi syafaat:
agar mereka, juga kita, diberi berkat dan sejahtera. Di sini ”saya dan engkau”
bersama-sama dapat berdoa dan berharap akan kemurahan-Nya yang tak berbatas.
Perlu
dicatat, doa bersama tak berarti agama-agama perlu melanjutkannya dengan ibadah
bersama. Di sini ada batas yang menyingsing sebab, bagaimanapun, identitas
agama selaku satu komunitas perlu dipertahankan. Melalui ibadah, umat beriman
tengah menata identitas iman dan integritas kehidupan umatnya ke satu modus
yang khas.
Ibadah
adalah tindakan komunitas, sementara berdoa lebih sebagai sikap iman pribadi di
hadapan Sang Misteri tadi. Dalam ibadah, agama sedang mendaku dan merayakan
satu Nama yang khas, yang melaluinya mereka tiba pada Yang Ilahi tadi. Ibadah
bersama dengan demikian akan membantu tiap agama mengorganisasi diri sebagai
satu paguyuban yang utuh di tengah konteks kemajemukan masyarakatnya.
Makna Berdoa Bersama
Setelah
peristiwa kekerasan sekitar Mei 1998, tokoh agama Indonesia yang dipimpin Gus
Dur kumpul di Ciganjur berdoa bersama. Spirit dialog dan keterbukaan iman
masing-masing terlihat dan hal itu dilakukan demi perdamaian di negeri kita
ini.
Dalam
doa bersama, agama- agama hendak melihat peristiwa kehidupan sehari-hari itu
dari mata kemurahan Sang Ilahi. Kalau kesatuan Ilahi (tauhid) disebutkan dalam
doa, itu berarti kemahakuasaan-Nya mutlak sehingga tak ada kekuasaan apa pun di
bumi yang boleh mendaku mutlak. Kalau kasih Ilahi (Trinitas) dipanggil dalam
doa, itu berarti Tuhan tak pernah berhenti mendorong manusia memilih jalan
rekonsiliasi dalam hidupnya.
Dalam
konteks keguncangan ekonomi global kini, doa agama- agama bisa bersama-sama
mengaminkan berlimpahnya berkat- Nya, jauh dari sistem ekonomi global yang
berasumsi dan beroperasi dengan prinsip kelangkaan. Pemberian Tuhan yang murah
yang diaminkan agama-agama itu kiranya dilanjutkan dengan pengelolaan ekonomi
yang bersifat kooperatif: semua dapat menikmati air, api (energi), dan tanah
(sandang pangan).
Ekonomi
yang bergerak dengan prinsip langka akan bersifat membedakan dan memprivatisa-
sikan, lalu dalam sikap loba akan menimbun demi rasa aman sendiri. Namun, iman
akan kemurahan-Nya yang melimpah tadi akan memberi sikap baru hidup ekonomi:
bukan mengamankan diri sendiri yang terutama, tetapi menyediakan livelihood
yang memberi sejahtera dan mata pencaharian bagi semua. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar