Senin, 07 November 2016

Demo yang Islami?

Demo yang Islami?
Abdul Mu’ti  ;   Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah;
Dosen UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
                                              KORAN SINDO, 03 November 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Sejak Reformasi 1998 Indonesia seperti tidak pernah lepas dari aksi demonstrasi. Tetapi, sejak 16 tahun silam belum pernah ada aksi demo yang perhatiannya melebihi rencana demo 4 November.

Demo belum benar-benar terjadi. Tetapi, mengikuti pesan-pesan di media sosial, banyak pihak yang ketakutan. Jakarta sepertinya akan dipenuhi lautan manusia yang menuntut agar Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), sang ”terdakwa” penistaan agama, dihukum seberat-beratnya. Sepertinya Jakarta akan rusuh karena isi undangan terbuka demo yang begitu menggetarkan. Setiap peserta aksi diimbau meninggalkan surat wasiat untuk keluarga, seakan mereka bersiap mati.

Demo seakan perang suci demi tegaknya Kalam Ilahi. Walaupun mengatasnamakan perjuangan membela Islam, tidak semua muslim bersetuju. Semua umat Islam tentu terusik jika Islam dihina. Ini persoalan harga diri dan keyakinan. Tetapi, umat memiliki strategi yang berbeda dalam membela agamanya. Demo adalah salah satu cara di antara ribuan jalan yang lain.

Unjuk Kekuatan

Aksi demo Jumat, 4 November tentu bukanlah sebuah peperangan. Jika toh harus berperang, siapa lawannya? Apakah untuk melawan Ahok? Begitu hebatkah Ahok sehingga puluhan ribu orang harus dikerahkan dan berjuta rupiah harus dibayarkan? Ahok hanyalah seorang warga negara biasa. Jabatannya sebagai gubernur hanyalah ”warisan” dari Joko Widodo yang terpilih sebagai presiden.

Prestasinya sebagai gubernur DKI Jakarta juga biasa-biasa saja, tidak terlalu istimewa. Ahok tidak mewakili umat Kristiani dan etnis Tionghoa. Ahok adalah rakyat biasa. Lalu, untuk apa demo itu? Kalau memang Ahok harus diproses secara hukum, bukankah dia sudah dilaporkan ke kepolisian? Mengapa tidak dipercayakan saja kepada polisi untuk memproses sebagaimana mestinya? Jika polisi lambat, bukankah ada Kompolnas, anggota DPR, yang bisa menyentil mereka? Jika polisi main api, bukankah ada Presiden yang setiap saat bisa mengganti?

Presiden yang arif dan bijaksana tentu menyadari yang mengantarkannya ke Istana adalah berjuta umat Islam. Presiden yang berhati nurani jernih tentu tidak akan membiarkan mayoritas rakyat yang sangat dicintainya bertikai. Saatnya para wakil rakyat bicara dan pemimpin partai menunjukkan komitmennya. Institusi hukum adalah lembaga independen yang tidak bisa ditekan dan intervensi oleh siapa pun. Sebagai kepala pemerintahan, Presiden tidak bisa mengintervensi pengadilan. Para hakim juga tidak boleh memutuskan perkara karena tekanan.

Hukum memiliki sistem tersendiri untuk menjamin setiap warga negara mendapatkan keadilan. Setiap warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum. Setiap rakyat, termasuk Ahok, berhak mendapatkan keadilan. Kalau hakim tidak adil, ada Komisi Yudisial yang bisa menghakimi mereka. Kalau polisi tidak segera menahan Ahok, itu karena deliknya penistaan agama. Ahok bukan teroris atau koruptor yang tertangkap tangan sehingga bisa ditangkap tanpa proses peradilan. Begitulah ketentuan hukum yang berlaku.

Jadi, semua harus prosedural dan memerlukan kesabaran. Jika demikian, demo 4 November nanti kemungkinan dilakukan sebagai sebuah unjuk kekuatan. Pertama, kekuatan para tokoh yang mampu menggerakkan umat. Kedua,menunjukkan kepada siapa pun untuk tidak bermain-main dengan umat Islam. Jangan meremehkan kekuatan umat Islam. Pesan itu begitu kuat. Demo itu bisa juga berarti tersumbatnya komunikasi. Bisa juga berarti perlawanan bahwa selama ini mereka tidak mendapatkan keadilan baik secara ekonomi, politik, maupun hukum.

Aksi yang Islami

Sebagai sebuah cara demo semestinya menjadi pilihan akhir walau bukan yang terakhir. Alquran sesungguhnya lebih menekankan jalan islah, bil hikmah, dan musyawarah. Prosedur hukum memang lama. Tetapi, itulah cara yang lebih maslahat. Bukan berarti demo adalah pilihan yang salah. Tetapi, tampaknya manfaat dan hasilnya kurang maksimal. Bahkan, jika tidak dilaksanakan dengan baik, bisa menimbulkan mafsadat baik secara politik, ekonomi, maupun sosial. Jika demo tetap akan dilaksanakan, semua tentu bersepakat untuk melaksanakannya dengan santun, tertib, aman, dan berkeadaban.

Demo itu digelar untuk membela Islam sehingga para demonstrannya sudah pasti akan menunjukkan bahwa Islam adalah agama rahmah yang melindungi, memberi, dan mencintai sesama. Masyarakat tentu tidak perlu merasa khawatir akan terjadi kerusuhan. Para demonstran itu adalah muslim yang taat, pejuang syariat, dan tokoh umat yang senantiasa mematuhi hukum dan peraturan. Jika ada kerusuhan, pasti bukan karena Islamnya. Para demonstran itu tidak akan merusak fasilitas umum, mencemari lingkungan, dan memblokir jalanan karena Islam adalah agama yang senantiasa memerintahkan ihsan.

Di negeri yang merdeka dan demokratis inidemotidakbolehdihalangi. Itu hak konstitusional yang dijamin undang-undang. Warga negara bebas menggunakan haknya secara bertanggung jawab. Adalah hak pula jika ada warga negara yang tidak menggunakan haknya untuk strategi dan energi yang lebih bermanfaat. Mereka yang berdemo bukanlah anti-Pancasila dan menentang Bhinneka Tunggal Ika. Demo 4 November dilaksanakan di tengah ribuan warga muslim yang rumahnya tergenang banjir atau di pengungsian karena rumahnya tersapu air bah.
Mereka menyaksikan puluhan ribu saudaranya membela Islam, sementara mereka juga perlu uluran tangan. Selamat berdemo. Semoga Allah meridai.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar