Refleksi
Pemerintahan Jokowi-JK
Idil Akbar ;
Staf
Pengajar FISIP Unpad;
Peneliti di Nusantara Institute
|
KORAN
SINDO, 02 Januari 2015
Dua
bulan lebih sudah sejak dilantik 20 Oktober lalu, Jokowi-JK memimpin
Indonesia. Untuk bisa menyimpulkan apakah pemerintahan saat ini berhasil atau
tidak masihlah terlalu dini.
Usia
pemerintah yang masih seumur jagung tentu belumlah bisa dinilai hasil
pemerintahannya, baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Namun, dalam
waktu yang masih minim tersebut, perencanaan dan proses di dalam menjalankan
pemerintahan serta inisiasi dari kebijakan yang telah pula diimplementasikan
perlu menjadi bahan refleksi kita bersama.
Pertanyaannya,
sudahkah pemerintahan Jokowi-JK memberi kesan positif terhadap usaha memenuhi
harapan rakyat akan Indonesia yang lebih baik? Harapan rakyat Indonesia
terhadap pemerintahan Jokowi-JK tidaklah berlebihan. Setidaknya, hal itu yang
sering tercitrakan bahwa Jokowi-JK diyakini memiliki kemampuan menyelesaikan
segala permasalahan yang dihadapi bangsa ini.
Lalu,
apakah Jokowi-JK mampu memenuhi harapan tersebut, itu yang perlu dibuktikan
selama lima tahun ke depan. Kebijakan strategis dalam menyelesaikan persoalan
negara akan ditunggu dan dinilai oleh rakyat. Maka itu pula, setiap
keputusannya akan memberi indikator penting bagi keberlangsungan pemerintahan
ke mana akan diarahkan.
Ke
mana pemerintahan ini diarahkan mungkin menjadi kata kuncinya. Hal ini
sekaligus merefleksikan apa saja usaha yang dilakukan Jokowi-JK dalam membawa
pemerintahannya. Lebih jauh, perencanaan strategis juga perlu mendapat
sorotan penting. Sebab, pada akhirnya Jokowi-JK harus menjatuhkan keputusan
pada pilihan kebijakan, melanjutkan perencanaan sehingga menjadi sebuah
kebijakan atau tidak.
Perlu
dipahami bahwa penilaian terkait rencana kebijakan merupakan bagian penting
dan tak dapat dilepaskan dari penilaian terhadap kebijakan itu sendiri.
Memang kadar penilaian ini tak lebih tinggi dari halnya kebijakan yang telah
diimplementasikan.
Beberapa Refleksi Strategis
Membangun
tradisi politik yang sama sekali baru bukanlah hal mudah. Perlu komitmen dan
juga ketegasan mutlak agar proses politik yang dilakukan lebih karena
dorongan kebijaksanaan personal dan bukan atas intervensi dan problem jasa
politik. Setidaknya itu refleksi pertama yang diperoleh dari kabinet yang
disusun Jokowi-JK, yang semula terlihat cukup confidence untuk menyusun kabinet ramping, tetapi tidak
dilakukan. Beruntung, kabinet didominasi sebagian besar kalangan profesional.
Namun,
bukan berarti menteri profesional tak lepas dari kesanpolitis. Selain di
antaranya disorot karena persoalan track record kepemimpinan dalam
kementerian di masa lalu, terakhir pengangkatan orang parpol menjadi Jaksa
Agung menyiratkan kuatnya pengaruh parpol atau tokoh politik tertentu dalam
penyusunan SDM di kabinet.
Refleksi
kedua yang sangat menyita perhatian publik Indonesia adalah terkait kenaikan
harga BBM bersubsidi. Kebijakan menaikkan harga BBM bersubsidi memang
cenderung lazim diambil oleh setiap rezim. Bahkan di era pemerintahan SBY,
Presiden telah menaikkan harga BBM hingga 4 kali selama 10 tahun periode
kepemimpinannya. Namun, di era Jokowi-JK, menaikkan harga BBM menjadi tak
lebih sesederhana dari sebelumnya.
Sebab
pada saat yang sama, kebijakan menaikkan harga BBM kontradiktif dengan harga
minyak dunia yang justru turun dan semakin turun hingga berada di titik
terendah dalam 10 tahun terakhir. Kontradiksi ini menjadi sumber pertanyaan,
dimana relevansi perlunya menaikkan harga BBM di saat harga minyak dunia
turun? Memang akhirnya per 1 Januari 2015 pemerintahan Jokowi-JK menurunkan
harga premium menjadi Rp7.600.
Refleksi
ketiga terkait dengan beberapa rencana strategis Pemerintah yang juga sudah
mulai menyedot perhatian publik, di antaranya rencana kenaikan TDL. Kenaikan
TDL yang menurut klaim pemerintah sebagai dampak dari naiknya kurs dolar
menjadi implikasi kebijakan yang di masyarakat suka ataupun tidak harus
diterima.
Tak
berhenti di sini, dampak kenaikan TDL biasanya akan pula menimbulkan ekses
lain berupa kenaikan pada kebutuhan pokok masyarakat, kelesuan sektor
industri dan bahkan tak menutup kemungkinan akan menyebabkan terjadinya
pengurangan pekerja pada sektor riil. Problem seperti ini dipastikan akan
membuat kebijakan yang dilematis bagi Pemerintah. Meski, sangat kecil
kemungkinan untuk tidak jadi dilaksanakan.
Menuntut Komitmen
Apa
yang sudah disampaikan pada saat pencapresan lalu merupakan satu bentuk
komitmen yang harus dilaksanakan. Rakyat Indonesia tentu akan melihat dan
menilai sejauh mana komitmen tersebut mampu diimplementasikan secara riil dan
berkontribusi terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat secara keseluruhan.
Sebagai
pemimpin negara sewajarnya bisa mengatasi segala permasalahan yang dihadapi
bangsa. Karena itu, ketika rakyat menyampaikan pendapat kritis tentu
didasarkan pada upaya menuntut komitmen Jokowi-JK terhadap penuntasan masalah
yang dihadapi rakyat. Selama dua bulan memimpin Indonesia, Jokowi-JK masih
terlihat gamang dengan komitmen yang ada.
Indikasinya
tampak terlihat, baik dari kebijakan yang sudah diimplementasikan maupun baru
berupa rencana strategis, sudah cukup membuat ketidaknyamanan secara masif.
Tapi sebagai rakyat, masih tersisa harapan dan pemikiran positif bahwa
situasi ini hanya terjadi di permulaan dan akan happy ending pada perjalanan hingga pemerintahan ini berakhir. Semoga! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar