Amal
Publik Vs Dosa Publik
M Hasan Mutawakkil Alallah ; Ketua Tanfidziyah PW
NU Jatim
|
JAWA
POS, 05 April 2014
DALAM
sebuah diskusi publik di Jakarta (3/4/2014), Jusuf Kalla memberikan
pernyataan menarik tentang pentingnya politik sebagai medan jihad sosial. Itu
bisa terjadi, menurut dia, jika neraca amal publik seorang politikus lebih
besar daripada neraca dosa publiknya.
Kalla
menyatakan, ''Amal publik yang lebih
besar daripada dosa publiknya membuat seseorang (politikus) selalu
dielu-elukan masyarakat. Itu tentu berbeda dengan orang yang memiliki banyak
dosa publik. Tapi, kita tidak bisa mengklaim seseorang layak atau tidak. Kita
hanya bisa melihat apa yang sudah dibuatnya untuk bangsa.''
Pernyataan
mantan wakil presiden tersebut menarik ditelaah lebih lanjut di ujung hiruk
pikuk politik menjelang pemilu legislatif 9 April 2014. Akhir-akhir ini,
publik memandang politik pasti kotor. Begitu mendengar istilah politik,
kesadaran kebanyakan di antara kita langsung tertuju pada pemahaman bahwa
politik merupakan ajang konflik, panggung perseteruan, serta medan
aktualisasi kepentingan individual politisi atau partai politik.
Pokoknya,
dalam pemahaman publik, hampir tidak ada kebaikan yang ditempelkan kebanyakan
di antara kita kepada politik. Politik dipahami masyarakat tidak memberikan
banyak keuntungan dan manfaat kepada mereka. Masyarakat mendasarkan pemahaman
tersebut pada perilaku sejumlah oknum politikus. Perilaku sejumlah politikus
itu terlalu berorientasi pada kepentingan personal, atau maksimal kelompok
tertentu, daripada kepentingan bersama.
Terlepas
dari kasus per kasus tersebut, publik harus diingatkan bahwa politik memegang
peran penting untuk menebar kebajikan bersama. Politik akan melahirkan
individu pemegang jabatan, mulai legislatif hingga eksekutif. Bahkan, jabatan
yudikatif kini harus melalui proses politik, meski dengan skema yang berbeda
dengan legislatif dan eksekutif.
Menjadi
pemegang kekuasaan publik seperti anggota legislatif, eksekutif, dan bahkan
yudikatif memiliki peran besar untuk menanam kebajikan yang diperluas. Sebab,
kehidupan bersama kita, antara lain, ditentukan kebijakan yang lahir dari
proses politik tersebut. Karena itu, jabatan publik menjadi medan penyebaran
kebajikan yang diperluas. Konsep kebajikan yang diperluas itulah yang disebut
Kalla dengan istilah ''amal publik''.
Dalam
kaitan ini, saya pun harus mengutip hadis Nabi Muhammad SAW berikut: Khoirunas anfa'uhum linnas. Artinya,
sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi sesamanya. Salah satu
maksud hadis itu, semakin tinggi tingkat kemanfaatan seseorang, semakin baik
seseorang itu di mata Allah SWT dan manusia. Semakin luas nilai kemanfaatan
seseorang, semakin tinggi pula derajat pahalanya. Intinya, derajat
kemanusiaan bisa diukur dari nilai kemanfaatan yang diberikan kepada umat
manusia.
Nah,
politik memberikan ruang yang lebih luas kepada seseorang untuk menebar
kebajikan bersama. Kalau selama ini seseorang hanya bisa memberikan manfaat
kepada 10 orang, dengan menjadi politikus atau pemegang kekuasaan publik, dia
akan bisa memberikan kebajikan kepada jutaan warga Indonesia melalui
kebijakan politik yang dilahirkan.
Tentu,
kebajikan bersama itu juga akan memberikan manfaat balik. Masyarakat juga
akan mendoakan politikus atau pemegang jabatan publik tersebut. Sanjungan dan
pujian menjadi awal lahirnya doa yang akan mereka berikan kepada politikus
dan atau pemegang jabatan publik tersebut. Doa memperkuat kebajikan bersama
itu.
Karena
itu, politik dalam kaitannya dengan penunaian tugas untuk menentukan
kepemimpinan (nasbul ri'asah)
penting dipahami dan disadari bersama. Karena kepemimpinan politik menentukan
nasib kehidupan bersama, menggunakan hak pilih pada hakikatnya merupakan
keikutsertaan untuk menentukan pemimpin.
Sebagai
konsekuensi pentingnya kepemimpinan politik, penunaian tanggung jawab dan
kewenangan publik wajib dilakukan pejabat politik dengan penuh amanah. Bila
tanggung jawab dan kewenangan publik itu dilakukan dengan niat serta cara
yang benar, praktik politik dalam menunaikan tugas dan kewenangan publik
tersebut termasuk ibadah.
Meski
politik sangat berperan untuk menebar kebajikan yang diperluas, harus pula
diingatkan bahwa politik bisa pula menjadi kanal penebar keburukan dan
kejahatan. Kewenangan besar yang dimiliki pemegang kekuasaan publik sebagai
hasil proses politik segera berubah menjadi bencana bagi publik jika tidak
ditunaikan secara baik dan benar. Itulah yang disebut Jusuf Kalla dengan
konsep ''dosa publik''.
Bila
dibaca dari kacamata nasbul ri'asah tersebut, penodaan atas tanggung jawab
dan kewenangan publik adalah penodaan pula terhadap prinsip, semangat, dan
nurani publik. Penunaian jabatan serta tanggung jawab publik dengan niat dan
cara yang salah juga merupakan perbuatan sia-sia yang tidak disukai agama.
Karena
itu, tugas kita bersama adalah jangan memperbesar ''produk gagal'' politik.
Kita perlu menggunakan hak suara yang kita miliki secara baik dan benar
sesuai dengan nilai idealisme kebangsaan, kenegaraan, serta keagamaan yang
kita cita-citakan bersama. Kecerobohan, kesembronoan, atau bahkan kesalahan
dalam menjatuhkan pilihan hanya akan memperbesar ''produk gagal'' politik
yang dimaksud.
Bila itu
terjadi, ''produk gagal'' politik tersebut tidak bisa dihindari. Salah satu
ciri ''produk gagal'' politik yang dimaksud adalah tidak terampilnya atau
bahkan buruknya perilaku politik politisi saat menjalankan tugas serta
kewenangan publik. Wujudnya, tidak sedikit politikus yang akan lahir dari
proses demokrasi itu tampil dengan praktik buruk dan jahat. Misalnya, korupsi
atau penyalahgunaan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.
Pengalaman
memberikan pelajaran penting bahwa neraca amal publik tidak boleh
dikesampingkan dalam memilih calon pemimpin negeri ini. Jangan korbankan
negeri ini dengan melakukan pemilihan politik tanpa melihat pentingnya neraca
tersebut. Terpilihnya calon pemimpin yang mengalami pailit amal publik hanya
akan mempercepat tercetaknya ''produk
gagal''. Ujungnya, ''dosa publik''
akan semakin tampak kuat dalam panggung politik negeri ini. Akhirnya, besar
tekor daripada untung untuk berkembangnya kebajikan bersama. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar