Busana
Kerajaan
Sarlito Wirawan Sarwono ; Guru Besar
Fakultas Psikologi Universitas Indonesia
|
KORAN SINDO, 12 April 2015
Alkisah pada zaman dahulu kala, di negara Abuabu (karena nama
semua penghuninya berawalan Abu), ada seorang raja zalim bernama Abu Sirik,
yang dibantu oleh seorang mahapatih bernama Abu Sogok.
Baginda Abu Sirik terkenal sebagai raja yang gila hormat dan kejam,
yang tidak mau rakyatnya lebih tampan, lebih kaya, ataupun lebih pandai dari
dirinya sendiri dan tidak segansegan membunuh rakyatnya sendiri yang
membangkang perintahnya. Sedangkan Abu Sogok, adalah mahapatih yang sangat
ABS (asal baginda senang) yang mau melakukan apa saja perintah baginda demi
mempertahankan kedudukannya.
Pada suatu hari, raja merasa galau karena beliau melihat banyak
warga yang berbusana jauh lebih bagus ketimbang pakaian kerajaan terbagus
yang dimilikinya. Maka baginda segera memanggil Mahapatih Abu Sogok untuk
mengadakan sayembara menjahit Busana Agung Baginda (BAB, tetapi tidak ada
hubungannya dengan buang air besar).
Pemenangnya akan dianugerahi jabatan menteri ekonomi kreatif
(menkraf), sedangkan peserta yang kalah akan dihukum gantung. Mahapatih Abu
Sogok pun segera menjalankan perintah baginda dan mengumumkan sayembara BAB
ke seluruh negara. Banyak penjahit ternama seantero kerajaan yang mendaftar
untuk ikut sayembara, karena tergiur tawaran jabatan menkraf yang gajinya berlipat
ganda dari penghasilan tukang jahit dan mendapat jatah uang muka kredit
kereta kuda dinas pula.
Setelah melalui seleksi administratif, terpilihlah sejumlahtukangjahitdari
kerajaan Abuabu untuk mengikuti sayembara. Mereka satu per satu diminta hadir
diistana untuk menjahit BAB. Pagi hari peserta sayembara hadir menghadap
baginda, mengukur tubuh baginda, kemudian seharian dia mengerahkan seluruh
keahliannya untuk menciptakan BAB terindah, dan sorenya penjahit menghadap
lagi untuk mencobakan BAB pada baginda.
Dalam acara sore hari, baginda ditemani oleh permaisuri,
putra-putri kerajaan, para menteri dan hulubalang (kalau di NKRI: Panglima
TNI) dan semua pejabat tinggi kerajaan. Semua yang hadir diminta untuk
menjadi juri sayembara untuk menentukan apakah BAB yang dicoba hari itu layak
jadi busana terindah seantero kerajaan. Kalau ya, langsung dilantik jadi
menkraf; kalau tidak, langsung dikirim ke tiang gantungan.
Malang sekali, dalam waktu seminggu, tujuh penjahit sudah
dikirim ke tiang gantungan. Semua audiens mengolok-olok apa pun hasil jahitan
yang ditampilkan oleh para peserta lomba. Bahkan, ada menteri yang mengajukan
hak angket terhadap salah satu penjahit karena karyanya dianggap sangat
buruk, padahal sudah memakan biaya Rp12,7 T yang diselundupkan dalam e-budget
kerajaan.
Melihat sudah ada tujuh korban, penjahit-penjahit yang lain
takut dan mengundurkan diri, kecuali seorang penjahit bernama Abu Nawas. Dia
tidak takut mati dan dia pun maju sebagai peserta berikutnya. Tetapi sebelum
mulai mengukur tubuh baginda, Abu Nawas memohon kepada Baginda Abu Sirik
untuk membuatkan busana yang begitu indah dan bagusnya, sehingga hanya
orang-orang yang IQ-nya di atas 140 saja yang bisa mengagumi keindahan
adibusana tersebut.
Yang lainnya tidak akan melihat apa-apa. Baginda yang merasa
IQ-nya paling tinggi, langsung menyetujui, dan Abu Nawas pun mulai mengukur
tubuh baginda. Pada sore harinya dihadiri audiens lengkap, Abu Nawas meminta
baginda melepas seluruh bajunya karena akan diganti dengan BAB terindah yang
sudah disiapkan dan dipajang di hadapan baginda. Awalnya baginda ragu, karena
beliau tidak melihat apa-apa, tetapi beliau teringat bahwa hanya orang yang
ber-IQ 140 yang bisa melihat busana itu.
Maka dia pun melepas busananya dan tersenyum bahagia ketika Abu
Nawas mengenakan busana agung itu ke tubuhnya, padahal tidak ada seorang pun
di ruangan itu yang melihat Abu Nawas memegang sesuatu, apalagi pakaian.
Ketika akhirnya Abu Nawas selesai mengenakan busana itu ke tubuh baginda,
raja yang tidak mau terlihat bodoh itu bersabda, ”Wah bagus sekali, ini dia
busana yang pantas bagi seorang maharaja seperti saya.
Bagaimana pendapat kalian, hai keluargaku, para menteri dan para
hulubalangku?”. Audiens pun menjawab serempak, ”Bagus sekali, baginda”. ”Kalau
begitu, Mahapatih Abu Sogok, siapkan upacara pelantikan menkraf yang baru,
dan segera laksanakan pawai keliling kerajaan”. ”Siap, baginda! Laksanakan!”
jawab Mahapatih Abu Sogok. Maka pada esok harinya diselenggarakan arak-arakan
keliling kerajaan.
Baginda duduk di atas kereta kencana, dengan bergaya untuk
memberi aksen pada keindahan BAB sesuai dengan petunjuk Abu Nawas, menkraf
yang baru. Seluruh rakyat yang mengelu-elukan baginda, tak henti-henti memuji
keindahan busana baginda. Tetapi di tengah gegap-gempitanya arak-arakan,
seorang anak kecil bertanya kepada ibunya, ”Ma, kok raja telanjang bulat,
ya?”. Si mama yang memang tidak melihat apa-apa kecuali tubuh baginda yang
tambun, terkikik dan mencolek ibu yang di sebelahnya, yang juga ikut tertawa,
dan dalam waktu sekejap semua rakyat menertawakan baginda yang bertelanjang
bulat.
Baginda sangat marah, dan memerintahkan hulubalang untuk
menangkap provokator, tetapi para prajurit pun sedang tertawa
terpingkal-pingkal sampai sakit perut sehingga tidak bisa melaksanakan
perintah. Bahkan para komandan, hulubalang, dan para menteri, termasuk
mahapatih dan para keluarga akhirnya ikut tertawa, meninggalkan raja yang
lari terbirit- birit dan menyebabkan para kuda pun ikut tertawa...”qiqiqiqiqi”.
Socrates, seorang filsuf Yunani, yang hidup 400 tahun sebelum
Masehi, pernah mengatakan, ”Seorang yang jujur, selalu berjiwa anak-anak” (an honest man is always a child). Di
dalam psikologi, usia 12 tahun adalah batas kejujuran yang murni, di mana
seorang anak bisa mengatakan apa adanya, tanpa beban. Di atas usia itu, orang
cenderung ABS atau munafik.
Masalahnya dalam kita bernegara atau berpolitik, khususnya di
Indonesia tercinta ini, lebih banyak orang yang bersikap seperti Baginda Abu
Sirik dan Mahapatih Abu Sogok, ketimbang bersikap jujur, karena takut
dianggap bersifat kekanak-kanakan. Buktinya, ketika Presiden Gus Dur
menganggap anggota DPR taman kanak-kanak, kan semua anggota DPR marah. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar