Menuju Islam dan Indonesia Berkemajuan
Muhbib Abdul Wahab ; Sekretaris LP3 PP Muhammadiyah;
Dosen
Pascasarjana UIN Jakarta
|
REPUBLIKA, 25 Mei
2016
Pada
23-24 Mei 2016 PP Muhammadiyah menghelat Konvensi Nasional Indonesia
Berkemajuan (KNIB) dengan tema "Jalan Perubahan Membangun Daya Saing
Bangsa". Menurut Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, KNIB bertepatan
dengan peringatan Kebangkitan Nasional ke-108 dan 18 tahun reformasi.
Muhammadiyah
telah mengambil langkah strategis sebagai upaya menatap bangsa ke depan.
Langkah ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk mempercepat ketertinggalan
dengan negara lain (Republika, 23 Mei 2016).
Mantan
ketua umum PP Muhammadiyah Din Syamsuddin juga menyatakan, KNIB sangat
penting bagi Muhammadiyah dan bangsa Indonesia. Muhammadiyah sudah menetapkan
satu visi keindonesian, "Visi Indonesia Berkemajuan". Visi ini
dapat dipertanggungjawabkan secara esensi karena cita-cita nasional Indonesia
yang oleh Muhammadiyah diberi tafsir kontekstual, yaitu Indonesia yang maju,
adil, makmur, berdaulat, dan bermartabat.
Gagasan
dan narasi besar terkait KNIB ini tentu tak dapat dipisahkan dari visi besar
Islam berkemajuan yang dicita-citakan pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan.
Cita-cita Islam berkemajuan yang dicetuskan KH Ahmad Dahlan adalah mewujudkan
masyarakat Islam yang sebenar-benarnya dalam rangka menjadikan Indonesia
sebagai negara yang baik (adil, makmur, sejahtera, berdaulat, dan
bermartabat) dan dalam ampunan Allah SWT (baldatun thayyibatun wa rabbun ghafur)
(QS Saba' [34]: 15).
Muhammadiyah
melalui amal usahanya selalu termotivasi untuk memberi bukti kontribusi
konkret bagi umat dan bangsa bahwa Muhammadiyah merupakan umat terbaik
(khaira ummah). Sebagai khaira ummah, Muhammadiyah dituntut terus berpikiran
maju, berdaya saing tinggi, dan berkeunggulan dalam berbagai bidang
kebudayaan dan peradaban.
Dalam
kehidupan kebangsaan, Muhammadiyah dan umat Islam sebagai golongan mayoritas
punya tanggung jawab untuk menjadikan Indonesia sebagai baldatun thayyibatun
wa rabbun ghafur. Muhammadiyah mencita-citakan penduduk negeri beriman dan
bertakwa kepada Allah, sehingga selalu diberkahi oleh-Nya (QS al-A'raf [7]:
96); membangun negeri dengan sebaik-baiknya dan tidak berbuat kerusakan (QS
al-Baqarah [2]: 11).
Harus
diakui bahwa umat Islam Indonesia maupun dunia belum berkemajuan sejauh ini.
Penyebab kemundurannya, menurut KH Ahmad Dahlan, karena sebagian besar umat
Islam terlalu jauh meninggalkan ajaran Islam. Kemunduran umat Islam juga
disebabkan kemerosotan akhlak, sehingga penuh ketakutan, seperti kambing dan
tidak lagi punya keberanian seperti harimau.
"Karena
itu," lanjut KH Ahmad Dahlan, "aku terus memperbanyak amal dan
berjuang bersama anak-anakku sekalian untuk menegakkan akhlak dan moral yang
sudah bengkok. Kusadari bahwa menegakkan akhlak dan moral serta berbagai
persoalan Islam yang sudah bengkok memang tugas berat dan sulit."
Teologi al-Ma'un
Persoalannya,
bagaimana mengejar ketertinggalan umat dan bangsa ini menuju Islam dan
Indonesia berkemajuan di masa mendatang? Sejatinya, gagasan Islam dan
Indonesia berkemajuan tidak dapat dipisahkan dari teologi al-Ma'un, sistem
keyakinan kuat untuk menjadikan Islam itu membumi dan menginspirasi semua,
bukan Islam wacana dan retorika belaka.
Model
tafsir surah al-Ma'un yang diajarkan KH Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya
bukan sekadar pemahaman kognitif, melainkan bagaimana pemahaman akal rasional
itu menjadi perbuatan penuh maslahat sekaligus karya kemanusiaan dan
perabadan berkemajuan.
Teologi
al-Ma'un yang diwariskan KH Ahmad Dahlan menghendaki integrasi gerakan
pemikiran sekaligus perubahan menuju karya peradaban berkemajuan. Ayat-ayat
Qur'aniyyah harus dipadukan, disergikan, dan diaktualisasikan secara
proporsional dengan ayat-ayat kauniyyah dan ijtima'iyyah (alam dan sosial).
Jadi,
Islam berkemajuan dapat ditransformasikan dalam proses menuju Indonesia
berkemajuan jika didukung gerakan pemikiran dan peradaban (gerakan ide,
pengembangan ilmu, pendidikan holisitik-integratif, dan penelitian
berkemajuan) dan dipadukan dengan amal nyata melalui pemberdayaan institusi
yang efektif dan dinamis.
Islam
berkemajuan mencerminkan pentingnya transformasi dari pemahaman dogmatis
menuju pemahaman kritis-transformatif yang kontekstual. Dengan begitu, Islam
berkemajuan secara teologis menghendaki integrasi dua model kritik sekaligus,
yaitu kritik teks dan konteks (realitas sosial) dengan senantiasa merespons
perkembangan ilmu pengetahuan dan relevansi sosial keumatan.
Karena
itu, Muhammadiyah perlu mereformasi sistem pendidikan dari yang bersifat
tradisional menjadi modern, dari sekadar transfer of knowledge menjadi
pembentukan karakter, akhlak mulia dan kultur berkemajuan, kemandirian, daya
saing tinggi, dengan mengenyahkan "mental sebagai kaum terjajah dan
pengemis". Karena itu, kualitas sistem pendidikan Islam harus terus
ditingkatkan agar berkontribusi bagi peradaban keumatan yang lebih optimal.
Islam
dan Indonesia berkemajuan itu ibarat dua sisi mata uang, bersifat simbiosis
mutualistik. Tanpa kontribusi umat Islam, Indonesia mustahil berkemajuan.
Sebaliknya, tanpa kehadiran "Indonesia merdeka", Islam Indonesia
mustahil menjadi maju.
Sebagai
bagian integral dari "keluarga besar bangsa Indonesia",
Muhammadiyah berkewajiban mendedikasikan karya kemanusiaan dan peradaban
(pendidikan, dakwah, kesehatan, pemberdayaan masyarakat, penegakan hukum,
ekonomi, dan lainnya) yang dinamis dan kreatif. Karena itu, warga
Muhammadiyah harus berkompeten mendalami dan mengaktualisasikan Islam
rahmatan lil 'alamin.
Dedikasi nyata
Sebagai
dedikasi nyata untuk mengantarkan Indonesia berkemajuan, selain di bidang
kesehatan dan pemberdayaan sosial ekonomi, Muhammadiyah telah mengembangkan
lembaga pendidikan, mulai jenjang pendidikan PAUD, pendidikan dasar dan
menengah, serta pendidikan tinggi.
Lembaga
pendidikan yang dikelola Majelis Dikdasmen PP 'Aisyiyah sebanyak 27.657
(jenjang PAUD/TK, SD, SMP, SMA/SMK). Sedangkan, yang dikelola Majelis
Dikdasmen PP Muhammadiyah sebanyak 5.527 dengan rincian SD/MI 1.632; SMP/MTs
113; SMA/MA dan SMK 546; pondok pesantren 175.
Perguruan
tinggi Muhammadiyah (PTM) dan perguruan tinggi 'Aisyiyah (PTA) kini berjumlah
177. Hal ini bukti konkret bahwa Muhammadiyah berkontribusi positif memajukan
"keluarga besar" Indonesia. Jumlah ini, menurut statistic, telah melampaui
total perguruan tinggi negeri di seluruh Tanah Air yang berjumlah 173, baik
PTN yang di bawah Kemenristekdikti maupun Kementerian Agama.
Hal
ini membuktikan bahwa Muhammadiyah memainkan peran strategis mencerdaskan
kehidupan bangsa, membebaskan buta aksara, dan tunapendidikan di Tanah Air,
termasuk di daerah terpencil, terluar, dan terasing, seperti di Papua dan
NTT.
Indonesia
berkemajuan teraktualisasi jika Islam berkemajuan bisa ditransformasikan
dalam proses pembangunan mental spiritual bangsa dan didukung gerakan
pemikiran, ilmu, riset, dan peradaban serta dipadukan dengan amal nyata dan
penguatan budaya keumatan yang kokoh dan produktif, seperti budaya malu,
disiplin, membaca, menulis, berkarya, budaya beramal saleh.
Indonesia
berkemajuan, tentu diharapkan dunia menjadi peradaban besar, jika nilai-nilai
Islam rahmatan lil 'alamin dapat dipahami, dididikkan, dan disosialisasikan
secara transformatif-kultural, dari pemahaman dogmatis menuju
kritis-transformatif yang kontekstual.
Dengan
begitu, Islam berkemajuan secara teologis menghendaki integrasi dua model
kritik sekaligus, yaitu kritik teks dan konteks (realitas sosial) dengan
senantiasa merespons perkembangan ilmu pengetahuan dan relevansi sosial
keumatan.
Pada
saat sama umat Islam harus mampu menampilkan diri sebagai ummatan wasathan
(umat moderat, Islam moderat), tidak ekstrem kanan apalagi kiri; tidak
anarkistis dan tidak pula teroris, toleran, tapi tetap tegas dan teguh
pendirian.
Selain
itu, menuju Indonesia berkemajuan di masa depan diperlukan aktualisasi Islam
yang berwajah humanis karena watak dasar Islam adalah agama damai dan
mencintai perdamaian. Bangsa ini tidak mungkin berkemajuan jika warganya
perang saudara, tidak bersatu dan bersinergi dalam membangun "keluarga
dan rumah besar Indonesia".
Islam
berkemajuan harus paralel dengan Indonesia berkemajuan, bervisi rahmatan lil
'alamin: moderat, ramah, penuh perdamaian, toleran, kasih sayang,
antikorupsi, antikekerasan, antiterorisme, anti-illegal logging,
anti-trafficking, antiketidakadilan.
Menuju
Islam dan Indonesia berkemajuan, sudah saatnya sistem nilai Islam
ditransformasi ke tatanan kehidupan kebangsaan dan keumatan, sekaligus sistem
dunia yang adil, damai, sejahtera, dan berkeadaban melalui berbagai amal
usaha dan kerja nyata konstruktif, bukan destruktif.
Jadi,
Islam berkemajuan sekaligus rahmatan lil 'alamin harus menjadi visi-misi
bersama untuk menjadikan Islam sebagai agama teladan yang sukses
berkontribusi dalam membangun peradaban Indonesia masa depan berkemajuan, yaitu
Indonesia yang berketuhanan, berperikemanusiaan, berkeadaban, bersatu,
berdaulat, berdemokrasi, dan berkeadilan sosial. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar