Lelucon
Menteri Pemuda dan Olahraga
Katamsi Ginano ; Pembaca dan Penikmat Buku
|
KORAN TEMPO, 12 Mei 2015
Menteri Pemuda dan
Olahraga, Iman Nahrawi, Jumat, 8 April 2015, mengumumkan nama 17 anggota tim
transisi yang akan mengambil alih kewenangan Persatuan Sepak Bola Seluruh
Indonesia (PSSI). Pengambilalihan ini dilakukan menyusul pembekuan PSSI pada
April lalu. Tim itu bertugas membenahi tata kelola sepak bola nasional.
Undang-Undang (UU)
Nomor 3 Tahun 2005 Tentang Sistem Keolahragaan Nasional dengan tegas mengatur
bagaimana pengelolaan olahraga nasional, bahwa pembinaan dan pengembangan
olahraga dilakukan melalui organisasi yang tidak bertentangan dengan UU, yang
dijabarkan lagi lewat Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 16 Tahun 2007 tentang
Penyelenggaraan Keolahragaan.
Untuk cabang sepak
bola, organisasi pembinaan dan pengembangan yang diakui adalah PSSI yang
didirikan di Yogyakarta pada 19 April 1930. Sebagaimana amanat UU Nomor
3/2015, PSSI, yang berinduk ke Federation Internationale De Football
Association (FIFA) serta menjadi anggota Asian Football Confederation (AFC)
dan ASEAN Football Federation (AFF), bersifat mandiri dan independen.
Kemandirian dan independensi ini dituangkan dalam statuta PSSI dengan mengacu
pada statuta FIFA, AFC, dan AFF.
Peringatan Kemenpora,
yang berujung pada pembekuan terhadap PSSI, berkenaan dengan pengelolaan
sepak bola nasional adalah bagian dari amanat UU Nomor 3/2005 dan turunannya,
berkenaan dengan pengarahan, bimbingan, bantuan, dan pengawasan terhadap
penyelenggaraan keolahragaan nasional. Dasarnya adalah Pasal 122 ayat (2)
huruf g PP Nomor 16/2007.
Tapi, berkenaan dengan
pembekuan, yang dapat diartikan terjadi sengketa antara pemerintah dan PSSI,
semestinya Kemenpora merujuk pada tiga ayat dalam Pasal 88 UU Nomor 3/2005.
Penyelesaiannya didahului dengan musyawarah dan mufakat, kemudian arbitrase
atau alternatif sejenis, dan pilihan terakhir pengadilan. Langkah ini sejalan
dengan jaminan UU, bahwa terhadap olahraga nasional, pemerintah wajib memberi
pelayanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya kegiatan keolahragaan
bagi setiap warga negara tanpa diskriminasi.
Dalam implementasinya,
pemerintah harus merujuk pada statuta PSSI dan organisasi payung di atasnya.
Dengan demikian, bahkan sekali pun alasannya PSSI telah melakukan pelanggaran
sangat berat terhadap standar pembinaan dan pengembangan olahraga sepak bola nasional,
Kemenpora tidak berhak mengambil alih kewenangan organisasi ini.
Terlebih, pemilihan
anggota tim transisi tampaknya lebih didasarkan pada motif politik ketimbang
pembenahan tata kelola yang dianggap sebagai biang masalah di PSSI. Tak
kurang penting, pemilihan anggota tim transisi jelas melanggar Pasal 54, ayat
(3) hingga (4) PP Nomor 16/2007, yang melarang pengurus komite olahraga
memegang suatu jabatan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan
hak seorang pegawai negeri dan militer; atau jabatan publik yang diperoleh
melalui proses pemilihan langsung oleh rakyat atau DPR RI.
Apa boleh buat,
pembekuan, pembentukan tim transisi, dan pengambilalihan kewenangan PSSI oleh
Menpora memang sekadar lucu-lucuan periuh nirprestasi sepak bola nasional.
Atau, barangkali ini adalah ikhtiar Menpora menunjukkan prestasi di tengah
panasnya wacana reshuffle kabinet. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar