Variasi
Samuel Mulia ; Penulis kolom “Parodi” Kompas Minggu
|
KOMPAS, 17 Mei 2015
Seseorang
yang saya temui di sebuah chat room bertanya, apakah saya mau menjadi
kekasihnya. Pertanyaan itu membuat rasa penasaran saya timbul dan bertanya kembali,
mengapa ia sampai melakukan penawaran semacam itu. "Cari variasi, Mas,
supaya hubungan nggak jadi hambar." Demikian ia menjelaskannya.
Bumbu
Setelah
keluar dari ruang mengobrol itu, saya jadi kepikiran. Benarkah agar sebuah
hubungan menjadi tidak hambar, berselingkuh itu menjadi salah satu solusi
jitu? Mengapa ketika hubungan itu menjadi hambar, solusinya adalah mencari di
luar rumah?
Bukankah
ketika hubungan disepakati untuk dijalani, maka segala risiko harus
ditanggung dua belah pihak. Bukankah penyebab terjadinya keadaan hambar atau
tidak hambar adalah akibat dari keputusan yang dibuat dari dalam rumah oleh
dua manusia?
Nah,
kalau itu terjadi dari dalam rumah, mengapa mencari jalan keluar di luar
rumah? Atau apakah tindakan mencari ke luar rumah itu benar adanya karena
bisa jadi di dalam rumah sudah tak ada lagi ditemui jalan keluarnya?
Begitukah?
Bagaimana
kalau kemudian yang di dalam rumah merasa bumbu yang dari luar enaknya
setengah mati dan tak bisa dilepaskan? Atau bagaimana kalau setelah belanja
bumbu di luar, beberapa waktu kemudian, bumbu itu terasa hambar? Apakah
solusinya akan memiliki pola yang sama, artinya mencari lagi bumbu yang lain?
Kalau
demikian, apakah secara umum mereka yang berpasangan melakukan hal itu ketika
kehambaran menyerang sebuah hubungan? Apakah Anda yang sudah berpasangan dan
membaca tulisan ini juga melakukan hal yang sama? Maksud saya, Anda
berbelanja bumbu di luar karena bumbu yang di dalam tak bisa lagi menggarami
hubungan itu sendiri?
Kalau
seandainya variasi dibutuhkan agar hubungan tidak hambar, apakah berselingkuh
merupakan satu dari sekian solusi ? Atau mencari bumbu di luar agar tidak
hambar sesungguhnya bukan sebuah solusi, tetapi menggambarkan manusianya saja
yang memang doyan berselingkuh?
Apakah
sesungguhnya kehambaran sebuah bentuk nyata dari kepengecutan manusia yang
menjalaninya? Mereka tahu sebuah hubungan tak lagi bisa diteruskan, hanya
saja mereka takut akan status setelah hubungan itu berakhir, takut berimbas
pada kehidupan anak dan malas menjadi sendiri lagi.
Malas
untuk memulai hubungan dari nol kalau di suatu hari mereka ingin memiliki
hubungan asmara kembali. Jadi mereka memutuskan untuk bersama dan mencari
variasi atau membeli bumbu di luar rumah sebagai solusi dari sebuah
kepengecutan.
Setrum
Saya
sendiri tak tahu bagaimana sebuah hubungan bisa menjadi hambar karena sampai
hari ini saya belum pernah memiliki hubungan asmara. Saya hanya mendengar
dari berbagai macam manusia yang bercerita soal hubungannya kepada saya.
Dari
berbagai macam cerita itu, saya menyimpulkan sendiri bahwa hubungan asmara
itu mirip seseorang yang mendapatkan sesuatu seperti yang diinginkan hatinya.
Entah itu mobil baru, rumah baru, atau seperti teman saya mendapat binatang
peliharaan yang baru.
Maka di
tahap awal akan begitu banyak perhatian dicurahkan. Semua dirawat dengan baik
dan cermat. Tetapi, selang beberapa bulan kemudian, akan ada penurunan dari
semua perawatan dan perhatian itu. Akan ada sejuta alasan kalau ditanya
mengapa itu terjadi, tetapi mungkin yang utama adalah manusia itu dasarnya
memiliki rasa bosan, apalagi kalau sudah tak ada tantangannya lagi.
Dari
sejuta cerita yang masuk ke telinga, tak dimungkiri ada yang memiliki cerita
sebuah perjalanan asmara yang setelah sekian belas tahun masih bisa menyetrum
meski tak sekencang dahulu sehingga mereka tak sampai perlu mencari bumbu di
luar hubungan itu.
Mungkin,
kalau di suatu hari saya memiliki hubungan, dari sejak awal akan saya katakan
kepada pasangan saya bahwa saya ini manusia sama seperti dirinya. Banyak
maunya, banyak bohongnya, banyak takutnya, bisa berubah kapan saja, rada
egois atau egois banget.
Bahwa
sebagai manusia saya bisa jatuh cinta seperti orang tidak waras, tetapi
kemudian bisa seperti orang waras sehingga kalau sedang tidak waras,
perilakunya bisa menggebu-gebu. Tetapi, kalau lagi waras bisa biasa-biasa
saja. Tentu saya tak akan lupa untuk mengatakan saya ini manusia yang juga
cepat bosan.
Saya
akan mengatakan dari sejak awal bahwa hubungan saya adalah dasarnya cinta dan
bukan karena paksaan, bukan karena pasangan saya kaya raya, atau alasan yang
materialistis atau fisik sifatnya. Tetapi, cinta saya sama sekali tak bisa
dijadikan sebuah jaminan untuk diperlakukan semena-mena.
Dan yang
terakhir, saya akan mengingatkan kepada diri sendiri kalau kita ini cuma
manusia. Sama-sama punya kelemahan, sama-sama punya kelebihan. Sama-sama
punya kekurangan. Jadi jangan menuntut apa pun karena kita sama-sama tak suka
dituntut dan tak bisa dituntut. Kita hanya bisa sama-sama memiliki pengertian.
●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar